Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung
RANCANGBANGUN
MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG PADA RANTAI
PASOK INDUSTRI BERBASIS JAGUNG
Dorina Hetharia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
disertasi
yang
berjudul
RANCANGBANGUN MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG
PADA RANTAI PASOK INDUSTRI BERBASIS JAGUNG merupakan
gagasan dan hasil penelitian saya dengan arahan komisi pembimbing, kecuali yang
dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data
dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Dorina Hetharia
F361040091
ABSTRACT
DORINA HETHARIA. A Design of Corn Flour Supply Model in A Corn
Supply Chain. Supervised by M. SYAMSUL MA’ARIF, YANDRA
ARKEMAN, and TITI CANDRA S.
Corn flour as one of the types of products made from corn is an intermediate
product. This product is a product that can be consumed directly, can also
be used as raw materials of food industry, raw material of feed industry, and raw
material of other industries. Corn flour industry is a part of the corn supply chain. The
structure
of
the
corn
supply chain
consists of the centers
of corn,
traders or collectors, corn flour industry, and users. In the supply chain, the corn flour
industry is quite a role as an industry that provides the raw material for food industry,
feed industry and other processed industry continuity. To ensure the continuity of the
flow of goods in the supply chain, the industry needs to provide the quantity
of cornflour with good quality according to consumer demand. As an industry that
provided corn flour, it needed to obtain supplies of dry shelled corn from
corn gatherers or corn traders. Provision of quantity and quality supply
of corn from the centers of corn and collectors were very influential on the corn flour
that produced by the corn flour industry. The quantity and the quality of products
according to demand be supplied by the corn flour industry. This research was
intended to design model that provided the quantity and the quality
of corn flour to meet consumer demand. This model consists the prediction of
maize production model, the shelled corn quality classification model, the corn flour
quality clustering model, and the prediction of corn flour consumers demand model.
Artificial neural networks and statistical forecasting methods were used for the
prediction of maize production and the prediction of corn flour demand. Fuzzy
inference system was used for the shelled corn quality classification and the
corn flour quality clustering. Analysis of the implementation of the model produced
some policies to ensure the continuity of the flow of goods in the corn supply chain.
Keywords: corn flour industry, artificial neural network, prediction model, fuzzy
inference system, classification model
RINGKASAN
DORINA HETHARIA. Rancangbangun Model Penyediaan Tepung Jagung
Pada Rantai Pasok Industri Berbasis Jagung. Dibimbing oleh M. SYAMSUL
MA’ARIF, YANDRA ARKEMAN, dan TITI CANDRA S.
Industri tepung jagung sebagai salah satu agroindustri merupakan bagian dari
rantai pasokan berbasis jagung. Industri ini menggunakan bahan baku jagung pipilan
yang diproses menjadi tepung jagung (corn flour) melalui proses pengolahan cara
kering. Sebagai industri antara yang memproduksi tepung jagung, industri ini akan
menyediakan produk yang akan dikonsumsi langsung, dan menyediakan bahan baku
bagi industri hilirnya. Jumlah dan mutu tepung jagung yang diproduksi industri ini
tergantung dari jumlah dan mutu bahan baku berupa jagung pipilan yang diperoleh
dari pengumpul. Sedangkan jumlah dan mutu jagung pipilan tergantung dari produksi
jagung di tingkat petani. Dapat dikatakan bahwa penyediaan jumlah dan mutu tepung
jagung untuk memenuhi permintaan konsumen tergantung dari produksi jagung.
Produktivitas jagung yang rendah di Indonesia mengakibatkan kebutuhan bahan baku
bagi industri pengolahan jagung masih belum dapat dipenuhi oleh petani lokal. Hal
ini mengakibatkan dibutuhkannya impor jagung sebagai bahan baku industri dari
negara produsen jagung lainnya.
Dari berbagai jenis produk yang dapat dihasilkan komoditi jagung ini, tepung
jagung merupakan jenis produk yang cukup penting. Hal ini karena tepung jagung
merupakan produk antara multiguna yang dapat dijadikan sebagai bahan baku
industri pangan, bahan baku pakan, dan sebagai bahan baku industri lainnya.
Pengelolaan industri tepung jagung ini tidak terlepas dari rantai pasok agroindustri
jagung. Penyediaan jumlah dan mutu pasokan jagung mulai dari petani dan
pengumpul sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu tepung jagung yang
diproduksi. Selanjutnya jumlah dan mutu tepung jagung sebagai bahan baku akan
berpengaruh pada jumlah dan mutu produk pada industri hilirnya.
Selain jumlah bahan baku, mutu tepung jagung pun harus memenuhi standar
yang ditetapkan, agar dapat memuaskan konsumennya. Standar Nasional Indonesia
telah menetapkan syarat mutu tepung jagung yang harus dipenuhi oleh produsen
tepung jagung yakni SNI 01-3727-1995. Syarat mutu tersebut meliputi 13 kriteria uji
secara fisik maupun kimia. Mutu tepung jagung sebagai produk antara dipengaruhi
oleh mutu bahan baku dan oleh tahapan-tahapan pada proses sebelumnya. Demikian
pula mutu jagung pipilan harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan sesuai SNI
01-3920-1995. Karakteristik mutu tepung jagung sebagai bahan baku pada industri
hilir sangat diperlukan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan industri
tersebut, dimana karakteristik mutu tepung jagung yang dibutuhkan oleh industri hilir
berbeda-beda sesuai jenis industri, baik industri pangan, industri pakan, atau industri
lainnya.Masalah yang dihadapi oleh industri tepung jagung adalah bagaimana industri
ini dapat memenuhi kebutuhan konsumennya yaitu dengan menyediakan produk
tepung jagung menurut jumlah yang dibutuhkan dan mutu yang memenuhi standar.
Penelitian ini bertujuan untuk merancangbangun model penyediaan tepung
jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung. Penyediaan tepung jagung
ditinjau dari jumlah dan mutu tepung jagung. Dari model ini akan diperoleh
kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.
Kesulitan memprediksi produksi jagung pada periode tertentu oleh pedagang
pengumpul mengakibatkan tidak dapat diperkirakan berapa banyak jagung yang
dapat dipasok dari petani. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mengatur
perencanaan tentang jumlah bahan baku yang dapat dipasok kepada industri jagung.
Kemungkinan terjadinya kekurangan pasokan sehingga kesempatan untuk
memperoleh keuntungan akan hilang, dan industri jagung akan membeli dari pihak
lain atau mengimpor bahan baku dari negara luar. Tidak adanya prediksi tersebut juga
dapat mengakibatkan kelebihan stock jagung yang apabila disimpan dapat
menurunkan mutunya bahkan dapat rusak. Sehingga peramalan untuk memprediksi
produksi jagung sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan itu. Kemudahan
memperoleh pasokan jagung dari petani belum dirasakan oleh para pedagang
pengumpul secara merata sehingga berakibat pada penyediaan produk jagung yang
akan dipasarkan. Demikian pula halnya dengan kontinuitas pasokan jagung dari
petani belum dapat dipenuhi menjadi permasalahan bagi pedagang pengumpul.
Kesulitan memperoleh bahan baku secara kontinu yang memenuhi jumlah dan mutu
yang ditentukan merupakan masalah bagi industri tepung jagung, karena akan
mempengaruhi kontinuitas produksi. Selain jumlah jagung pipilan yang dapat dipasok
dari petani belum dapat diprediksi, mutu jagung pipilan yang diperoleh juga sangat
bervariasi. Bervariasinya mutu jagung tersebut akibat penggunaan bibit yang
bervariasi, cara penanganan produksi yang belum merata, serta cara penanganan
panen dan pasca panen yang tidak merata..
Sebagai produk antara atau intermediate product, mutu tepung jagung
ditentukan oleh tahapan-tahapan pada proses sebelumnya, bahan baku, serta budidaya
tanaman jagung. Dengan kata lain, mutu tepung jagung ditentukan oleh terjaminnya
mutu produk pada tingkat awal yakni pada tingkat petani. Bervariasinya mutu bahan
baku berupa jagung pipilan yang telah melalui perjalanan dari petani, pengumpul
hingga ke pabrik dapat menurunkan mutunya.
Model penyediaan tepung jagung pada rantai pasokan industri berbasis jagung
terdiri atas beberapa sub model. Sub model yang dirancang adalah sub model prediksi
produksi jagung, sub model pengelompokan mutu jagung pipilan, sub model
pengelompokan mutu tepung jagung, dan sub model prediksi permintaan tepung
jagung.
Model prediksi jumlah produksi jagung diperlukan dalam model ini, agar dapat
memprediksi jumlah jagung pipilan sebagai bahan baku untuk diolah pada pabrik
tepung jagung. Model prediksi produksi jagung yang dirancang menggunakan
jaringan syaraf tiruan dan perhitungan secara statistika. Model peramalan yang
digunakan untuk memprediksi produksi jagung adalah model kausal. Dari sisi onfarm dapat dikatakan bahwa jumlah produksi jagung tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh jumlah produksi pada periode-periode sebelumnya. Produksi jagung dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan
secara tepat, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, curah hujan, dan
penanganan proses panen. Dalam model ini variabel input yang digunakan adalah
luas panen (ha) dan curah hujan (mm), sedangkan variabel output adalah jumlah
produksi jagung (ton per bulan).
Model pengelompokan mutu jagung pipilan bertujuan untuk mengelompokkan
mutu jagung pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan jagung. Dalam
agroindustri berbasis jagung seperti industri farmasi, pangan, dan pakan, tuntutan
konsumen terhadap mutu merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional
keamanan pangan juga merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik
manusia maupun hewan. Variabel input dalam model ini adalah kadar air, butir rusak,
butir pecah, dan kotoran. Sedangkan variabel output adalah Mutu 1, Mutu 2, dan
Mutu 3. Pengelompokan mutu dalam model ini menggunakan fuzzy inference system
dengan model Sugeno.
Model pengelompokan mutu tepung jagung bertujuan untuk mengelompokkan
mutu tepung jagung sebagai hasil produksi industri tepung jagung. Permintaan
industri farmasi, industri pangan, dan industri pakan sebagai industri pengguna
tepung jagung tidak hanya berdasarkan jumlah yang dibutuhkan namun mutu juga
merupakan hal yang penting. Tuntutan standar mutu yang ketat adalah industri
farmasi, selanjutnya pangan dan pakan. Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada
pada industri farmasi, demikian pula industri pangan dan industri pakan memiliki
standar tertentu. Berdasarkan hal ini, maka mutu tepung jagung akan dikelompokkan
atas 3 kelompok yakni Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Mutu tepung jagung Grade 1
diperuntukkan bagi industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3
untuk industri pakan. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan kriteria uji sebagai
karakteristik pembeda tepung jagung. Pengelompokan mutu tepung jagung dalam
model ini menggunakan fuzzy inference system dengan model Sugeno.
Agar dapat menyediakan jumlah tepung jagung yang harus diproduksi oleh
industri tepung jagung, maka diperlukan prediksi permintaan tepung jagung. Hal ini
diperlukan agar tidak terjadi produksi yang tidak memenuhi permintaan atau produksi
yang berlebihan. Data yang digunakan dalam model prediksi ini adalah data time
series. Alat analisis dalam model prediksi permintaan tepung jagung adalah jaringan
syaraf tiruan dan metode peramalan statistikal.
Hasil dari model prediksi produksi jagung menunjukkan bahwa penggunaan
jaringan syaraf tiruan lebih akurat dari pada metode peramalan menggunakan model
regresi. Hasil ini mengkonfirmasi beberapa penelitian antara lain: penelitian oleh
Nam dan Schaefer (1995), Setyawati (2003), Zhang et al. (2004), Erdinç dan Satman
(2005), Bhuvanes et al. (2007), Azadeh et al. (2008), Ferreira et al. (2011).
Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jaringan syaraf tiruan
memberikan hasil yang lebih akurat.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah model ini dapat dikembangkan dan
dapat dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan yang dapat membantu
pengambil keputusan melakukan antisipasi dalam masalah penyediaan tepung jagung
untuk memenuhi permintaan industri pengguna tepung jagung. Model ini dapat
disempurnakan dengan mengintegrasikan semua komponen dalam rantai pasok dalam
suatu analisis rantai pasok industri berbasis jagung secara menyeluruh.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor,
tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
RANCANGBANGUN
MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG PADA RANTAI
PASOK INDUSTRI BERBASIS JAGUNG
DORINA HETHARIA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Ujian Tertutup
: 27 Januari 2012
Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr.
2. Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi
Ujian Terbuka
: 30 Januari 2012
Penguji Luar Komisi : 1. Prof.Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA
2. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS
Judul Disertasi : Rancangbangun Model Penyediaan Tepung Jagung Pada Rantai
Pasok Industri Berbasis Jagung
Nama
: Dorina Hetharia
NIM
: F361040091
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng
Ketua
Dr. Ir. Yandra Arkeman,M Eng
Anggota
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 30 Januari 2012
Tanggal Lulus : ..........................
PRAKATA
Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas perkenan-Nya telah
memberikan kekuatan, dan mengijinkan penulis menyelesaikan disertasi berjudul
Rancangbangun Model Penyediaan Tepung Jagung Pada Rantai Pasok Industri
Berbasis Jagung. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis
yang seyogyanya dapat membantu industri tepung jagung untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng sebagai ketua Komisi
Pembimbing, bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan ibu Dr. Ir. Titi Chandra,
M.Si sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.
2. Rektor Universitas Trisakti yang telah memberikan kesempatan dan ijin tugas
belajar kepada penulis.
3. Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian,
Pimpinan, staf pengajar, staf administrasi Teknologi Industri Pertanian Institut
Pertanian Bogor yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu, pengalaman, dan
pelayanan dengan penuh tanggungjawab dan pengabdian selama penulis
menempuh studi.
4. Pimpinan, Staf pengajar dan staf administrasi Jurusan Teknik Industri Trisakti atas
dukungan, pengertian, dan motivasi selama penulis menempuh studi di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5. Keluarga atas semua pengorbanan, dukungan, pengertian, motivasi, dan do’a yang
diberikan selama penulis menempuh studi.
6. Berbagai pihak yang tidak disebutkan satu persatu atas dukungan dan
kontribusinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
Akhir kata, penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor, Januari 2012
Dorina Hetharia
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Januari 1952 dari pasangan
Cornelis Fransiscus Benjamin Hetharia dan Maria Lewakabessy sebagai putri ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis memperoleh gelar Sarjana Muda pada tahun 1975 dan
gelar Sarjana pada tahun 1981 dari Jurusan Bangunan Kapal - Fakultas Teknik
Perkapalan, Universitas Pattimura Ambon. Gelar Magister diperoleh dari program
Pasca Sarjana Teknik dan Manajemen Industri, Institut Teknologi Bandung pada
tahun 1985. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S-3 pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis
pernah bekerja pada PT Dok dan Perkapalan ‘Waiame’- Ambon pada tahun 1975 –
1978. Tahun 1980 – 1986 penulis bekerja pada Fakultas Teknik Perkapalan,
Universitas Pattimura Ambon. Sejak tahun 1989 hingga sekarang penulis bekerja
sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Trisakti Jakarta. Karya ilmiah yang telah dipublikasikan penulis pada
jurnal ilmiah, berjudul Prediksi Produksi Jagung dalam Model Penyediaan Tepung
Jagung pada Rantai Pasok Jagung, dan Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan pada
Model Penyediaan Tepung Jagung. Penulis menikah dengan Frederick Titalepta
(almarhum) dan memiliki tiga orang anak yaitu Emprilon Yantino Ebenhard (33
tahun), Stephannie Imanuella (27 tahun), dan Franco Roberto Theodore (24 tahun).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
2
Latar Belakang ..............................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................
Ruang Lingkup Penelitian ............................................
Manfaat Penelitian ........................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung .......................................................................
2.2 Tepung Jagung ..............................................................
2.3 Mutu .............................................................................
2.3.1 Mutu Jagung Pipilan ...........................................
2.3.2 Mutu Tepung Jagung ............................................
2.4 Manajemen Rantai Pasok ..............................................
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan ..................................................
2.5.1 Arsitektur Jaringan ...............................................
2.5.2 Algoritma Backpropagasi Umpan Balik ..............
2.6 Proses Hirarki Analitik ..................................................
2.7 Logika Fuzzy .................................................................
2.8 Sistem Inferensi Fuzzy ..................................................
2.8.1Pembentukan Himpunan Fuzzy ............................
2.8.2 Aplikasi Fungsi Implikasi .....................................
2.8.3 Defuzzifikasi .........................................................
2.9 Peramalan ......................................................................
2.10 Penelitian Terdahulu ......................................................
3
1
7
8
8
9
12
14
15
16
18
19
20
22
24
27
28
29
32
32
32
39
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................
3.2 Tahapan Penelitian ........................................................
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data ..............................
i
41
43
46
4
ANALISIS SISTEM
4.1
4.2
4.3
4.4
5
Kondisi Rantai Pasok Jagung ........................................
Analisis Kebutuhan .......................................................
Identifikasi Permasalahan ..............................................
Identifikasi Sistem .........................................................
PERANCANGAN MODEL
5.1
5.2
5.3
5.4
Model Prediksi Produksi Jagung ...................................
Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan ................
Model Pengelompokan Mutu Tepung jagung ...............
Model Prediksi Permintaan Tepung Jagung...................
5.4.1 Peramalan Permintaan dengan Metode Time
Series ....................................................................
5.4.2 Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf
Tiruan ...................................................................
5.5 Verifikasi dan Validasi Model .......................................
6
55
60
69
80
82
83
86
IMPLEMENTASI MODEL
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
7
47
48
50
53
Prediksi Produksi jagung ...............................................
Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan ...........................
Pengelompokan Mutu Tepung Jagung ..........................
Prediksi Permintaan Tepung Jagung .............................
Keterbatasan Model .......................................................
Implikasi Teoritis ...........................................................
Implikasi Manajerial ......................................................
Analisis Penggunaan Model dan Kebijakan ..................
89
91
95
97
98
99
100
100
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ........................................................................
7.2 Saran .....................................................................,,,......
103
104
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................
105
109
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di Indonesia ....
Produktivitas jagung di beberapa negara produsen jagung
dunia ...........................................................................................
Volume ekspor jagung ke negara luar tahun 2006 .....................
Volume impor jagung dari negara luar tahun 2006 ....................
Komposisi analisis proksimat bagian biji jagung .......................
Parameter jagung pipilan menurut SNI 01-3920-1995 ..............
Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01–3727–1995 ..........
Skala pemberian nilai dalam AHP ..........................................
Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah
tahun 2010 ..................................................................................
Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu jagung
pipilan .........................................................................................
Representasi kurva variabel mutu jagung pipilan ......................
Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji .................................
Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri
farmasi ........................................................................................
Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri
pangan .........................................................................................
Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri
pakan ...........................................................................................
Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung
jagung .........................................................................................
Representasi kurva variabel mutu tepung jagung .......................
Perunutan variabel input pada model prediksi produksi jagung
iii
3
4
5
6
12
16
17
26
59
67
68
71
73
73
74
78
79
86
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Konfigurasi industri tepung jagung pada rantai pasok industri
berbasis jagung ........................................................................
Pohon industri jagung .............................................................
Penampang membujur butir jagung .........................................
Proses pembuatan tepung jagung ...........................................
Neraca masa tepung jagung .....................................................
Jaringan layar tunggal ..............................................................
Jaringan layar jamak ................................................................
Arsitektur jaringan pada backpropagation ..............................
Representasi linear naik ...........................................................
Representasi linear turun ..........................................................
Representasi kurva segitiga ......................................................
Representasi kurva trapesium ..................................................
Pola data peramalan ................................................................
Taksonomi model peramalan ..................................................
Tracking signal dalam peramalan ............................................
Keterkaitan model pada rantai pasok industri berbasis jagung
Kerangka pemikiran penelitian ................................................
Tahapan penelitian ...................................................................
Diagram input-output sistem analisis penyediaan tepung
jagung .......................................................................................
Model konseptual prediksi produksi jagung ............................
Struktur jaringan syaraf tiruan model prediksi produksi
jagung .......................................................................................
Tahapan proses prediksi produksi jagung dengan jaringan
syaraf tiruan ..............................................................................
Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan ...............................
Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan .......
Tahapan pemeriksaan awal mutu jagung pipilan .....................
Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan
dengan FIS................................................................................
Model pengelompokan mutu jagung pipilan ............................
Agregasi mutu jagung pipilan ..................................................
Tahapan perancangan model pengelompokan tepung jagung
Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung .........
Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung jagung .....................
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung
dengan FIS ...............................................................................
Model pengelompokan mutu tepung jagung ............................
Agregasi mutu tepung jagung ..................................................
v
2
10
11
13
14
21
21
22
30
30
31
31
33
34
39
41
43
46
54
57
57
58
60
63
64
65
65
66
69
72
74
75
76
77
77
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung .........
Tahapan peramalan permintaan tepung jagung ........................
Plot data permintaan tepung jagung .........................................
Tahapan prediksi permintaan tepung jagung dengan JST ........
Struktur jaringan syaraf tiruan prediksi permintaan tepung
jagung .......................................................................................
Himpunan fuzzy variabel butir rusak jagung pipilan ............
Tampilan If-then rules mutu jagung pipilan pada MATLAB
R2010a .....................................................................................
Keluaran mutu jagung pipilan kelompok Mutu 2 ....................
Himpunan fuzzy variabel aflatoksin pada tepung jagung .......
Tampilan If-then rules mutu tepung jagung pada MATLAB
R2010a .....................................................................................
Keluaran mutu tepung jagung kelompok Grade 3 ...................
vi
80
81
83
84
85
93
94
94
95
96
96
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Prediksi Produksi Jagung Jawa Barat dengan Jaringan Syaraf
Tiruan ......................................................................................
Hasil program peramalan dengan JST pada MATLAB ..........
Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 peramalan data
kausal ......................................................................................
Peramalan Produksi Jagung dengan MINITAB 14 ................
Aturan (If – then – rules) mutu jagung pipilan .......................
Representasi Model Sugeno pada MATLAB R2010a ............
Panduan konsultasi pakan untuk penentuan tingkat
kepentingan karakteristik uji mutu tepung jagung ..................
Pengisian matriks perbandingan berpasangan karakteristik uji
mutu tepung jagung berdasarkan industri pengolahan jagung
Aturan (If – then – rules) Mutu Tepung Jagung ......................
Fuzzy Inference System Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 untuk peramalan
dengan data Timeseries ...........................................................
Peramalan Permintaan Tepung Jagung dengan MINITAB 14
Peramalan permintaan tepung jagung dengan Double Moving
Average
Hasil menjalankan program dengan MATLAB R2010a untuk
meramalkan permintaan tepung jagung
vii
95
108
109
110
112
118
124
125
126
132
137
141
148
153
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rantai pasok (supply chain) merupakan jaringan perusahaan-perusahaan
yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk ke tangan pemakai akhir (Pujawan, 2005). Perusahaan-perusahaan tersebut
merupakan mata rantai dalam rantai pasok, mencakup pemasok, pabrik,
distributor, ritel, dan perusahaan-perusahaan pendukung. Hubungan antar mata
rantai yang ada didalam rantai pasok dapat dilihat sebagai elemen-elemen yang
saling mendukung, saling memberikan kontribusi bagi kepuasan konsumen akhir.
Perlu adanya koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada rantai pasok karena
perusahaan-perusahaan tersebut pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama. Perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok harus bekerjasama untuk
membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan mutu
yang memenuhi syarat.
Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) diperlukan untuk
merencanakan dan mengelola kegiatan-kegiatan dalam rantai pasok tersebut, agar
tujuan untuk memuaskan konsumen dapat tercapai. Dalam pengelolaan rantai
pasok terdapat tantangan-tantangan yakni kompleksitas struktur rantai pasok dan
adanya ketidak-pastian. Kompleksitas manajemen rantai pasok terjadi karena
melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan yang memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Ketidak-pastian yang pertama adalah ketidakpastian permintaan, biasanya dari arah distributor atau ritel atau konsumen akhir.
Ketidak-pastian kedua adalah dari arah pemasok, berupa lead time pengiriman
bahan baku yang tidak pasti, ketidak-pastian harga, demikian pula jumlah dan
mutu bahan baku.
Rantai pasok agroindustri memiliki kekhususan dibandingkan dengan rantai
pasok industri manufaktur. Berbeda dengan industri manufaktur, bahan baku
dalam rantai pasok agroindustri merupakan hasil pertanian yang dipengaruhi oleh
musim, kondisi alam, benih, hama, dan merupakan produk yang tidak tahan lama
atau mudah rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi ketidak-pastian jumlah dan
mutu bahan baku atau produk yang dihasilkan dalam rantai pasok tersebut. Faktor
2
ketidak-pastian ini
akan
mempengaruhi
kontinuitas
aliran
barang dan
keberlangsungan kegiatan-kegiatan dalam rantai pasok.
Industri tepung jagung sebagai salah satu agroindustri merupakan bagian
dari rantai pasok industri berbasis jagung. Industri ini menggunakan bahan baku
jagung pipilan yang akan diproses menjadi tepung jagung (corn flour) melalui
proses pengolahan cara kering. Sebagai industri antara yang memproduksi tepung
jagung, industri ini akan menyediakan produk yang akan dikonsumsi langsung,
dan menyediakan bahan baku bagi industri hilirnya.
Struktur rantai pasok industri berbasis jagung dimanadi dalamnya terdapat
industri tepung jagung, adalah sentra jagung, pengumpul, industri tepung jagung,
dan industri pengguna tepung jagung. Dalam rantai pasok industri berbasis
jagung, sentra jagung merupakan mata rantai yang menyediakan jagung yang
diproduksi oleh petani. Produk jagung ini akan dipipil menjadi jagung pipilan dan
akan dikumpulkan oleh pengumpul atau pedagang sebagai mata rantai berikutnya.
Selanjutnya jagung pipilan tersebut akan dipasok sebagai bahan baku ke mata
rantai selanjutnya
yaitu industri tepung jagung. Mata rantai setelah industri
tepung jagung adalah industri pengguna tepung jagung yang akan memperoleh
pasokan bahan baku dari industri tepung jagung. Model konfigurasi industri
tepung jagung dalam rantai pasok berbasis jagung dapat dilihat pada Gambar 1.
Sentra
Sentra
jagung
jagung11
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagung22
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagung33
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagungke-k
ke-k
Pengumpul
Pengumpul
Industri
Industritepung
tepung
jagung
jagung
Industri
Industri
pengguna
pengguna
tepung
tepungjagung
jagung
Gambar 1 Konfigurasi industri tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis
jagung.
Jumlah dan mutu tepung jagung yang diproduksi industri ini tergantung dari
jumlah dan mutu bahan baku berupa jagung pipilan yang diperoleh dari
3
pengumpul. Sedangkan jumlah dan mutu jagung pipilan tergantung dari produksi
jagung di tingkat petani. Dapat dikatakan bahwa penyediaan jumlah dan mutu
tepung jagung untuk memenuhi permintaan konsumen tergantung dari produksi
jagung.
Produksi jagung di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari data produksi, luas panen, dan produktivitas jagung sejak tahun
2000 sampai dengan 2009 seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Namun peningkatan
produksi jagung di Indonesia belum diikuti dengan penanganan pasca panen yang
baik. Informasi tentang kegiatan dan penanganan pasca panen kepada petani
masih sangat kurang sehingga petani belum dapat merasakan nilai tambah dengan
meningkatnya mutu biji jagung. Demikian pula penerapan teknologi produksi
jagung di tingkat petani masih belum optimal.
Tabel 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di Indonesia
Tahun
Produksi
Luas Panen
Produktivitas
(Ton)
(Ha)
(Ku/Ha)
2000
9,676,899.00
3,500,318.00
27.65
2001
9,347,192.00
3,285,866.00
28.45
2002
9,585,277.00
3,109,448.00
30.83
2003
10,886,442.00
3,358,511.00
32.41
2004
11,225,243.00
3,356,914.00
33.44
2005
12,523,894.00
3,625,987.00
33.44
2006
11,609,463.00
3,345,805.00
34.70
2007
13,287,527.00
3,630,324.00
36.60
2008
16,323,922.00
4,003,313.00
40.78
2009
16,478,239.00
4,009,179.00
41.10
Sumber : Departemen Pertanian (2010)
Bila dibandingkan dengan negara produsen jagung lainnya di dunia,
produksi jagung di Indonesia masih jauh tertinggal. Tabel 2 menunjukkan bahwa
produktivitas usaha tani jagung di Indonesia baru mencapai setengah
dibandingkan dengan Argentina dan MEE, bahkan hampir mencapai sepertiga bila
dibandingkan dengan Amerika Serikat. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rerata
4
produktivitas jagung Indonesia sebesar 3,21 ton/ha masih dibawah rerata
produktivitas jagung dunia yaitu 4,53 ton/ha.
Produktivitas jagung yang rendah di Indonesia mengakibatkan kebutuhan
bahan baku bagi industri pengolahan jagung masih belum dapat dipenuhi oleh
petani lokal. Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya impor jagung sebagai bahan
baku industri dari negara produsen jagung lainnya. Tabel 3 dan Tabel 4
menunjukkan bahwa volume ekpor jagung oleh Indonesia ke negara luar pada
tahun 2006 sebanyak 29164,424 ton dengan nilai $ 4,674,364.00, sedangkan
volume impor jagung pada tahun yang sama mencapai 2327947,861 ton dengan
nilai $353,847,975.00.
Tabel 2 Produktivitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia
Produktivitas (ton/ha)
Tahun
Dunia
USA
Argentina
MEE
Indonesia
1998
4,42
8,44
6,08
5,63
2,65
1999
4,38
8,4
5,37
6,28
2,66
2000
4,27
859
5,43
5,09
2,77
2001
4,42
8,67
5,45
6,16
2,85
2002
4,37
8,16
6,52
6,24
3,09
2003
4,47
8,92
6,48
5,03
3,25
2004
4,59
9
6,5
6,04
3,34
2005
4,65
9,12
6,71
6,12
3,45
2006
4,65
8,97
6,3
5,88
3,47
2007
4,76
9,31
6,66
6,2
3,66
2008
4,82
9,66
7,56
6,48
4,08
Rerata
4,53
8,84
6,28
5,92
3,21
Sumber: USDA (2008)
Dari berbagai jenis produk yang dapat dihasilkan komoditi jagung ini,
tepung jagung merupakan jenis produk yang cukup penting. Hal ini karena tepung
jagung merupakan produk antara multiguna yang dapat dijadikan sebagai bahan
baku industri pangan, bahan baku pakan, dan sebagai bahan baku industri lainnya.
5
Pengelolaan industri tepung jagung ini tidak terlepas dari rantai pasok
industri berbasis jagung. Penyediaan jumlah dan mutu pasokan jagung mulai dari
petani dan pengumpul sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu tepung
jagung yang diproduksi. Selanjutnya jumlah dan mutu tepung jagung sebagai
bahan baku akan berpengaruh pada jumlah dan mutu produk pada industri
hilirnya. Jumlah dan mutu bahan baku jagung yang tiba di industri, dipengaruhi
pula oleh transportasi bahan baku tersebut dari tempat asal ke tempat tujuannya.
Waktu transportasi akan mempengaruhi mutu bahan baku karena bahan baku
tersebut merupakan produk yang tidak tahan lama.
Tabel 3 Volume ekspor jagung ke negara luar tahun 2006
Jumlah
Negara
Japan
Volume (Kg)
Nilai (US$)
5,843,305.00 1,523,732.00
Hong Kong
152,344.00
22,621.00
Korea, Republic Of
540,144.00
43,048.00
25,779.00
39,334.00
1,341.00
2,690.00
325,000.00
99,445.00
Taiwan, Province Of China
Thailand
Singapore
Philippines
17,624,066.00 2,158,606.00
Malaysia
4,129,642.00
480,197.00
Viet Nam
9,035.00
8,116.00
500,000.00
277,500.00
250.00
2,592.00
Saudi Arabia
2,240.00
2,690.00
South Africa
5,042.00
7,596.00
American Samoa
2,206.00
2,269.00
Tonga
3,930.00
3,878.00
France
100.00
50.00
India
Pakistan
Total
Sumber: BPS (2011), diolah
29,164,424.00 4,674,364.00
6
Data ekspor impor jagung menunjukkan bahwa Indonesia masih mengimpor
jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa
kemungkinan terdapat kekurangan jumlah jagung pipilan sebagai bahan baku
industri tepung jagung.
Tabel 4 Volume impor jagung dari negara luar tahun 2006
Jumlah
Negara
Japan
Volume (Kg)
Nilai (US$)
100,959.00
193,953.00
45.00
39.00
13,077,367.00
3,890,391.00
180,569.00
54,409.00
China
30,935,756.00
8,570,924.00
Thailand
41,681,113.00
8,219,919.00
817,264.00
365,620.00
1,126.00
7,040.00
2,029,704.00
609,803.00
Myanmar (form Burma)
19,362,402.00
3,015,870.00
India
20,186,598.00
3,462,683.00
20,000.00
6,000.00
644.00
1,287.00
Hong Kong
Korea, Republic Of
Taiwan, Province Of China
Singapore
Philippines
Malaysia
South Africa
Australia
United States
Argentina
1,605,024,200.00 238,823,965.00
591,706,985.00
85,704,495.00
225.00
3,226.00
79,019.00
37,087.00
France
501,777.00
163,727.00
Germany, Fed. Rep. Of
682,525.00
244,097.00
1,515,583.00
438,680.00
44,000.00
34,760.00
United Kingdom
Netherlands
Italy
Spain
Total
Sumber: BPS (2011), diolah
2,327,947,861.00 353,847,975.00
7
Selain jumlah bahan baku, mutu tepung jagung pun harus memenuhi standar
yang ditetapkan, agar dapat memuaskan konsumennya dan dapat bersaing. Mutu
produk merupakan hal yang diutamakan dalam industri. Dalam agroindustri
terutama yang memproduksi pangan atau bahan baku indutri pangan, mutu produk
sangat erat kaitannya dengan keamanan pangan. Standar Nasional Indonesia telah
menetapkan syarat mutu tepung jagung yang harus dipenuhi oleh produsen tepung
jagung yakni SNI 01-3727-1995. Syarat mutu tersebut meliputi kriteria-kriteria uji
secara fisik maupun kimia. Mutu tepung jagung sebagai produk antara
dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan oleh tahapan-tahapan pada proses
sebelumnya. Demikian pula mutu jagung pipilan sebagai bahan baku tepung
jagung harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan sesuai SNI 01-3920-1995.
Mutu jagung pipilan yang memenuhi standar akan menjamin mutu tepung jagung
yang diproduksi. Karakteristik mutu tepung jagung sebagai bahan baku pada
industri hilir sangat diperlukan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan
industri tersebut, dimana karakteristik mutu tepung jagung yang dibutuhkan oleh
industri hilir berbeda-beda sesuai jenis industri, baik industri pangan, atau industri
lainnya.
Masalah yang dihadapi oleh industri tepung jagung adalah bagaimana
industri ini dapat memenuhi kebutuhan konsumennya yaitu dengan menyediakan
produk tepung jagung menurut jumlah yang dibutuhkan dan mutu yang memenuhi
syarat. Jumlah dan mutu produk yang disediakan industri ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan industri pangan, industri farmasi, dan industri lainnya.
Dengan demikian diharapkan keberlangsungan kegiatan dan kontinuitas aliran
barang sepanjang rantai pasok dapat berjalan dengan baik.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah dihasilkannya model penyediaan tepung jagung
pada rantai pasok industri berbasis jagung, ditinjau dari jumlah maupun mutu
tepung jagung. Dari model ini diharapkan akan diperoleh kebijakan-kebijakan
untuk mengatasi permasalahan yang terjadi berkenaan dengan jumlah dan mutu
bahan baku dan produk tepung jagung.
8
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Rancangbangun model meliputi beberapa model yaitu: 1) Model prediksi
produksi jagung, dimana pada model ini akan diramalkan berapa jumlah produksi
yang dihasilkan oleh sentra
jagung; 2) Model pengelompokan mutu jagung
pipilan, yang akan menghasilkan kelompok mutu berdasarkan persyaratan mutu
yang ditetapkan; 3) Model pengelompokan mutu tepung jagung dan 4) Model
prediksi permintaan tepung jagung, dimana akan diramalkan permintaan tepung
jagung oleh industri pengguna tepung jagung.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
1.
Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai bahan analisis ketersediaan
jumlah dan mutu tepung jagung yang dibutuhkan.
2.
Sebagai bahan rujukan bagi penelitian tentang pengembangan model pada
rantai pasok industri berbasis jagung dalam cakupan yang lain.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika dan merupakan salah satu tanaman pangan biji-bijian. Fakta arkeologi
mengindikasikan bahwa tanaman ini tumbuh di Tehuacan Mexico sekitar 5000
tahun sebelum masehi (Johnson 2000). Dari tempat ini tanaman tersebut
menyebar ke Canada dan Selatan Argentina. Sejak Christopher Columbus dalam
perjalanannya menemukan ‘dunia baru’ pada tahun 1492 makanan orang Amerika
asli ini disebut ‘mahyz’. Jagung kemudian dikenal sebagai maize dalam
terjemahan bahasa Spanyol. Maize tidak sepopuler corn sebagai sebutan oleh
orang Amerika dengan terminologi British. Mengikuti perjalanan Columbus,
jagung kemudian ditanam di Spanyol dan dengan cepat menyebar ke Eropa,
Afrika dan Asia. Jagung kini banyak tumbuh di negara-negara beriklim panas
termasuk Indonesia.
Tanaman jagung merupakan varietas unggul yang memiliki sifat:
berproduksi tinggi, berumur pendek, tahan serangan penyakit. Jagung merupakan
tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Tanaman jagung merupakan tanaman pangan dunia yang terpenting yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Selain gandum dan padi, jagung
merupakan sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.
Sebagai sumber karbohidrat, jagung merupakan tanaman pangan yang
cukup penting selain gandum dan padi. Komoditi ini merupakan sumber pangan
yang dapat menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok di Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara menggunakan
jagung sebagai pangan pokok bagi penduduknya.
Selain sebagai bahan makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku
industri pangan, industri pakan dan industri olahan lainnya. Banyak sekali
manfaat tanaman jagung yang bernilai ekonomis antara lain, daunnya sebagai
pakan dan kompos, kulit buah jagung sebagai bahan pakan, kompos dan industri
10
rokok, jagung muda sebagai sayuran, jagung pipilan sebagai bahan baku
pembuatan tepung jagung, pati jagung, bahan
industri pangan, bahan baku
minyak jagung, etanol, dextrin, dan bahan baku industri lainnya. Di Indonesia biji
jagung pipilan sebagai produk utama dari tanaman jagung, 50% digunakan
sebagai bahan baku baku utama industri pakan, selebihnya digunakan sebagai
bahan baku industri lain dan dikonsumsi langsung.
Gambar 2 Pohon industri jagung (Suryana & Hermanto 2007).
11
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa
Tengah, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Budidaya tanaman jagung sangat intensif
dilakukan di dareah Jawa Timur dan Madura karena kondisi tanah dan iklimnya
sangat mendukung bagi pertumbuhannya. Penduduk beberapa daerah di Indonesia
seperti di Madura dan Nusa Tenggara juga menggunakan jagung sebagai pangan
pokok.
Meskipun terjadi peningkatan produktivitas jagung dari tahun ke tahun
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, namun kebutuhan jagung di dalam negeri
belum dapat dipenuhi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah volume impor jagung
yang melebihi ekspornya keluar negeri. Data ini belum didukung data kebutuhan
bahan baku bagi industri pengolahan jagung baik pengolahan jagung untuk
makanan, maupun industri lainnya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
pengelolaan penanaman jagung belum optimal dan belum terintegrasi dengan
kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan jagung.
Semua bagian dari hasil panen jagung dapat digunakan untuk berbagai
industri. Diantara industri-industri tersebut, yang menarik untuk dikaji lebih lanjut
dalam penelitian ini adalah industri tepung jagung, dimana dalam proses
pengolahan tepung jagung. Sebagai industri hilirnya adalah industri pangan,
pakan, dan industri pengolahan jagung lainnya.
Sebagai sumber pati jagung, pada Gambar 3 diperlihatkan penampang butir
jagung yang menunjukkan kandungan pati (starch) yang cukup banyak
dibandingkan dengan komponen biji jagung lainnya.
Gambar 3 Penampang membujur butir jagung (Disnak Jatim 2011).
12
Tabel 5 menunjukkan komposisi analisis proksimat biji jagung pada
pericrap, endosperm dan germ. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar
berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari
seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa
campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau
seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh
pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan.
Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis
ketika masih muda.
Tabel 5 Komposisi analisis proksimat bagian biji jagung
Nutrisi
Pericarp (%)
Endosperm (%)
Protein
3.70
8.00
Ether extract
1.00
0.80
Serat kasar
86.70
2.70
Abu
0.80
0.30
Pati
7.30
87.60
Gula
0.34
0.62
Sumber : FAO Corporate Document Repository (1992)
Germ (%)
18.40
33.20
8.80
10.50
8.30
10.80
Proses pengolahan jagung diklasifikasikan atas dua cara yaitu proses
pengolahan cara basah (corn wet milling process) dan proses pengolahan cara
kering (corn dry milling process). Kedua proses pengolahan ini bertujuan untuk
memisahkan biji jagung ke dalam komponen-komponennya. Tujuan dari proses
pengolahan cara kering adalah memisahkan biji jagung secara fisik ke dalam
bagian-bagian anatomis yaitu endosperm, bran dan germ. Sedangkan tujuan
proses pengolahan cara basah adalah memisahkan biji jagung ke dalam unsurunsur kimianya seperti pati jagung (starch), protein, fiber dan minyak (Johnson
2000).
2.2 Tepung Jagung
Saat ini kebutuhan bahan baku industri pangan sangat tergantung dari
tepung terigu yang masih diimpor. Salah satu pengganti tepung terigu yang
berbahan baku lokal adalah tepung jagung. Tepung jagung adalah butiran-butiran
13
halus yang berasal dari jagung kering yang digiling. Tujuan pengolahan jagung
menjadi tepung adalah agar memudahkan membuat aneka ragam makanan dengan
bahan dasar jagung.
Tepung jagung adalah produk setengah jadi dari biji jagung kering pipilan
yang dihaluskan dengan cara penggilingan kemudian diayak. Proses penggilingan
biji jagung ke dalam bentuk tepung adalah proses pemisahan kulit, lembaga,
endosperma, dan pangkal biji. Penggilingan cara kering dan pemasakan dengan
alkali merupakan teknik penggilingan untuk mereduksi ukuran jagung. Pada
penggilingan cara kering, tidak dilakukan proses perendaman yang lama
melainkan dilakukan pembasahan agar endosperma jagung melunak sebelum
penggilingan. Pengolahan jagung dengan alkali adalah proses penambahan
Ca(OH)2 sebanyak 1% yang dilakukan pada proses perebusan, kemudian
dikeringkan, dan digiling untuk mendapatkan tepung jagung (Riyani, 2007).
Tepung jagung lebih tahan lama, mudah dicampur dengan bahan lain,
mengandung zat gisi, lebih praktis dan mudah digunakan umtuk proses
pengolahan lanjutan. Bahan dan alat pembuat tepung jagung adalah: 1) jagung
bertongkol atau jagung pipilan; 2) alat atau mesin pemipil jagung; 3) mesin
penggiling; 4) ayakan; 5) plastik pengemas. Adapun proses pembuatan tepung
jagung ditunjukkan pada Gambar 4.
Jagung
Jagungpipilan
pipilan
Pembersihan
Pembersihandan
danpengeringan
pengeringan
(dijemur;1-2
(dijemur;1-2jam;
jam;suhu
suhu50°C)
50°C)
Penggilingan
Penggilingan
Keringkan
Keringkansampai
sampai
kadar
kadarair
air15-18%
15-18%
Penepungan
Penepungandengan
dengan
ayakan
ayakan50
50mesh
mesh
Tepung
Tepungdikeringkan
dikeringkan
Pengayakan
Pengayakanbertingkat
bertingkat
untuk
untuktepung
tepunghalus
halus
Gambar 4 Proses pembuatan tepung jagung (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, 2006).
14
Neraca masa tepung jagung berdasarkan informasi dari Unit Pengolahan jagung
Terpadu Kabupaten Bojonegoro (Irawan, 2009) ditunjukkan pada Gambar 5.
Basis
Basis15000
15000kgkgjagung
jagungpipilan
pipilan
Jagung
Jagungpipilan
pipilan15000
15000kgkg
Penggilingan
PenggilinganI I
Loss
Loss3030kgkg(0,2%)
(0,2%)
Grits
Grits14970
14970kgkg
Pemisahan
Pemisahankulit
kulitdan
danlembaga
lembaga
Ampok:
Ampok:
- -Kulit
Kulitariari 865
865kgkg
- -Lembaga
Lembaga 1680
1680kgkg
Grits
Grits12425
12425kgkg
Penggilingan
PenggilinganIIIIdan
danpengayakan
pengayakan
Loss
Loss24,85
24,85kgkg(0,2%)
(0,2%)
Tepung
Tepungjagung
jagung12400,15
12400,15kgkg
Gambar 5 Neraca masa tepung jagung (Suryawijaya, 2009).
2.3 Mutu
Mutu (quality)
merupakan isu dominan yang penting di industri, baik
industri yang menghasilkan produk maupun jasa. Hal ini disebabkan karena mutu
produk yang merupakan pemenuhan harapan konsumen atau melebihi harapan
konsumen, berdampak kepada peningkatan profit bagi perusahaan (Krajewsky,
2002). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu produk merupakan hal
penting bagi perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung merupakan alat
persaingan antar perusahaan. Adam EE (1992) menyatakan bahwa mutu adalah
derajat dimana spesifikasi desain (design spesification) suatu produk atau jasa
(service) memenuhi fungsi dan kegunaannya, dan derajat dimana produk atau jasa
dapat memenuhi spesifikasi desainnya. Menurut
Krajewski (2002), dari sisi
pelanggan (customer), mutu dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan
untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Definisi singkat dari mutu
adalah ‘customer satisfaction and loyalty’ dan definisi singkat lainnya adalah
15
‘fitness for use’ (Gryna 2001). Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) saat
ini merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena hal ini secara tidak langsung
menunjukkan mutu suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau
industri. Render (1997) menyatakan bahwa peningkatan mutu merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi peningkatan profit.
Agroindustri tidak terlepas dari isu mutu, karena industri-industri
berbasiskan hasil pertanian sebagai bahan baku inipun merupakan industri yang
menghasilkan barang konsumsi. Pada umumnya agroindustri sebagaimana
industri-industri lainnya bertujuan untuk memperoleh profit yang maksimal. Hal
ini dapat tercapai bila peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat
dilakukan secara optimal. Mutu produk agro berkaitan juga dengan keamanan
pangan, karena produk tersebut biasanya merupakan barang konsumsi yang dapat
dikonsumsi langsung oleh konsumennya.
2.3.1 Mutu Jagung Pipilan
Jagung pipilan merupakan hasil produksi jagung melalui proses pasca panen
jagung. Jagung pipilan adalah produk yang digunakan sebagai bahan baku bagi
industri pengolahan jagung. Sebagai bahan baku industri pengolahan jagung,
mutu jagung pipilan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Mutu jagung
pipilan di Indonesia ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 013920-1995. Standar Nasional Indonesia menetapkan standar mutu jagung pipilan
sebagai berikut:
–
Jagung kuning adalah jagung yang terdiri dari sekurang-kurangnya 90%
berwarna
–
kuning dan sebanyak-banyaknya 10% jagung berwarna lain.
–
Biji jagung merah dianggap sebagai jagung kuning, asal warna merah
tidak diakibatkan oleh penyakit dan hanya menutupi kurang dari 50%
permukaan biji seluruhnya.
–
Bebas hama penyakit
–
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
–
Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida
–
Memiliki suhu normal
16
–
Kandungan Aflatoxin untuk Manusia Maks. 5 ppb dan untuk hewan Maks.
50 ppb.
Adapun parameter mutu jagung pipilan menurut SNI 01-3920-1995 dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Parameter jagung pipilan menurut SNI 01-3920-1995
Jenis Uji
Kadar air
Butir rusak
Butir warna
lain
Butir pecah
Kotoran
Satuan
Mutu 1
Persyaratan Umum
Mutu 2
Mutu 3
(%)
(%)
(%)
Maksimum 14
Maksimum 2
Maksimum 1
Maksimum 14
Maksimum 4
Maksimum 3
Maksimum 15
Maksimum 6
Maksimum 7
(%)
(%)
Maksimum 1
Maksimum 1
Maksimum 2
Maksimum 1
Maksimum 3
Maksimum 2
2.3.2 Mutu Tepung Jagung
Tepung jagung sebagai produk antara adalah produk yang digunakan
sebagai bahan baku industri. Industri-industri yang menggunakan bahan baku
tepung jagung antara lain industri pangan, industri farmasi, dan industri pakan.
Sebagai produk antara, tepung jagung harus memenuhi permintaan industri
konsumennya secara kuantitas maupun secara kualitas. Penyediaan produk yang
memenuhi mutu yang diinginkan industri pengguna tepung jagung, adalah hal
yang penting untuk menjaga kesinambungan produksi, sekaligus kelangsungan
hidup perusahaannya. Standar mutu tepung jagung ditetapkan oleh negara-negara
penghasil tepung jagung, salah satunya Indonesia.
Mutu tepung jagung
di Indonesia ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia menurut SNI 01 – 3727 – 1995. Standar ini meliputi definisi, syarat
mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan
tepung jagung.
Definisi tepung jagung menurut SNI adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang baik dan bersih. Sedangkan syarat
mutu tepung jagung yang ditetapkan menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 7.
Standar mutu untuk tepung jagung yang digunakan pada kajian selanjutnya adalah
standar menurut Standar Nasional Indonesia.
17
Tabel 7 Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01–3727–1995
No.
1.
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan:
1.1
Bau
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
1.3
Warna
-
Normal
Benda-benda asing
-
Tidak boleh
2.
ada
3.
Serangga dalam bentuk stadia dan
-
potongan-potongan
4.
Jenis pati lain selain pati jagung
Tidak boleh
ada
-
Tidak boleh
ada
5.
Kehalusan:
5.1
Lolos ayakan 80 mesh
%
Min. 70
5.2
Lolos ayakan 60 mesh
%
Min. 99
6.
Air
% b/b
Maks. 10
7.
Abu
% b/b
Maks. 1,5
8.
Silikat
% b/b
Maks. 0,1
9.
Serat kasar
% b/b
Maks. 1,5
10.
Derajat asam
ml.N.NaOH
Maks. 4,0
/100 g
11.
Cemaran logam:
11.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 1,0
11.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10,0
11.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40,0
11.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,05
12.
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
13.
Cemaran mikroba:
Koloni/g
Maks. 106
13.1
Angka lempeng total
13.2
E. coli
APM/g
Maks. 10
13.3
Kapang
Koloni/g
Maks. 104
18
2.4 Manajemen Rantai Pasok
Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali
dikemukakan oleh Oliver & Weber (Pujawan 2005). Jaringan fisik dari rantai
pasok (supply chain) adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir.
Sedangkan manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaannya. Penekanan dalam manajemen rantai pasok adalah pendekatan
atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi antar
perusahaan-perusahaan terkait. Dalam manajemen rantai pasok, interaksi antara
pembeli dan pemasok pada setiap mata rantai mulai dari manufaktur ke pemasok,
distributor ke manufaktur, retailer ke distributor, dan konsumen akhir ke retailer,
memberikan pengaruh yang penting pada kegiatan dalam rantai pasok. Dengan
hubungan yang baik, akan dihasilkan pula pelayanan yang baik bagi konsumen
akhir, dan bersamaan dengan itu terjadi penambahan keuntungan bagi perusahaanperusahaan dalam rantai pasok tersebut.
Wisner (2005) menuliskan bahwa di antara tahun 1950 dan 1960
perusahaan-perusahaan manufaktur melakukan teknik-teknik untuk produksi
masal dengan tujuan reduksi biaya dan meningkatkan produktivitas, dimana relatif
hanya sedikit memperhatikan patrnership dengan pemasok, meningkatkan desain
proses dan meningkatkan mutu produk. Dari tahun 1960 sampai 1970, sistem
material requirements planning (MRP) dan sistem material resource planning
(MRP II) dikembangkan. Pada tahun 1980-an mulai dikembangkan manajemen
rantai pasok dan berlanjut terus hingga kini.
Perlunya koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada rantai pasok
karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu rantai pasok pada intinya
ingin memuaskan konsumen akhir yang sama. Perusahaan-perusahaan tersebut
harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat
waktu, dan dengan mutu yang bagus. Dalam pengelolaan rantai pasok terdapat
tantangan-tantangan yakni kompleksitas struktur rantai pasok dan terdapatnya
ketidak-pastian. Kompleksitas manajemen rantai pasok terjadi karena melibatkan
banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan, pihak-pihak tersebut biasanya
memiliki kepentingan yang berbeda-beda, sehingga tidak jarang terdapat konflik
19
antara satu dengan yang lainnya. Ketidak-pastian yang pertama adalah ketidakpastian permintaan, biasanya dari arah distributor atau retailer atau konsumen
akhir. Ketidak-pastian kedua adalah dari arah supplier, berupa lead time
pengiriman bahan baku yang tidak pasti, ketidak-pastian harga, demikian pula
jumlah dan mutu bahan baku. Ketidak-pastian lainnya adalah dari dalam
manufaktur seperti kerusakan mesin, tidak hadirnya tenaga kerja, mutu produk
yang tidak pasti. Tantangan-tantangan yang terjadi dalam rantai pasok seperti
yang diuraikan tersebut perlu diminimalisir agar kegiatan-kegiatan sepanjang
rantai pasok dalam berlangsung dengan baik untuk dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen akhir yaitu kepuasan konsumen.
2.5 Jaringan syaraf tiruan
Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) merupakan salah satu
representasi buatan
dari otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan
proses pembelajaran pada otak manusia tersebut (Siang 2009). Dinyatakan pula
oleh Fausett (1994) bahwa jaringan syaraf tiruan adalah pemrosesan suatu
informasi yang terinspirasi oleh sistim sel syaraf biologi, sama seperti otak yang
memproses suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah
struktur yang baru dari sistim pemrosesan informasi. Jaringan syaraf tiruan
memiliki kelebihan yaitu dapat mengingat dan membuat generalisasi dari apa
yang sudah ada sebelumnya. Sehingga dengan menggunakan jaringan syaraf
tiruan dapat dikenali pola data berdasarkan data input di masa lalu yang dapat
mempermudah dalam melakukan peramalan.
Jaringan syaraf tiruan berkembang secara pesat pada beberapa tahun
terakhir, dan telah dikembangkan sebelum adanya suatu komputer konvensional
yang canggih dan terus berkembang walaupun pernah mengalami masa vakum
selama beberapa tahun. Tahun 1943 McCulloch dan Pitts memperkenalkan
jaringan syaraf tiruan, dimana saat itu disimpulkan bahwa kombinasi beberapa
neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan meningkatkan kemampuan
komputasi. McCulloch dan Pitts mengusulkan pembobotan jaringan diatur dengan
fungsi logika sederhana. Fungsi aktivasi yang dipakai dalam jaringan ini adalah
fungsi treshlod.
20
Pengembangan model jaringan perceptron dilakukan oleh Rosenblatt pada
tahun 1958, dengan memperkenalkan metode pelatihan untuk mengoptimalkan
hasil iterasinya. Pada tahun 1960 Widrow dan Holf memperkenalkan aturan
pelatihan jaringan yang merupakan pengembangan perceptron. Aturan ini dikenal
sebagai aturan delta atau disebut juga kuadrat rata-rata terkecil. Aturan ini akan
mengubah bobot perceptron bila keluaran yang diperoleh tidak sesuai dengan
target yang ingin dicapai. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan oleh para
peneliti tersebut menggunakan jaringan dengan layer tunggal (single layer). Pada
tahun 1986 Rumelhart mengembangkan perceptron menjadi backpropagation,
yang memungkinkan jaringan menggunakan beberapa layer. Jaringan syaraf
tiruan ini juga dikembangkan oleh Kohonen pada 1972 dan Hopfield pada tahun
1982. Sejak tahun 1990 aplikasi model-model jaringan syaraf tiruan banyak
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata.
Beberapa aplikasi jaringan syaraf tiruan
antara lain pengenalan pola
(Pattern Recognition), Signal Processing, dan Forecasting atau peramalan (Siang,
2009). Pada pengenalan pola data, jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk
mengenali pola seperti huruf, angka, tanda tangan, yang sudah sedikit berubah.
Sama halnya dengan otak manusia yang masih mengenali orang yang sudah lama
tak bertemu. Berdasarkan kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengingat dan
melakukan generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya, maka jaringan
syaraf tiruan juga dapat digunakan untuk meramalkan atau melakukan prakiraan
tentang apa yang terjadi di masa datang berdasarkan pola data masa lalu. Selain
itu jaringan syaraf tiruan juga digunakan di bidang kontrol, bidang kedokteran dan
bidang lainnya.
Selain kelebihan-kelebihannya yang dapat diaplikasikan dalam berbagai
bidang, jaringan syaraf tiruan juga memiliki keterbatasan. Keterbatasannya adalah
hasil yang diperoleh tidak akurat, dan hanya bekerja berdasarkan pola yang
terbentuk pada inputnya.
2.5.1 Arsitektur Jaringan
Beberapa arsitektur jaringan pada jaringan syaraf tiruan adalah jaringan
layar tunggal (single layer) dan jaringan layar jamak (multi layer network). Pada
awal pengenalannya arsitektur jaringan yang digunakan adalah jaringan layar
21
tunggal. Pada perkembangan selanjutnya analisis permasalahan dengan jaringan
syaraf tiruan menggunakan jaringan layar jamak.
Dalam jaringan layar tunggal (single layer network), input neuron
dihubungkan langsung dengan neuron outputnya. Semua unit input (X1, X2, ...,
Xn) dihubungkan dengan semua unit output (Y1, Y2, ..., Ym). Nilai Wji
menunjukkan bobot hubungan antara unit input ke-i dengan unit output ke-j.
Bobot-bobot yang saling independen akan dimodifikasi untuk meningkatkan
keakuratan hasil selama proses pelatihan. Bentuk jaringannya dapat dilihat pada
Gambar 6.
w11
X1
Y1
wj1
wm1
w1i
wji
Xi
Yj
wmi
w1n
Xn
wjn
Ym
wmn
Gambar 6 Jaringan layar tunggal (Siang 2009).
Dalam jaringan layar jamak (multi layer network) terdapat unit-unit neuron
lain yang disebut layar tersembunyi (hidden layer) dimana unit-unit neuron ini
tidak saling berhubungan satu sama lainnya sama seperti neuron-neuron pada
layar input dan neuron-neuron pada layar output.
v11
X1
Y1
vp1
w11
Z1
v1i
Xi
vpi
Xn
Yj
w1p
Zp
v1n
wj1
wm1
wjp
wmp
vpn
Ym
Gambar 7 Jaringan layar jamak.
Pada jaringan layar jamak terdapat sebanyak n unit neuron input (X1, X2, ...,
Xn), sebuah layar tersembunyi dengan sebanyak p unit neuron (Z1, ..., Zp) dan
22
sebanyak m unit neuron output (Y1, Y2, ..., Ym). Bentuk arsitektur jaringan layar
jamak ditunjukkan pada Gambar 7.
Keterbatasan jaringan syaraf tiruan layar tunggal diatasi dengan menambah
satu atau beberapa layar tersembunyi di antara layar input dan layar output.
Penambahan beberapa layar tersembunyi dapat memberikan manfaat
dalam
penyelesaian beberapa persoalan, namun memerlukan waktu yang lama untuk
proses pelatihan. Pada umumnya dilakukan dengan satu layar tersembunyi.
Gambar 8
menunjukkan arsitektur backpropagation. Vji merupakan bobot
hubungan unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj merupakan obot
dari unit layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan bobot dari
neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.
v10
1
vj0
vp0
w10
1
wk0
wm0
w11
v11
X1
Z1
vj1
Y1
wk1
wm1
vp1
v1i
Zj
Xi
w1p
wkp
vpi
v1n
Yk
wmj
vji
Xn
w1j
wkj
vjn
Zp
Ym
wmp
vpn
Gambar 8 Arsitektur jaringan pada backpropagation.
2.5.2 Algoritma Backpropagasi Umpan Balik
Pelatihan propagasi umpan balik (Feed Forward Back Propagation) berbasis
jaringan syaraf tiruan meliputi 3 fase (Siang 2009).
Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari
layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Selama propagasi maju, sinyal masukan (= xi ) dipropagasikan ke
layer tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari
setiap unit layar tersembunyi (= zj ) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi
23
ke layer tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan.
Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (= yk ).
Berikutnya, keluaran jaringan (= yk ) dibandingkan dengan target yang harus
dicapai (= tk ).Selisih dari tk terhadap yk yaitu (tk− yk ) adalah kesalahan yang t
terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka
iterasi dihentikan. Namun bila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya,
maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi
kesalahan yang terjadi.
Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan
target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut
dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan
unit-unit di layar keluaran. Berdasarkan kesalahan tk− yk, dihitung faktor δk ( k =
1,2,..., m ) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit k y ke semua unit
tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk . δk juga dipakai untuk mengubah
bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang
sama, dihitung faktor δj ( j = 1,2,…, p ) di setiap unit di layar tersembunyi sebagai
dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layar di
bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang
terjadi. Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi
bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar
atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layar keluaran
didasarkan atas δk yang ada di unit keluaran.
Ketiga fase terebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah
iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan
yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Bidang peramalan (forecasting) merupakan salah satu bidang dimana
jaringan syaraf tiruan dapat diaplikasikan. Backpropagation dapat digunakan
dalam melakukan peramalan seperti prediksi permintaan suatu produk di masa
24
mendatang, prediksi nilai penjualan dan lain sebagainya. Peramalan ini didasarkan
pada data yang diperoleh pada masa lalu.
Dalam memecahkan masalah peramalan, variabel yang diperhatikan adalah
variabel yang mempengaruhi output peramalan yang akan dicapai. Terdapat dua
model dalam peramalan yaitu model peramalan berdasarkan runtun waktu (time
series) dan model kausal.
Pada model peramalan time series, sejumlah data x1, x2, ..., xn akan
digunakan untuk memperkirakan nilai xn+1. Dengan backpropagation, sebagian
data dipakai sebagai pelatihan untuk mencapai bobot yang optimal. Periode
ditentukan secara intuitif tergantung variabel yang akan diprediksi. Banyaknya
data
dalam
satu
periode
digunakan
sebagai
banyaknya
input
dalam
backpropagation. Sebagai contoh, apabila diambil periode bulanan selama
setahun, maka data yang digunakan sebagai target adalah data bulan pertama
setelah periode berakhir.
Pada model peramalan kausal, unit-unit neuron input merupakan variabelvariabel yang mempengaruhi neuron output. Neuron output y merupakan variabel
yang diramalkan dan dipengaruhi oleh variabel-variabel input.
Pada backpropagation ini belum ada teori yang secara pasti dapat
digunakan dalam penentuan jumlah layar. Pada awalnya dicoba dengan jaringan
kecil lebih dahulu, jika terdapat kesalahan maka jaringan diperbesar dengan
menambahkan neuron pada layar tersembunyi, atau dapat menambah layar
tersembunyi.
2.6 Proses Hirarki Analitik
Menurut Saaty (1993), Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy
Process) adalah suatu model yang memberikan kesempatan untuk membangun
gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi dan pemecahan
yang diinginkan. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP),
suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berfikir yang
terorganisir sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil
keputusan yang efektif atas persoalan tersebut dan persoalan yang kompleks
25
dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya
(Marimin 2004).
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan
keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami
oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP,
proses keputusan yang kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan
yang Iebih kecil yang dapat ditangani dengan lebih mudah. Struktur yang
berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub kriteria
yang paling dalam, Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi
inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan, dan memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis
sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi
penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi
sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau
hierarki harus distruktur ulang. AHP juga mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada
perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Dengan demikian AHP
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Namun selain kelebihan-kelebihan di atas, AHP juga memiliki kekurangan.
Salah satu kekurangan yang paling sering disorot adalah fenomena perubahan
ranking (rank reversal). Di sisi lain, situasi pengambilan keputusan seringkali
dihadapkan pada kondisi di mana pengambil keputusan adalah satu kelompok
yang terdiri atas beberapa individu. Dalam konteks pengambilan keputusan
kelompok terdapat dua cara untuk menggabungkan pendapat dalam AHP. Pertama
adalah secara deterministik dan kedua adalah secara statistika atau stokastika.
Penggabungan secara deterministik ini sesuai jika jumlah pengambil keputusan
yang terlibat tidak banyak dan mereka berinteraksi dalam frekuensi yang cukup
sering
sehingga
keputusan
konsensus
sangat
mungkin
dicapai.
Cara
menggabungkan pendapat secara deterministik adalah dengan cara mengambil
nilai rata-rata geometris (Saaty, 1988). Di pihak lain, jika jumlah pengambil
keputusan banyak atau sangat banyak (umumnya di atas tiga puluh) dan tersebar
26
secara geografis sehingga pengambil keputusan sulit untuk saling berinteraksi satu
dengan lain, maka pendekatan stokastika adalah pendekatan yang paling sesuai.
Adapun cara kerja dari AHP
adalah dengan membagi permasalahan
kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik kedalam sub bagian-sub
bagian yang lebih sederhana untuk kemudian diatur menjadi sebuah hirarki.
Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara
subyektif tentang anti panting suatu variabel tersebut secara relatif dibandingkan
dengan variabel yang lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi
dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem.
Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP pada dasarnya terdiri dari (1)
Penyusunan Hierarki.Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki. Struktur hierarki dalam AHP terdiri dari goal atau tujuan, kriteria dan
alternatif. Goal berada pada tingkat yang paling atas disusul kriteria di bawahnya
dan selanjutnya adalah alternatif. (2) Penilaian Kriteria dan alternatif. Kriteria
dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988),
untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Matriks yang terdiri dan penilaian terhadap tingkat
kepentingan secara relatif terbentuk dari skala yang digunakan untuk
memberikan penilaian yang dimaksud. Adapun skala yang digunakan dalam
pemberian nilai adalah :
Tabel 8 Skala pemberian nilai dalam AHP
Nilai
1
3
5
7
9
2,4,6,8
1/(1-9)
Keterangan
Sama penting (equal)
Sedikit lebih penting (moderate)
Jelas lebih penting (strong)
Sangat jelas lebih penting (very strong)
Mutlak lebih penting (extreme)
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
Sumber : Saaty (1993)
Penentuan Prioritas.Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan
27
relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai
dengan judgment yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.(4) Konsistensi Logis. Semua elemen
dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan
suatu kriteria yang logis.
2.7 Logika Fuzzy
Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input
ke dalam suatu ruang output. Konsep logika fuzzy pertama sekali diperkenalkan
oleh Professor Lotfi A.Zadeh dari Universitas California, pada bulan Juni 1965.
Logika fuzzy merupakan generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua
nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Kusumadewi dan Hari (2004) menyatakan
bahwa pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan µ A [x], memiliki 2 kemungkinan, yaitu :
1.
1 ( Satu), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan
2. 0 (Nol), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota suatu
himpunan
Kusumadewi dan Hari (2004) menyebutkan bahwa dalam memahami
sistem fuzzy, yaitu :
a. Variabel fuzzy
Variabel yang dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur,
temperatur, dan sebagainya.
b. Himpunan fuzzy
Suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu
variabel fuzzy.
Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Terdapat dua atribut dalam himpunan fuzzy, yaitu linguistik dan numeris.
Linguistik merupakan penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan
atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami. Numeris yaitu
suatu angka yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel.
28
c. Semesta pembicaraan
Keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu
variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real
yang senantiasa naik secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta
pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
d. Domain
Keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh
dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Domain merupakan himpunan
bilangan real yang senantiasa naik secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai
domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
2.8 Sistem inferensi fuzzy
Sistem inferensi fuzzy merupakan kerangka komputasi yang didasarkan pada
teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy. Menurut
Septiani dan Marimin (2005) Fuzzy Inference System juga dikenal sebagai fuzzy
rule based system, fuzzy model, fuzzy assosiative memory, fuzzy controller (ketika
digunakan pada proses kontrol).
Dalam membangun sebuah sistem fuzzy dikenal beberapa metode
penalaran, antara lain (Wahyu dan Afriyanti 2009) : metode Tsukamoto, metode
Mamdani dan metode Sugeno. Masing-masing metode berbeda untuk perhitungan
maupun respon keluarannya.
Metode sugeno merupakan metode inferensi fuzzy untuk aturan yang
direpresentasikan dalam bentuk IF – THEN, dimana output (konsekuen) sistem
tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear
(Kusumadewi 2002). Metode ini diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno Kang pada
tahun 1985. Model Sugeno menggunakan fungsi keanggotaan Singleton yaitu
fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp
tunggal dan 0 pada nilai crisp yang lain.
Ada 2 model fuzzy dengan metode Sugeno ( yaitu sebagai berikut: 1)
Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol, dan 2) Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu. Secara
umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde Nol adalah:
29
IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o… o (xN is AN) THEN z=k
dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-I sebagai antesenden, dan k adalah suatu
konstanta (tegas) sebagai konsekuen.
Adapun bentuk model fuzzy Sugeno Orde-Satu adalah :
IF (x1 is A1) o… o (xN is AN) THEN z = p1*x1+… + pN*xN+q
dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai antesenden, dan pi adalah suatu
konstanta (tegas) ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
Tahapan-tahapan dalam metode Sugeno yaitu 1) Pembentukan himpunan
Fuzzy, 2) Aplikasi fungsi implikasi, dan 3) Defuzzifikasi ( Defuzzification ).
Masing-masing tahapan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
2.8.1 Pembentukan himpunan fuzzy
Pada tahapan ini variabel input (crisp) dari sistem fuzzy ditransfer ke
dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran
dari premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap
ini mengambil nilai-nilai crisp dan menentukan derajat di mana nilai-nilai tersebut
menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai.
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya yang
memiliki interval antara 0 sampai 1. Fungsi keanggotaan μ memetakan elemen x
dari himpunan semesta X, ke sebuah bilangan μ[x], yang menentukan derajat
keanggotaan dari elemen dalam himpunan fuzzy A.
A = {(x, μ[x] ) | x X}
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Kusumadewi dan Hari
(2004) menyebutkan bahwa terdapat beberapa fungsi yang dapat digunakan, yaitu
:1) Representasi linier, 2) Representasi kurva segitiga, 3) Representasi kurva
trapesium, 4) Representasi kurva bentuk bahu, 5) Representasi kurva-S, 6)
Representasi kurva bentuk lonceng.
30
Representasi linier
Fungsi keanggotaan: Linear naik
x≤a
0;
μ[x] = (x – a)/(b – a);
a≤x≤b
x≥b
1;
1
μ(x)
0
domain
a
b
Gambar 9 Representasi linear naik.
•
Fungsi keanggotaan: Linear turun
μ[x] = (b - x)/(b – a);
0;
a≤x≤b
x≥b
1
μ(x)
0
a
domain
Gambar 10 Representasi linear turun.
b
31
Representasi kurva segitiga
Fungsi keanggotaan:
x ≤ a atau x ≥ c
0;
μ[x] = (x – a)/(b – a);
a≤ x≤b
(c – x)/ (c – b)
b≤ x≤c
1
μ(x)
0
a
c
b
Gambar 11 Representasi kurva segitiga.
Representasi kurva trapesium
Fungsi keanggotaan:
x ≤ a atau x ≥ d
0;
μ[x] =
(x – a)/(b – a);
a≤ x≤b
1;
b≤ x≤c
(d – x)/ (d – c)
x≥d
1
μ(x)
0
a
Gambar 12 Representasi kurva trapesium.
b
c
d
32
2.8.2 Aplikasi fungsi implikasi
Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan
berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan
dalam fungsi implikasi adalah sebagai berikut IF x is A THEN y is B. Dengan x
dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang
mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan proposisi yang mengikuti
THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan menggunakan
operator fuzzy seperti,
IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o…o (xN is AN) THEN y is B
dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).
Secara umum fungsi implikasi yang dapat digunakan yaitu 1)
Min
(minimum), fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy; dan 2) Dot (
product), fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy. Pada metode Sugeno
ini, fungsi implikasi yang digunakan adalah fungsi min.
2.8.3 Defuzzifikasi
Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari
proses komposisi dan output adalah sebuah nilai (crisp). Untuk aturan IF-THEN
fuzzy dalam persamaan RU(k) = IF x1 is A1k and… and xn is Ank THEN y is Bk,
dimana A1k dan Bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam Ui R (U dan V
adalah domain fisik), i = 1, 2, … , n dan x = (x1, x2, … , xn) U dan y V berturutturut adalah variabel input dan output ( linguistik) dari sistem fuzzy. Pada metode
Sugeno defuzzification dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA) :
α1z1 + α2z2 + α3 z3 +… + αnzn
WA = --------------------------------------------α1 + α2 + α3 +… + αn
2.9 Peramalan
Peramalan adalah suatu proses dalam menggunakan data historis (data
masa lalu) yang telah dimiliki untuk diproyeksikan ke dalam sebuah model dan
menggunakan model ini untuk memperkirakan keadaan di masa mendatang.
33
Tujuan dari peramalan adalah untuk menentukan jumlah permintaan produk pada
masa yang akan datang. Dalam melakukan peramalan perlu ditentukan batasanbatasan, yaitu produk yang diminta sudah teridentifikasi dan jumlah produk yang
diminta dapat dibuat produsen.
Gambar 13 menunjukkan empat pola data permintaan (Makridakis, 1983)
yaitu 1) Horizontal atau fluktuasi data sekitar rata-rata yang konstan; 2) Trend,
atau
kenaikan/penurunan
rata-rata
yang
sistematis;
3)
Seasonal,
kenaikan/penurunan yang berulang tergantung pada waktu, hari, minggu, bulan,
musim; 4) Siklis, atau kenaikan/penurunan yang bertahap untuk periode yang
panjang; 5) Random, tidak dapat diramalkan.
Gambar 13 Pola data peramalan.
Makridakis (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang juga harus
dipertimbangkan
sebelum
mempergunakan
teknik
peramalan
yaitu:
1)
Menentukan apa yang akan diramalkan; 2) Memilih metode peramalan yang akan
digunakan; 3)
Menentukan jenis Hardware atau Software yang akan
dipergunakan. Adapun tahapan dalam menentukan apa yang akan diramalkan
yaitu 1) membuat peramalan untuk family produk berdasarkan kesamaan
permintaan, proses dan sebagainya; 2) menguraikan menjadi masing-masing
kelompok item; 3) Menentukan satuan unit yang digunakan. Dalam hal memilih
metoda peramalan yang akan digunakan dapat menggunakan 1) Judgment method,
berdasarkan opini manajer, pakar atau hasil survey; 2) Causal method,
34
mempergunakan data masa lalu sebagai variabel bebas; 3) Time series Analysis,
pendekatan statistik yang menitik beratkan pada data permintaan masa lalu untuk
diproyeksikan ke masa mendatang.
Tahapan peramalan terdiri dari delapan tahap yaitu 1) Plot data permintaan
vs. waktu; 2) Pilih beberapa metoda peramalan sesuai dengan pola data hasil plot
data permintaan; 3) Lakukan perhitungan dan pengujian peramalan dengan
menggunakan metode peramalan sesuai plot data; 4) Evaluasi kesalahan
peramalan berdasarkan kriteria kesalahan peramalan; 5) Pilih metoda peramalan
dengan kesalahan peramalan terkecil; 6) Lakukan verifikasi peramalan
berdasarkan metode peramalan terpilih; 7) Interpretasi hasil verifikasi peramalan;
8) Hitung peramalan permintaan untuk periode mendatang sesuai dengan
kebutuhan perencanaan produksi dengan menggunakan metode peramalan
terpilih. Pada dasarnya, peramalan dengan komputer dapat menggunakan 1)
Sistem manual. User memilih teknik peramalan yang akan digunakan dan
menentukan parameternya; 2) Sistem semi-automatic. User menentukan teknik
peramalan, tetapi program yang akan menentukan parameter untuk model
tersebut; atau 3) Sistem automatic. Program mengamati data dan mengusulkan
teknik peramalan yang sesuai. Beberapa model peramalan sesuai dengan
taksonomi peramalan ditunjukkan pada Gambar 14.
Linier
Kuadratik
Regresi
Eksponensial
Model
Kualitatif
Siklik
Time
Series
Peramalan
Rata-rata
Model
Kuantitatif
Moving
Average
Metode
Smoothing
Kausal
Exponential
Smoothing
Dekomposisi
Gambar 14 Taksonomi model peramalan.
35
Pada model time series, permintaan merupakan fungsi dari waktu. Pola
permintaan ada masa yang akan datang diperkirakan serupa atau identik dengan
pola data masa lalu. Model ini dikembangkan berdasarkan informasi masa lalu,
dengan variabel tidak bebas dan asumsi, bahwa variabel tidak bebas ini akan
memiliki pola yang sama dengan masa lalu.
Model Single Moving Average (SMA) berasumsi bahwa nilai rata-rata
beberapa periode terbaru baik digunakan untuk memperkirakan pola mendatang.
Model ini cocok untuk pola data tanpa trend
Ft
Dt Dt
S 't
Dt 2 ... Dt
n
1
S 't S 't
S ' 't
1
S 't 2 ... S 't
n
S 't ( S 't S ' 't )
at
2
bt
Ft
jumlah n demand terakhir
n
N 1
m
Dt
1
Dt
2
... Dt
n
n
n 1
n 1
2S 't S ' 't
(St' St'' )
at
bt m
Model Double Moving Average merupakan SMA yang dirata-ratakan
kembali untuk mendapatkan trend. Model ini cocok digunakan untuk pola data
trend. Penyesuaian merupakan perbedaan antara SMA dan DMA pada waktu t
(S’t-S’’t). Penyesuaian digunakan untuk trend dari periode t ke periode t+1 ( atau
periode t+m jika diramalkan untuk m periode mendatang).
Single Exponential Smoothing digunakan pada data yang tidak mempunyai
bobot yang sama,dimana data terbaru akan mempunyai nilai prediksi tertinggi.
Oleh karena itu data terbaru harus diberi bobot lebih besar daripada data
sebelumnya
Ft
Ft
1
( Dt
1
Ft 1 )
36
Metode Double Exponential Smoothing (Metode Linier Brown) digunakan
untuk pola data yang ada trend. Penyesuaian dari SES dilakukan dengan
penambahan satu parameter
St'
Dt (1
St''
at
bt
St' (1
)St'
1
)St'' 1
S 't ( S 't S ' 't )
(St' St'' )
1
Ft
2S 't S ' 't
m
at
bt m
Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara
variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel
independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola
pertumbuhan dari data historis bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak
linier 100%). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang
menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
Y(t) = a + bt
dimana Y merupakan fungsi terhadap waktu. Variabel a dan b adalah parameter
yang kan ditentukan dalam perhitungan. Rumus- rumus dalam menghitung
variabel a dan b adalah sebagai berikut :
N
N
t 1
b
t
2
t
t 1
2
N
N
1
N
Y (t )
t 1
N
a
N
tY (t )
N
t
t 1
t 1
N
1 N
b t
N t1
Y (t )
t 1
Peramalan dengan metode seasonal sangat baik jika digunakan untuk
menghadapi data-data yang berbentuk seasonal. Metode dekomposisi merupakan
metode peramalan time series dengan pendekatan additive dan multiplicative yang
digunakan bila data historis memiliki pola trend, siklis atau musiman. Metode
dekomposisi mencoba memisahkan tiga komponen dari pola dasar yakni faktor
37
trend (kecenderungan) dan musiman. Faktor trend menggambarkan perilaku data
dalam jangka panjang yang dapat meningkat, menurun atu tidak berubah. Faktor
musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan yang
disebabkan oleh hal-hal seperti curah hujan, saat liburan dan lain-lain.
Dekomposisi memiliki asumsi bahwa data tersusun sebagai berikut :
Data = pola + kesalahan (error)
= f(trend, musiman) + kesalahan
Model multiplicative adalah :
Yt
trend * seasonal
kesalahan
Model additive adalah :
Yt
trend
seasonal
kesalahan
Dimana : Yt = nilai observasi pada waktu t.
Pendekatan untuk metode dekomposisi time series biasanya mempunyai
lima langkah, yaitu 1) menghitung centered moving average selama 12 bulan.
Karena rata-ratanya untuk sepanjang tahun, untuk menghilangkan sifat seasonal;
2)memperkirakan index seasonal digunakan rasio dari permintaan aktual centered
moving average selama 12 bulan; 3) menyesuaikan sebuah garis pada data yang
deseasonalized. Intercept dan kemiringan dari garis ini menyediakan nilai yang
dibutuhkan untuk memperkirakan faktor trend; 4) meng-extrapolate garis pada
langkah 3 ke masa yang akan datang, menyediakan sebuah peramalan dari
permintaan apa yang ”like were seasonality non existent”; dan 5) mengkalikan
setiap nilai peramalan deseasonalized dengan index seasonal untuk memperoleh
nilai peramalan final.
Apabila prosedur peramalan tidak bias, rata-rata error peramalan harus
nol. Umumnya, frekuensi error bernilai positif harus sesering frekuensi error
bernilai negatif. Sebenarnya, sebuah peramalan yang tidak bias diperkirakan
untuk menghasilkan serangkaian error yang random, mengikuti distribusi normal,
dengan rata-rata nol. Satu cara untuk mengevaluasi kualitas peramalan adalah
dengan memeriksa plot error seiring dengan berjalannya waktu.
Dalam melakukan peramalan, hasil peramalan yang kita peroleh tidak
mungkin benar-benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai peramalan dengan
nilai yang sesungguhnya dapat kita sebut sebagai error (kesalahan). Melalui nilai
38
kesalahan ini dapat kita lakukan beberapa analisa sehingga kita dapat
membandingkan metode peramalan mana yang paling sesuai dengan data yang
kita miliki serta seberapa baik metode yang digunakan tersebut. Hal ini dapat
diketahui dari perbandingan antara nilai-nilai kesalahan yang dihasilkan oleh
masing-masing metode. Metode yang terbaik / paling sesuai dengan data kita akan
memiliki nilai kesalahan peramalan yang paling kecil. Secara umum perhitungan
kesalahan peramalan dapat dijabarkan sebagai berikut:
ei = xi – Fi
dimana :
ei = kesalahan pada periode ke-i
xi = nilai sesungguhnya pada periode ke-i
Fi = nilai hasil peramalan pada periode ke-i
Jumlah kesalahan peramalan bukan merupakan suatu ukuran yang tepat
untuk menentukan seberapa efektif metode peramalan yang digunakan tetapi
hanya merupakan ukuran bias atau selisih bias yang dihasilkan. Jumlah kesalahan
yang dihasilkan akan mendekati nilai nol pada metode-metode peramalan regresi.
Untuk menghindari masalah dimana nilai kesalahan peramalan positif
menetralkan nilai kesalahan peramalan negatif maka beberapa alternatif metode
kesalahan peramalan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:
Mean Square Error (MSE)
N
ei
MSE
2
i 1
N
Mean Absolute Error (MAE)
N
ei
MAE
i 1
N
Mean Absolute Percent Error (MAPE)
n
MAPE
t 1
PE
n
t
39
Tracking signal dihitung sebagai jumlah kesalahan peramalan (running
sum forecast error/RSFE) dibandingkan dengan nilai MAD (Mean Absolute
Deviation).
Secara umum, Tracking signal dituliskan sebagai berikut :
Tracking signal (TS) =
=
RSFE
MAD
(data aktual periode i - data peramalan periode i)
MAD
dimana :
MAD =
kesalahan peramalan
n
=
ei
n
n = jumlah periode yang bersangkutan.
Pada Gambar 15 terdapat nilai positif tracking signal yang menunjukkan
bahwa data aktual masih lebih besar dibandingkan dengan data peramalannya.
Sedangkan negatif tracking signal berarti bahwa data aktual lebih kecil
dibandingkan dengan data peramalannya. Sebuah tracking signal yang baik
adalah tracking signal yang memiliki nilai RSFE yang kecil dimana jumlah
kesalahan peramalan positif hampir sama jumlahnya dengan kesalahan peramalan
negatif.
Tracking Signal berada
di luar batas kontrol
Tracking Signal
Upper Control Limit
+
Daerah
penerimaan
0 MAE
Lower Control Limit
Periode
Gambar 15 Tracking signal dalam peramalan.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dengan tepung jagung yang telah dilakukan oleh para
peneliti lebih banyak pada penelitian tentang proses pembuatan produk-produk
40
turunan tepung jagung ke arah hilir. Penelusuran literatur dan penelusuran
penelitian terdahulu yang berkaitan dilakukan terhadap penelitian yang berkaitan
dengan produk jagung, tepung jagung serta kaitannya dengan jaringan syaraf
tiruan dan fuzzy inference system.
Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2004) menggunakan jaringan
syaraf tiruan, dimana penelitian ini membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
model univariat serta model multivariat, dan memperoleh bahwa hasil peramalan
jaringan syaraf tiruan lebih baik dari pada metode statistikal. Erdinç dan Satman
(2005) dalam penelitiannya membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
regresi linier, dan diperoleh hasil bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik daripada
regresi linier dalam melakukann peramalan. Setyawati (2003)
menggunakan
jaringan syaraf tiruan untuk univariat dan multivariat time series
dalam
melakukan peramalan. Nam dan Schaefer (1995) melakukan penelitian tentang
peramalan penumpang pesawat udara dengan jaringan syaraf tiruan. Azadeh et al.
(2008) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan penggunaan energi
listrik. Ferreira et al. (2011)
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk
meramalkan harga dalam konteks agribisnis.
Bhuvanes et al. (2007)
menggunakan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk memprediksi
jumlah pasien pada beberapa bagian perawatan di Virtua Health, New Jersey.
Penelitian ini membandingkan model peramalan menggunakan BPNN dengan
peramalan menggunakan statistical forecasting models. Dari hasil penelusuran
literatur diperoleh bahwa penelitian tentang prediksi produksi jagung dengan
jaringan syaraf tiruan belum pernah dilakukan. Demikian pula belum diperoleh
literatur tentang penelitian atau kajian mengenai prediksi permintaan tepung
jagung menggunakan jaringan syaraf tiruan.
Dari penelusuran terhadap penelitian terdahulu, dapat diperoleh bahwa
penelitian tentang rancang bangun model penyediaan tepung jagung pada rantai
pasok industri berbasis jagung dapat dikaji lebih lanjut, sebagai suatu kebaruan
dalam pengembangan ilmu di bidang manajemen pada agroindustri.
41
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Permasalahan pada industri tepung jagung adalah bagaimana industri ini
dapat memproduksi dan menyediakan jumlah tepung jagung dan mutu tepung
jagung yang memenuhi syarat kepada konsumennya. Sebagai salah satu bagian
dari rantai pasok industri berbasis jagung, jumlah dan mutu tepung jagung yang
diproduksi sangat tergantung dari bahan baku berupa jagung pipilan. Sedangkan
penyediaan jumlah dan mutu jagung pipilan oleh pengumpul atau petani
tergantung pada jagung yang diproduksi di sentra jagung.
Penyediaan tepung jagung berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang terdapat
pada rantai pasok industri berbasis jagung dimulai dari produksi jagung pada
sentra jagung, penyediaan jagung pipilan dengan berbagai mutu, penyediaan
tepung jagung pada industri jagung, dan kebutuhan industri pengguna tepung
jagung. Tepung jagung yang disediakan tidak hanya berkenaan dengan
jumlahnya, tapi yang cukup penting adalah mutu tepung jagung tersebut. Mutu
produk merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena mutu merupakan
syarat dari produk yang akan dipasarkan. Tuntutan tentang mutu produk ini sangat
ketat terutama oleh negara luar dimana produk dari produsen dapat ditolak oleh
karena mutu yang tidak memenuhi standar walaupun jumlahnya telah memenuhi
permintaan.
Sehubungan dengan hal tersebut timbul beberapa pertanyaan yang
seyogyanya dapat diselesaikan untuk menjawab permasalahan di atas. Pertanyaan
tersebut antara lain: (a) bagaimana jumlah jagung yang diproduksi pada sentra
jagung dapat diprediksi?; (b) bagaimana jagung pipilan sebagai bahan baku
tepung jagung dapat dikelompokkan sesuai standar yang ditentukan?; (c)
bagaimana tepung jagung yang dihasilkan oleh industri tepung jagung dapat
memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan konsumennya; (d) bagaimana
permintaan konsumen tepung jagung dapat diprediksi. Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dirancang model penyediaan tepung jagung
pada rantai pasok industri berbasis jagung sesuai tujuan dari penelitian ini.
42
Sebagai tahap awal dalam pemodelan ini dilakukan studi pustaka untuk
mempelajari konsep-konsep, teori-teori, dan alat bantu yang berkaitan dengan
tujuan penelitian yang ingin dicapai. Penelusuran pustaka dilakukan melalui bukubuku, jurnal-jurnal, dan laporan penelitian relevan yang pernah dilakukan oleh
para peneliti. Gambar 16 menunjukkan gambaran umum model yang akan
dirancang dan keterkaitannya pada rantai pasok industri berbasis jagung. Model
ini merupakan model penyediaan tepung jagung sepanjang rantai pasok tepung
jagung. Mata rantai meliputi sentra jagung, pedagang atau pengumpul, industri
tepung jagung, dan industri pengguna tepung jagung.
SENTRA
JAGUNG
PENGUMPUL
MODEL
PREDIKSI
PRODUKSI
JAGUNG
MODEL
PENGELOMPOKAN
MUTU JAGUNG
PIPILAN
- Mutu I
- Mutu II
- Mutu III
Jaringan Syaraf
Tiruan,
Peramalan
Statistikal
Fuzzy Inference
System
INDUSTRI
PENGGUNA
TEPUNG
JAGUNG
INDUSTRI TEPUNG JAGUNG
Pemeriksaan
mutu jagung
pipilan
PROSES
PRODUKSI
TEPUNG
JAGUNG
Pemeriksaan
mutu tepung
jagung
MODEL
PENGELOMPOKAN
MUTU TEPUNG
JAGUNG
PENYEDIAAN
TEPUNG JAGUNG
OLEH INDUSTRI
- Jumlah sesuai
permintaan
- Mutu sesuai standar
MODEL
PREDIKSI
PERMINTAAN
TEPUNG
JAGUNG
KEBIJAKAN
Jaringan Syaraf
Tiruan, Peramalan
Time Series
Gambar 16 Keterkaitan model pada rantai pasok industri berbasis jagung.
Model yang akan dirancang merupakan integrasi dari beberapa model antara
lain: (1) model prediksi produksi jagung; (2) model pengelompokan mutu
jagung pipilan; (3) model pengelompokan mutu tepung jagung; (4) model prediksi
permintaan tepung jagung. Beberapa alat analisis yang akan digunakan dalam
model ini adalah: (a) Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Networks) untuk
prediksi produksi jagung; (b) Fuzzy Inference System (FIS) untuk pengelompokan
mutu jagung pipilan dan pengelompokan mutu tepung jagung ; (c) Jaringan Syaraf
Tiruan untuk memprediksi permintaan tepung jagung oleh industri pengguna
tepung jagung.
43
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara garis
besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti tertuang
pada Gambar 17.
Process
ProcessAnalysis
Analysis
Input
InputAnalysis
Analysis
TINJAUAN
TINJAUANPUSTAKA
PUSTAKA
- -Konsep
KonsepManajemen
ManajemenRantai
RantaiPasok
Pasok
- -Konsep
KonsepJaringan
JaringanSyaraf
SyarafTiruan
Tiruan
- -Konsep
KonsepMutu
Mutu
- - Konsep
KonsepFuzzy
Fuzzy
- -Konsep
KonsepFuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
ANALISIS
ANALISISSISTEM
SISTEM
- -Analisis
AnalisisKebutuhan
Kebutuhan
- -Formulasi
FormulasiPermasalahan
Permasalahan
- -Identifikasi
IdentifikasiSistem
Sistem
Output
OutputAnalysis
Analysis
SIMPULAN
SIMPULAN
Disusun
Disusunberdasarkan
berdasarkanhasil
hasil
penelitian
penelitianyang
yangdiperoleh.
diperoleh.
PERANCANGAN
PERANCANGANMODEL
MODEL
TUJUAN
TUJUANPENELITIAN
PENELITIAN
dihasilkannya
dihasilkannyamodel
model
penyediaan
penyediaantepung
tepungjagung
jagung
pada
padarantai
rantaipasok
pasokindustri
industri
berbasis
jagung
berbasis jagung
Model
ModelPrediksi
PrediksiProduksi
Produksi
Jagung
Jagung
Model
ModelPengelompokan
Pengelompokan
Mutu
MutuJagung
JagungPipilan
Pipilan
PERUMUSAN
PERUMUSANMASALAH
MASALAH
- -Bagaimana
Bagaimanajumlah
jumlahjagung
jagung
yang
yangdiproduksi
diproduksipada
padasentra
sentra
jagung
dapat
diprediksi?
jagung dapat diprediksi?
- -Bagaimana
Bagaimanajagung
jagungpipilan
pipilan
sebagai
sebagaibahan
bahanbaku
bakutepung
tepung
jagung
jagungdapat
dapatdikelompokkan
dikelompokkan
sesuai
sesuaistandar
standaryang
yang
ditentukan?
ditentukan?
- -Bagaimana
Bagaimanatepung
tepungjagung
jagung
yang
yangdihasilkan
dihasilkanoleh
olehindustri
industri
tepung
jagung
dapat
tepung jagung dapat
dikelompokkan
dikelompokkansesuai
sesuai
standar
standarmutu
mutu
- -Bagaimana
Bagaimanapermintaan
permintaan
industri
industripengguna
penggunatepung
tepung
jagung
jagungdapat
dapatdiprediksi
diprediksi
Model
ModelPengelompokan
Pengelompokan
Mutu
MutuTepung
TepungJagung
Jagung
Model
ModelPrediksi
PrediksiPermintaan
Permintaan
Tepung
Tepungjagung
jagung
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASIMODEL
MODEL
FENOMENA
FENOMENA
Belum
Belumdipenuhinya
dipenuhinya
penyediaan
penyediaantepung
tepungjagung
jagung
secara
secarajumlah
jumlahdan
danmutu
mutu
REKOMENDASI
REKOMENDASI
Dibuat
Dibuatberdasarkan
berdasarkan
hasil
hasilpenelitian
penelitian
Gambar 17 Kerangka pemikiran penelitian.
3.2 Tahapan Penelitian
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah melakukan studi literatur dan
melakukan observasi lapangan tentang produksi jagung, produk jagung pipilan,
produk
tepung
jagung,
serta
penelitian-penelitian
yang
terkait
serta
perkembangannya saat ini. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
dan elemen-elemen dalam sistem, dalam rangka membangun model yang akan
44
dirancang pada penelitian ini. Tahap selanjutnya adalah melakukan rancangan
sub-model yang terdapat dalam model. Untuk menjalankan sub model yang
terdapat dalam model rancangan, dibutuhkan data yang berkaitan dengan setiap
sub model yang ada. Secara lengkap tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram
yang tertuang dalam Gambar 18.
Mulai
Mulai
Penelusuran
Penelusuran
literatur
literatur
Pemetaan
Pemetaan
pemasok
pemasok
jagung
jagungpipilan
pipilan
Pemetaan
Pemetaan
sentra
sentrajagung
jagung
Penentuan
Penentuan
jumlah
jumlah
produksi
produksi
jagung
jagungpipilan
pipilan
Luas
Luas
panen
panen
Produksi
Produksi
jagung
jagung
per
perbulan
bulan
Curah
Curah
hujan
hujan
Model
Model
prediksi
prediksi
produksi
produksi
jagung
jagung
Standar
Standar
mutu
mutu
jagung
jagung
pipilan
pipilan
Model
Model
pengelompokan
pengelompokan
mutu
mutujagung
jagung
pipilan
pipilan
Observasi
Observasi
lapangan
lapangan
Standar
Standar
mutu
mututepung
tepung
jagung
jagung
Identifikasi
Identifikasi
industri
industri
pengguna
pengguna
tepung
tepungjagung
jagung
Penentuan
Penentuankriteria
kriteria
mutu
mututepung
tepungjagung
jagung
yang
yangberpengaruh
berpengaruh
Model
Model
pengelompokan
pengelompokanmutu
mutu
jagung
jagungpipilan
pipilan
Model
Modelprediksi
prediksi
permintaan
permintaan
tepung
jagung
tepung jagung
Pemeriksaan
Pemeriksaanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Evaluasi
Evaluasi
penyediaan
penyediaan
tepung
tepungjagung
jagung
dan
dankebijakan
kebijakan
Selesai
Selesai
Gambar 18 Tahapan penelitian.
Sub-model prediksi produksi jagung dibuat untuk meramalkan berapa
jumlah produksi jagung pada sentra jagung. Jaringan saraf tiruan digunakan untuk
meramalkan produksi ke depan dengan menggunakan model kausal. Diawali
dengan melakukan pengambilan data tentang produksi jagung, luas panen pada
sentra jagung di Indonesia, dan curah hujan. Pengambilan data dilakukan pada
instansi terkait dan melalui studi literatur. Data ini merupakan input pada sub
model prediksi produksi jagung ke depan. Hasil prediksi produksi jagung
45
berkaitan dengan jumlah jagung pipilan sebagai bahan baku industri tepung
jagung.
Berbagai pasokan jagung dari sentra jagung, juga berdampak pada
diperolehnya berbagai variasi mutu jagung pipilan. Mutu jagung pipilan yang
dipasok akan dikelompokkan menjadi beberapa standar mutu sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3920-1995). Sub model pengelompokan mutu jagung
pipilan dibuat sebagai bagian dari model penelitian. Dalam sub model ini akan
dilakukan pengelompokan mutu jagung pipilan dengan pendekatan fuzzy inference
system.
Bervariasinya mutu jagung pipilan ini berpengaruh kepada mutu produk
tepung jagung yang dihasilkan oleh pabrik tepung jagung. Standar Nasional
Indonesia (SNI 01–372 –1995) telah menetapkan syarat mutu tepung jagung
menurut kriteria mutu dengan syarat mutu untuk masing-masing kriteria. Kriteria
yang telah ditetapkan menurut
Standar Nasional Indonesia tidak seluruhnya
digunakan oleh konsumen sebagai standar bahan bakunya. Kriteria mutu ini
digunakan pada pemeriksaan hasil produksi pada industri tepung jagung.
Dengan diperolehnya jumlah produksi jagung, jumlah produksi dan
klasifikasi mutu jagung pipilan, akan diperoleh pula jumlah produksi tepung
jagung dengan standar mutu yang dinginkan. Di lain pihak industri pangan, dan
industri bahan kimia lain sebagai konsumen dari industri tepung jagung
membutuhkan bahan baku tepung jagung baik dari sisi jumlah maupun mutu
tepung jagung. Jumlah dan mutu bahan baku ini juga akan berpengaruh kepada
jumlah dan mutu produk yang akan dihasilkan industri-industri tersebut. Sub
model prediksi permintaan tepung jagung oleh industri pangan, dan bahan kimia
lain bertujuan untuk memperoleh jumlah bahan baku yang perlu dipasok oleh
industri tepung jagung ke industri-industri tersebut. Dalam sub model ini akan
dilakukan prediksi dengan menggunakan data time series.
Berdasarkan prediksi produksi jagung, pengelompokan jagung pipilan,
pemeriksaan mutu bahan baku dan mutu tepung jagung, serta permintaan industri
pengguna tepung jagung, dilakukan analisis tentang pemenuhan penyediaan
tepung jagung. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi apakah penyediaan
46
tepung jagung telah dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang menjadi
konsumennya.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam penelitian ini berbagai data, informasi dan pengetahuan pakar
dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Pengumpulan data, informasi dan
pengetahuan ini dilakukan dengan cara: a) melakukan studi literatur melalui
penelusuran literatur-literatur yang berkaitan dengan bidang yang akan dikaji; b)
melakukan studi tentang dokumentasi yang diperoleh dari instansi terkait,
menelusuri laporan-laporan penelitian yang relevan dengan bidang kajian; c)
memperoleh pengetahuan dari pakar melalui wawancara, diskusi, pengisian
panduan wawancara; d) melakukan studi pada industri tepung jagung.
Data primer dalam penelitian ini adalah data mengenai kriteria uji mutu
tepung jagung. Data ini diperoleh melalui konsultasi dengan pakar dengan
menggunakan panduan wawancara. Data primer lainnya adalah data tentang
standar mutu tepung jagung yang ditetapkan pabrik tepung jagung. Data ini
melalui wawancara dengan pihak pabrik tepung jagung.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data volume ekspor dan impor
jagung, data jumlah produksi jagung pada sentra jagung, luas panen, produktivitas
jagung di Indonesia. Data ini diperoleh dari Direktorat Budidaya Serealia,
Kementerian Pertanian. Data curah hujan diperoleh melalui penelusuran literatur.
Data permintaan tepung jagung berupa data yang di-generate berdasarkan
informasi dari pabrik tepung jagung.
Pakar dalam penelitian ini adalah pakar yang berpengalaman dalam
penelitian-penelitian tentang perjagungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Sumber informasi lainnya adalah Manager Produksi pabrik tepung
jagung PT Amylum Corn Grits Mills.
Pengolahan data pada model prediksi produksi jagung dan model prediksi
permintaan tepung jagung, dilakukan dengan jaringan saraf tiruan, menggunakan
software MATLAB R2010a. Peramalan secara statistikal dalam kedua model
tersebut menggunakan software Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Pada model
pengelompokan mutu jagung pipilan, pengelompokan dilakukan dengan fuzzy
inference system dengan menggunakan MATLAB R2010a.
47
4 ANALISIS SISTEM
4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung
Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari
kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung,
hingga industri pengguna tepung jagung.Pada tingkat petani produktivitas jagung
di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil
jagung lainnya di dunia. Tabel 2 menunjukkan bahwa posisi Indonesia jauh di
bawah Amerika Serikat bahkan masih dibawah rerata produktivitas jagung
dunia.Usaha pemegang kebijakan untuk meningkatkan produktivitas jagung di
tingkat petani dilakukan dengan anjuran teknologi yang terdiri dari beberapa
komponen (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Komponen-komponen tersebut
adalah:1) Penggunaan varietas unggul potensi tinggi, penggunaan benih bermutu;
2) Persiapanlahan; 3) Bercocok tanam; 4) Pengairan; 5) Pemupukan termasuk
penggunaan pupuk organik; 6) Pengendalian jasad pengganggu tanaman (hama
dan gulma); 7) Panen dan pasca panen.Namun usaha ini belum sepenuhnya
menjangkau seluruh petani jagung di daerah di Indonesia. Hal ini menyebabkan
produktivitas jagung yang tidak merata antar satu daerah dengan daerah yang lain.
Pada tingkat pengumpul atau pedagang jagung pipilan terdapat masalah
yaitu bervariasinya jumlah dan mutu jagung yang dipasok oleh petani.
Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik pada tingkat petani
memiliki pengaruh besar terhadap produksi dan mutu jagung yang dihasilkan.
Penanganan panen dan pasca panen ini masih bervariasi pada tingkat petani. Hal
inilah yang mengakibatkan bervariasinya mutu jagung pipilan yang dipasok petani
kepada pengumpul atau pedagang.
Industri tepung jagung menggunakan bahan baku jagung pipilan untuk
memproduksi tepung jagung. Jagung pipilan yang terdapat pada tingkat
pengumpul tidak seluruhnya digunakan sebagai bahan baku tepung jagung.
Proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan ternak telah mencapai 50% dati
total kebutuhan Nasional. Bahkan diperkirakan akan terus meningkat hingga 60%
dari kebutuhan
Nasional (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Keadaan ini
menunjukkan bahwa masih belum dapat dipenuhinya jumlah bahan baku berupa
48
jagung pipilan bagi industri tepung jagung. Volume impor jagung dari negaranegara luar jauh melebihi volume ekpor jagung seperti terlihat pada Tabel 3 dan
Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Industri pengolahan jagung seperti industri tepung
jagung dan industri pati jagung masih belum dapat menjangkau petani baik
teknologi dan modal. Bahkan industri pati jagung merupakan industri berskala
besar yang membutuhkan modal besar pula.
Di tingkat industri pengguna tepung jagung yakni industri pangan, industri
pakan dan industri bahan lainnya, kebutuhan akan bahan baku berupa tepung
jagung juga dipengaruhi oleh kondisi yang telah diuraikan sebelumnya. Industri
pengolahan jagung sebagai industri penyedia bahan baku untuk industri pangan
masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumennya. Pemenuhan bahan baku
bagi industri pangan baik berupa tepung jagung atau pati jagung masih belum
dapat dipenuhi oleh industri pengolahan jagung dalam negeri sehingga harus
diimpor. Hal ini menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan berakibat kepada
harga jual produk yang mahal.
4.2 Analisis Kebutuhan
Analisa kebutuhan merupakan tahap awal dalam melakukan analisis sistem
(Eriyatno, 1999). Dalam analisis sistem pada rantai pasok berbasis jagung ini,
dilakukan analisis kebutuhan dari berbagai stakeholders yang terdapat dalam
rantai
pasok.
Stakeholders
yang
dimaksud
adalah
pihak-pihak
yang
berkepentingan dalam penyediaan jumlah dan mutu tepung jagung pada rantai
pasok jagung. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah petani jagung,
pengumpul jagung pipilan, industri tepung jagung, dan industri pengguna tepung
jagung.
Identifikasi kebutuhan stakeholder adalah sebagai berikut:
1) Petani jagung
a) Kemudahan memperoleh benih yang bermutu
b) Kemudahan memperoleh informasi dari pemegang kebijakan
c) Kemudahan memperoleh pengetahuan tentang panen dan pasca panen
d) Kemudahan memasarkan produk
e) Harga jagung yang layak
49
f) Peningkatan produktivitas
g) Peningkatan mutu produk
h) Kemudahan memperoleh sarana produksi
i) Peningkatan kesejahteraan
2) Pedagang pengumpul
a) Kemudahan mendapatkan pasokan jagung dari petani
b) Kemudahan mendapatkan informasi pasar
c) Pasokan jagung yang dapat diprediksi
d) Kemudahan memasarkan produk
e) Harga jagung pipilan yang stabil
f) Pemenuhan jumlah jagung pipilan yang akan dipasarkan
g) Kontinuitas pasokan jagung
h) Pemenuhan mutu jagung pipilan sesuai kebutuhan indutri pengolahan
i) Penerapan peraturan dagang yang konsisten
3) Industri tepung jagung
a) Kemudahan memperoleh pasokan jagung pipilan sesuai jumlah yang
dibutuhkan
b) Kemudahan memperoleh pasokan jagung pipilan sesuai mutu yang
memenuhi standar
c) Kontinuitas perolehan pasokan bahan baku
d) Penyediaan produk yang aman
e) Harga bahan baku yang stabil
f) Kontinuitas produksi
g) Kemudahan pemasaran produk
4) Industri pengguna tepung jagung
a) Kemudahan memperoleh pasokan bahan baku
b) Pemenuhan jumlah bahan baku sesuai target produksi
c) Pemenuhan mutu bahan baku yang sesuai standar
d) Penyediaan produk yang aman pangan
e) Kesinambungan perolehan pasokan bahan baku yang sesuai
f) Harga bahan baku yang stabil
g) Kemudahan akses informasi
50
5) Pemerintah
a) Peningkatan ketahanan pangan
b) Peningkatan keamanan pangan
c) Usaha peningkatan produktivitas jagung
d) Peningkatan lapangan kerja
e) Peningkatan pendapatan petani
f) Pengaturan kestabilan harga
g) Peningkatan daya saing dengan negara lain
h) Pengaturan iklim usaha yang stabil
4.3 Identifikasi Permasalahan
Berbagai permasalahanpada rantai pasok jagung diidentifikasi sesuai
masalah pada setiap stakeholder. Identifikasi permasalahan dilakukan agar dapat
diatasi untuk memenuhi kebutuhan setiap stakeholder seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Adapun identifikasi permasalahan adalah seperti berikut:
Petani jagung
Petani belum seluruhnya menggunakan bibit jagung varietas unggul
sehingga berpengaruh pada peningkatan produktivitas jagung. Oleh sebab itu
usaha pemerintah untuk memberikan anjuran penggunaan varietas unggul perlu
diinformasikan sampai ke semua daerah, terutama daerah yang merupakan sentra
jagung. Faktor perubahan iklim juga berpengaruh kepada waktu tanam dan hasil
panen jagung. Kebiasaan dengan jadwal menanam pada masa lalu masih
digunakan, sehingga perkiraan produksi banyak yang meleset. Penanganan panen
dan pasca panen belum merata di antara petani yang menyebabkan mutu jagung
yang dihasilkan dapat bervariasi. Sebagai pemegang kebijakan di bidang
pertanian, pemerintah telah melakukan usaha ke arah itu, namun di harapkan
dapat sampai ke semua petani. Kesulitan memasarkan produk dan memperoleh
informasi, menyebabkan petani memasarkannya pada tingat pengumpul dengan
harga yang tidak layak. Harga di tingkat petani jauh di bawah harga pada tingkat
pedagang pengumpul. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya peningkatan
kesejahteraan para petani. Untuk memperoleh harga yang layak, diperlukan pula
peningkatan mutu produk selain akses langsung untuk memasok jagung kepada
industri pengolahan jagung. Kesulitan memperoleh sarana produksi juga di alami
51
oleh sebagian petani yang mengakibatkan terganggunya kelancaran proses
produksi jagung. Teknologi pengolahan jagung memerlukan sarana yang cukup
mahal dan belum dapat menjangkau petani, sehingga petani hanya dapat
memasarkan bahan baku mentah yang belum bernilai tambah.
Berbagai masalah yang ditemui dalam pengembangan jagung antara lain
harga jagung berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan kontinuitas belum
terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik (Direktorat
Budidaya Serealia,2006).
Pedagang Pengumpul
Kesulitan memprediksi produksi jagung pada periode tertentu oleh
pedagang pengumpul mengakibatkan tidak dapat diperkirakan berapa banyak
jagung yang dapat dipasok dari petani. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
mengatur perencanaan tentang jumlah bahan baku yang dapat dipasok kepada
industri jagung. Kemungkinan terjadinya kekurangan pasokan sehingga
kesempatan untuk memperoleh keuntungan akan hilang, dan industri jagung akan
membeli dari pihak lain atau mengimpor bahan baku dari negara luar. Tidak
adanya prediksi tersebut juga dapat mengakibatkan kelebihan stock jagung yang
apabila disimpan dapat menurunkan mutunya bahkan dapat rusak. Sehingga
peramalan untuk memprediksi produksi jagung sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan itu.
Kesulitan memperoleh informasi pasar merupakan masalah bagi pedagang
pengumpul sehingga dapat berpengaruh pada harga produk dan pemasaran
produknya. Belum semua pengumpul telah menggunakan teknologi internet untuk
memasarkan produknya dan memproleh informasi harga dan pasar.
Selain jumlah jagung pipilan yang dapat dipasok dari petani belum dapat
diprediksi, mutu jagung pipilan yang diperoleh juga sangat bervariasi.
Bervariasinya mutu jagung tersebut akibat penggunaan bibit yang bervariasi, cara
penanganan produksi yang belum merata, serta cara penanganan panen dan pasca
panen yang tidak merata.
Kemudahan memperoleh pasokan jagung dari petani belum dirasakan oleh
para pedagang pengumpul secara merata sehingga berakibat pada penyediaan
produk jagung yang akan dipasarkan. Demikian pula halnya dengan kontinuitas
52
pasokan jagung dari petani belum dapat dipenuhi menjadi permasalahan bagi
pedagang pengumpul.
Industri Tepung jagung
Sebagai produk antara atau intermediate product, mutu tepung jagung
ditentukan oleh tahapan-tahapan pada proses sebelumnya, bahan bakunya, serta
budidaya tanaman jagung. Dengan kata lain, mutu tepung jagung ditentukan oleh
terjaminnya mutu produk pada tingkat awal yakni pada tingkat petani.
Bervariasinya mutu bahan baku berupa jagung pipilan yang telah melalui
perjalanan dari petani, pengumpul hingga ke pabrik dapat menurunkan mutunya.
Penurunan mutu ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain waktu
pengiriman karena merupakan produk hasil pertanian dan cara pengiriman.
Bervariasinya mutu bahan baku ini juga disebabkan oleh pasokan dari berbagai
petani dengan berbagai mutu jagung.
Kesulitan memperoleh bahan baku secara kontinu yang memenuhi jumlah
dan mutu yang ditentukan merupakan masalah bagi industri tepung jagung, karena
akan mempengaruhi kontinuitas produksi. Selain itu sebagai bahan baku industri
pangan, makan keamanan pangan perlu di perhatikan karena akan dikonsumsi
manusia sehingga harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Bervariasinya mutu jagung pipilan yang diperoleh dari pedagang
pengumpul, menyebabkan diperlukannya pemeriksaan mutu dan pengelompokan
mutu sesuai standar yang ditetapkan. Hal ini sekaligus dapat mengontrol jangan
sampai diperoleh bahan baku yang tidak memenuhi standar mutu.
Penggunaantepungjagungsebagaibahanbakuuntukmemproduksianekajenispr
odukakhir harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh standar nasional
Indonesia.Untuk itu perlu dilakukan karakterisasi sifat-sifat fisika dan kimia
terhadap tepung jagung. Oleh karena itu penerapan teknologi pembuatan tepung
jagung yang memenuhi standar mutu industri. Hal ini menentukan bagi prospek
pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan baku aneka jenis produk
Industri Pengguna
Kesulitan memperoleh pasokan bahan baku tepung jagung dan pemenuhan
jumlah bahan baku yang dibutuhkan merupakan masalah yang dialami oleh
53
industri tepung jagung. Pemenuhan jumlah dan mutu yang sesuai belum
sepenuhnya dapat disediakan oleh industri tepung jagung dalam negeri. Hal ini
menyebabkan masih diimpornya tepung jagung dari negara luar yang terdapat di
pasar. Selain itu produk yang dihasilkan industri ini harus memenuhi keamanan
pangan bahkan industri pakan saat ini telah menentukan standar keamanan bagi
pakan yang dihasilkannya.
Kesinambungan perolehan pasokan bahan baku tepung jagung belum
sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Hal ini diatasi dengan
pembelian
produk
impor
untuk
menjaga
kesinambungan
produksinya.
Permasalahan harga bahan baku yang tidak stabil akan mempengaruhi harga jual
produk yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan kemudahan akses informasi pasar
maupun harga.
Pemerintah
Permasalahan
pada
pemerintah
sebagai
salah
satu
pihak
yang
berkepentingan dalam rantai pasok jagung adalah bagaimana membuat kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
berada pada rantai pasok ini. Selain peraturan dan kebijakan yang dibuat, perlu
juga menjalankannya dengan konsisten sehingga permasalahan pada tingkat
petani, pedagang pengumpul, industri tepung jagung dan industri pengguna dapat
diminimalkan. Peraturan dan kebijakan yang dibuat berkaitan dengan:a)
peningkatan ketahanan pangan; b) peningkatan keamanan pangan; c) pengaturan
mutu sesuai standar internasional; d) usaha peningkatan produktivitas jagung; e)
peningkatan lapangan kerja; f) peningkatan pendapatan petani; g) pengaturan
kestabilan harga;h) peningkatan daya saing dengan negara lain; i) pengaturan
kestabilan iklim usaha.
4.4 Identifikasi Sistem
Perancangan model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
jagung dilakukan dengan mengidentifikasi sistem untuk melihat keterkaitan dan
pengaruh komponen-koponen yang berada dalam sistem. Adapun hasil
identifikasi sistem dapat dilihat pada Gambar 19.
54
Input
Inputtak
takterkendali
terkendali
- -harga
hargabahan
bahanbaku
bakudan
dan
produk
produk
- -permintaan
permintaankonsumen
konsumen
- -persaingan
persainganusaha
usaha
Lingkungan
Lingkungan
- -peraturan
peraturanpemerintah
pemerintah
- -perubahan
perubahaniklim
iklim
-kondisi
-kondisipolitik
politik
Output
Outputyang
yangdikehendaki
dikehendaki
- -kemudahan
memperoleh
kemudahan memperolehbahan
bahanbaku
baku
- -kontinuitas
kontinuitaspasokan
pasokanbahan
bahanbaku
baku
- -kontinuitas
kontinuitaspenyediaan
penyediaanproduk
produk
- -penyediaan
penyediaanproduk
produkyang
yangaman
aman
SISTEM
SISTEM
PENYEDIAAN
PENYEDIAAN
TEPUNG
TEPUNGJAGUNG
JAGUNG
Input
Inputterkendali
terkendali
- -teknologi
teknologipasca
pascapanen
panen
- -teknologi
teknologiproduksi
produksi
- - jenis
jenisdan
dankualitas
kualitasbahan
bahanbaku
baku
- -sistem
kemitraan
sistem kemitraan
Output
Output tak
takdikehendaki
dikehendaki
- -kesalahan
kesalahanprediksi
prediksiproduksi
produksibahan
bahanbaku
baku
- -pasokan
pasokanbahan
bahanbaku
bakuyang
yangtak
takpasti
pasti
- -kualitas
kualitasbahan
bahanbaku
bakurendah
rendah
- -harga
hargayang
yangberfluktuasi
berfluktuasi
Manajemen
Manajemen
Pengendalian
Pengendalian
Gambar 19 Diagram input-output sistem analisis penyediaan tepung jagung.
Hasil identifikasi sistem adalah sebagai berikut:
- Output yang dikehendaki dalam sistem adalah kemudahan memperoleh bahan
baku, kontinuitas pasokan bahan baku, kontinuitas penyediaan jumlah produk,
dan penyediaan produk tepung jagung yang aman.
- Output yang tak dikehendaki adalah pasokan bahan baku yang tak pasti, mutu
bahan baku yang rendah, harga bahan baku dan harga produk yang
berfluktuasi.
- Input yang terkendali meliputi teknologi pasca panen, teknologi produksi,
penanganan jenis dan mutu bahan baku, serta sistem kemitraan dalam rantai
pasok.
- Input yang tak terkendali harga bahan baku dan produk, permintaan konsumen,
dan persaingan usaha..
- Pengaruh lingkungan dalam sistem rantai pasok
pemerintah, perubahan iklim dan kondisi politik.
ini adalah peraturan
5 PERANCANGAN MODEL
Perancangan model pada rantai pasok industri berbasis jagung ini bertujuan
untuk memperoleh suatu model yang dapat menganalisis penyediaan produk
tepung jagung pada industri tepung jagung sesuai kebutuhan industri hilirnya.
Perancangan model ini dilakukan berdasarkan observasi lapangan, penelusuran
literatur, analisis sistem, serta hasil diskusi dan konfirmasi pakar.
Model yang dirancang secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 16
dimana di dalamnya terdapat model prediksi produksi jagung, model
pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung
dan model prediksi permintaan tepung jagung. Perancangan model penyediaan
tepung jagung ini menggunakan beberapa alat analisis data yaitu jaringan syaraf
tiruan (Artificial Neural Network) dan Fuzzy Inference System (FIS).
5.1 Model Prediksi Produksi Jagung
Permasalahan yang teridentifikasi pada tingkat petani dalam pengembangan
jagung adalah harga jagung berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan
kontinuitas belum terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik
(Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Masalah yang diangkat sebagai dasar dalam
perancangan model ini adalah masalah kuantitas dan kontinuitas produksi yang
belum terpenuhi. Dalam rantai pasok industri berbasis jagung, hal ini sangat
berpengaruh, mengingat jagung merupakan bahan baku industri tepung jagung.
Kekurangan bahan baku akan berpengaruh pula pada kelangsungan jalannya
proses produksi pada industri tersebut.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sekitar 50% hasil produksi
jagung digunakan untuk pakan ternak. Data produksi jagung tidak dipisahkan
menurut jenis jagung, sehingga dapat terjadi bahwa terdapat jenis jagung manis di
dalamnya. Sebagian dari hasil produksi jagung juga digunakan sebagai bibit. Hal
ini mengindikasikan bahwa tidak sampai separuh dari hasil produksi jagung
digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung.
Prediksi jumlah produksi jagung (on-farm) diperlukan dalam model. Hal ini
dibutuhkan agar dapat diperkirakan berapa jumlah jagung pipilan yang dapat
56
dipenuhi untuk diolah pada pabrik tepung jagung. Dengan demikian model
prediksi produksi jagung merupakan sub-model yang diperlukan dalam model
penyediaan tepung jagung yang akan dirancang.
Terdapat dua model peramalan yaitu model peramalan kuantitatif dan model
peramalan kualitatif (Makridakis et al. 1983). Model prediksi produksi jagung
yang dirancang merupakan model peramalan kuantitatif, karena lebih mudah
dipakai oleh pengguna di lapangan, dengan syarat perlu tersedia data yang cukup
untuk diolah. Model kualitatif hanya digunakan oleh orang yang telah
berpengalaman dan memiliki naluri bisnis yang kuat untuk dapat melakukan
prediksi ke depan. Model peramalan kuantitatif yang digunakan untuk
memprediksi produksi jagung adalah model kausal. Dalam model ini tidak
digunakan model time series. Time series merupakan model peramalan yang
memperkirakan hasil peramalan berdasarkan ekstrapolasi dari data produksi
periode sebelumnya. Model yang dirancang diolah dengan menggunakan jaringan
syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan peramalan secara statistikal.
Dari sisi on-farm dapat dikatakan bahwa jumlah produksi jagung tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh jumlah produksi pada periode-periode sebelumnya.
Produksi jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit,
pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006). Perubahan iklim dunia menyebabkan terjadinya perubahan musim
penghujan demikian pula musim kemarau di Indosnesia. Pada kondisi normal
peramalan dengan data time series dapat digunakan, namun dengan adanya
perubahan iklim serta pengaruh beberapa faktor tersebut terhadap produksi
jagung, maka model kausal lebih tepat untuk digunakan.
Model kausal dalam prediksi produksi jagung pada penelitian ini
menggunakan data numerik sebagai input dalam jaringan syaraf tiruan. Sebagai
variabel input adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada jumlah produksi
jagung, sedangkan variabel output adalah jumlah produksi jagung. Di antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung tersebut, terdapat dua
variabel yang bersifat numerik yaitu variabel luas panen (ha) dan curah hujan
(mm). Faktor penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat,
57
pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan penanganan proses panen
mempengaruhi produksi jagung, namun dalam model ini tidak digunakan. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa faktor-faktor tersebut merupakan kegiatan untuk
meningkatkan produksi dan bersifat kualitatif serta sulit terukur.
Luas
Luas
Panen
Panen
Alat
AlatBantu
Bantu
Analisis
Analisis
Hasil
HasilPrediksi
Prediksi
Produksi
Produksijagung
jagung
Curah
Curah
Hujan
Hujan
Gambar 20 Model konseptual prediksi produksi jagung.
Model konseptual prediksi produksi jagung dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar ini menunjukkan hubungan variabel luas panen dan curah hujan sebagai
variabel input yang berpengaruh terhadap produksi jagung sebagai variabel
output. Alat bantu analisis untuk memperoleh hasil prediksi adalah metode
peramalan yang digunakan. Alat analisis yang akan digunakan dalam model ini
adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dan peramalan secara statistikal.
Salah satu alat analisis dalam model prediksi produksi jagung ini adalah
jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan arsitektur jaringan seperti terlihat
pada Gambar 21. Siang (2009) menjelaskan bahwa backpropagation dapat
digunakan untuk melakukan peramalan (forecasting).
1
w10
v10
1
vj0
vp0
Z1
w11
v11
X1
Y
vj1
vp1
w1j
Zj
v12
X2
w1p
vj2
vp2
Zp
Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan model prediksi produksi jagung.
58
X1 adalah luas panen (ha), X2 merupakan variabel curah hujan (mm), dan Y
merupakan target yaitu produksi jagung (ton). Vji merupakan bobot hubungan
unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj merupakan bobot dari unit
layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan bobot dari neuron bias di
layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.Fungsi aktivasi yang digunakan adalah
fungsi sigmoid biner
Dalam model ini digunakan 2 variabel yang mempengaruhi produksi jagung yakni
luas panen (ha) dan curah hujan (mm).
mulai
mulai
Luas
Luas
lahan
lahan
produksi
produksi
Curah
Curah
hujan
hujan
Produksi
Produksi
jagung
jagungper
per
bulan
bulan
Perancangan struktur
jaringan
Pemisahan data
- data pelatihan
- data test
Transformasi data ke
input jaringan
Set parameter, nilai,
inisialisasi bobot
Simulasi JST
menggunakan data
pelatihan
Input
Inputdata
data
test
test
Simulasi JST
menggunakan
datatest
Input
Inputdata
data
prakiraan
prakiraan
Proses prakiraan
Denormalisasi
Hasil Prakiraan Produksi
Jagung
Selesai
Selesai
Gambar 22 Tahapan proses prediksi produksi jagung dengan jaringan syaraf
tiruan.
59
Gambar 22 menunjukkan tahapan proses pengolahan data menggunakan
jaringan syaraf tiruan pada model prediksi produksi jagung. Tahapan proses
peramalan ini dituangkan dalam bentuk program. Perangkat lunak MATLAB
R2010a digunakan untuk menjalan program dalam proses peramalan.
Tabel 9 Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah tahun 2010
Curah Hujan
BULAN
Luas Panen (ha)
(mm/bulan)
Produksi (ton)
Januari
79390
214
130251
Februari
145107
415
121080
Maret
53337
240
139750
April
35453
127
165350
Mei
51906
142
180790
Juni
62938
79
157210
Juli
35225
1
179190
Agustus
36325
3
184785
September
59431
1
285637
Oktober
47031
6
226038
Nopember
32481
197
156111
Desember
27961
76
134385
Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Balai Data dan Informasi SDA
(2010)
Tabel 9 merupakan data luas panen, curah hujan, dan produksi jagung tahun
2010 pada sentra jagung di Jawa Tengah. Data ini digunakan untuk menjalankan
program pada model ini. Data luas panen dan curah hujan merupakan variabel
input dan produksi jagung sebagai target dalam peramalan. Jaringan syaraf tiruan
akan melakukan proses pembelajaran, proses pengujian dan proses peramalan
(forecasting). Proses pengolahan data ini dilakukan dengan menjalankan program
secara berulang-ulang, dengan mengubah-ubah parameter hidden layer, fungsi
aktivasi, fungsi pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square
error (MSE). Proses ini dilakukan sehingga diperoleh hasil terbaik. Salah satu
contoh performansi pada layar monitor setelah menjalankan program dengan
60
MATLAB R2010a dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil yang diperoleh setelah
menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Lampiran 2. Ukuran
ketepatan peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan ini adalah Mean
Square Error (MSE). Hasil peramalan yang akan digunakan dalam memprediksi
produksi jagung adalah hasil peramalan dengan MSE yang mencapai target yang
ditentukan sebelumnya. Performansi dari hasil menjalankan program dapat dilihat
pada Lampiran 1, dan hasil peramalan produksi jagung dengan jaringan syaraf
tiruan terdapat pada Lampiran 2.
Pengolahan data dalam model prediksi ini juga menggunakan metode
peramalan dengan model regresi berganda (multiple regression). Dalam model ini
variabel luas panen dan curah hujan merupakan variabel independen, sedangkan
produksi jagung merupakan variabel dependen atau variabel respons.
Gambar 23 Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan.
Proses peramalan secara statistikal dalam model prediksi ini menggunakan
Perangkat lunak MINITAB Release 14 dari Minitab Inc. untuk menentukan
persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pengaruh
variabel luas panen dan curah hujan terhadap jumlah produksi jagung. Langkahlangkah dalam penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil peramalan produksi jagung berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh
tertuang pada Lampiran 4.
5.2 Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Salah satu kegiatan dalam proses pasca panen adalah proses klasifikasi dan
standarisasi mutu (Firmansyah, 2006). Model pengelompokan mutu jagung
pipilan ini dilakukan di akhir proses pasca panen pada tingkat pengumpul. Model
61
pengelompokan mutu jagung pipilan bertujuan untuk mengelompokkan mutu
jagung pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan jagung. Pentingnya
pengelompokan mutu karena saat ini mutu merupakan faktor penting dalam dunia
industri, dan dengan pengelompokan ini dapat diketahui kategori mutu jagung dan
peruntukannya. Dalam agroindustri berbasis jagung seperti industri pangan,
pakan, farmasi, dan industri olahan lainnya tuntutan konsumen terhadap mutu
merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional, keamanan pangan juga
merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik manusia maupun
hewan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan sesuai standar mutu yang
ditetapkan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Beberapa negara
penghasil jagung pipilan telah menetapkan standar mutu jagung pada negara
masing-masing. Indonesia telah menetapkan standar mutu jagung pipilan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3920-1995 (Dewan Standardisasi
Nasional, 1995). Beberapa parameter mutu sebagai persyaratan mutu jagung
adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah,
dan kotoran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Aflatoksin merupakan racun hasil metabolisme cendawan aspergilus flasus
yang dapat tumbuh pada biji jagung. Pemeriksaan terhadap kadungan aflatoksin
merupakan hal yang penting, karena racun ini berbahaya bagi kesehatan manusia
atau hewan apabila melewati batas maksimum yang diijinkan. Batas maksimum
yang diijinkan bagi manusia adalah 5 ppb, dan bagi hewan sebesar 50 ppb. Dalam
model ini pemeriksaan kandungan aflatoksin dilakukan pada pemeriksaan awal
sebelum dilakukan pengelompokan mutu jagung.
Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam jagung yang dinyatakan
dalam persentase dari berat basah. Pengujian kadar air dalam penentuan mutu
jagung penting dilakukan, karena kadar air yang berlebihan akan mengakibatkan
peluang mudah terjadinya kerusakan pada biji jagung, dan peluang tumbuhnya
cendawan yang akan menghasilkan racun aflatoksin. SNI menjelaskan bahwa cara
uji kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau Air Oven
Method. Berdasarkan hal tersebut maka jenis uji parameter kadar air digunakan
dalam model. Kadar air maksimum menurut SNI adalah 15%.
62
Menurut SNI 01-3920-1995, butir rusak adalah jagung, baik yang utuh
maupun yang pecah yang mengalami kerusakan karena pengaruh panas,
berkecambah, cuaca, cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan
fisik lainnya. Batas maksimu yang dipersyaratkan adalah sebesar 6%. Butir rusak
dalam model ini digunakan sebagai jenis uji, karena apabila hasil uji melampaui
batas yang diijinkan akan berakibat pada kemungkinan tumbuhnya cendawan dan
akan menularkannya kepada biji jagung yang lain.
Jenis uji berikutnya adalah butir warna lain. Butir warna lain adalah butir
jagung yang berwarna lain dari warna asli, disebabkan oleh lain varietas. Butir
warna lain menurut SNI tidak boleh melebihi 7%. Jenis jagung yang ditanam di
Indonesia pada umumnya adalah jagung kuning. Jagung kuning memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung putih dan banyak
dibutuhkan sebagai campuran ransum pada pakan ternak (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006). Dalam perancangan model ini, parameter butir warna lain tidak
digunakan, karena jagung pipilan yang dipasok dari pengumpul dan dipakai
sebagai bahan baku tepung jagung adalah jagung kuning. Hal ini dipertimbangkan
setelah mendapat konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Butir pecah merupakan parameter yang dipertimbangkan untuk model
pengelompokan mutu jagung pipilan. Butir pecah adalah butir jagung yang pecahpecah selama proses pengolahan yang memiliki ukuran sama atau lebih kecil dari
0.6 bagian jagung yang utuh. Persentase banyaknya butir pecah yang
diperbolehkan adalah sebesar 3%. Butir pecah merupakan jenis uji yang penting
karena dapat berakibat pada daya tahan saat penyimpanan yang tidak dapat
berlangsung lama. Butir pecah dalam kondisi kadar air yang tinggi membuat
jagung cepat rusak dan dapat ditumbuhi cendawan.
Parameter yang juga digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung
pipilan adalah kotoran. Kotoran adalah segala benda asing seperti butir tanah,
batu-batu kecil, pasir dan sisa-sisa batang, tongkol jagung, klobot, biji-bijian lain
yang bukan jagung dan sebagainya. Kotoran yang diperkenankan dalam
persyaratan mutu jagung menurut SNI maksimum sebanyak 2%. Kotoran yang
melebihi nilai tersebut akan berakibat pada kesehatan manusia.
63
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut
maka
parameter-
parameter yang digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan
adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini akan menghasilkan kelas mutu yakni
Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Kelompok Mutu 1 akan digunakan untuk pabrik
farmasi, kelompok Mutu 2 untuk pangan, dan kelompok Mutu 3 untuk pakan.
Jagung yang tidak masuk dalam ketiga kelompok mutu tersebut dpat digunakan
untuk bio-fuel atau bahan bakar.
Gambar 24 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan.
Perancangan model dimulai dengan model konseptual seperti terlihat pada
Gambar 24. Pada model ini terdapat dua sub model, yaitu sub model pemeriksaan
awal dan sub model pengelompokan mutu jagung pipilan. Hasil yang diharapkan
dari model ini adalah diperolehnya kelompok-kelompok mutu jagung pipilan yang
memenuhi standar mutu sesuai persyaratan dalam SNI.
Sub model pemeriksaan awal dibuat sebagai langkah awal untuk memeriksa
apakah kandungan aflatoksin memenuhi atau tidak memenuhi syarat mutu jagung.
Pemeriksaan terhadap aflatoksin dilakukan sebagai syarat mutu yang penting
karena menyangkut keamanan pangan. Apabila tidak memenuhi syarat, maka
jagung tidak akan digunakan sebagai bahan baku tepung jagung. Namun apabila
memenuhi syarat mutu, akan dilanjutkan pada pemeriksaan parameter-parameter
kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Kemungkinan yang terjadi pada
tahap pemeriksaan parameter-parameter tersebut adalah persyaratan mutu
memenuhi atau tidak memenuhi. Apabila jagung memenuhi persyaratan yang
ditetapkan, maka
selanjutnya jagung tersebut akan dikelompokkan ke dalam
kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Namun apabila tidak memenuhi syarat,
maka jagung tidak dapat diterima sebagai bahan baku tepung jagung.
64
Tahapan pemeriksaan pada sub model pemeriksaan awal mutu jagung
pipilan dapat dilihat pada Gambar 25. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
tahap ini dilakukan untuk menyeleksi apakah jagung pipilan memenuhi
persyaratan mutu atau tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Jagung
pipilan yang memenuhi persyaratan mutu, akan dikelompokkan pada sub model
berikutnya, yaitu sub model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Mulai
Mulai
Pemeriksaan
Pemeriksaanawal
awal
mutu
mutujagung
jagungpipilan
pipilan
Kandungan
Kandungan
Aflatoksin ≤ 50 ppb
Aflatoksin ≤ 50 ppb
Tidak
Industri
Industrinon
nonpangan,
pangan,
non
nonpakan,
pakan,non
non
farmasi
farmasi
ya
Kadar
Kadarair
air ≤≤15%
15%atau
atau
Butir
6%atau
atau
Butirrusak
rusak ≤≤6%
Butir
Butirpecah
pecah ≤≤3%
3%atau
atau
Kotoran
Kotoran≤≤2%
2%
Tidak
Kelompok
Kelompokjagung
jagung
pipilan
pipilantidak
tidak
memenuhi
memenuhistandar
standar
ya
Pengelompokan
Pengelompokanmutu
mutu
jagung
jagungpipilan
pipilan
Selesai
Selesai
Gambar 25 Tahapan pemeriksaan awal mutu jagung pipilan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat untuk menentukan ke
industri mana produk ini dipakai sebagai bahan baku. Pengelompokan ini
dilakukan berdasarkan kriteria pembeda jagung pipilan. Parameter jagung pipilan
menurut jenis uji digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan
mutu jagung pipilan. Gambar 26 menunjukkan model konseptual pengelompokan
mutu jagung pipilan. Penetapan jumlah kelompok yang akan dihasilkan pada
model ini didasarkan atas kelompok mutu sesuai standar SNI. Standar nasional
Indonesia menetapkan 3 kelompok mutu seperti yang tertuang pada Tabel 6.
65
Karakteristik
Karakteristik
Pembeda
Pembeda
- -Banyaknya
BanyaknyaKelompok
Kelompok
- -Kesamaan
KesamaanMutu
Mutu
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Jagung
Pipilan
Jagung Pipilan
FIS
Gambar 26 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan dengan FIS.
Gambar 27 menunjukkan model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Kriteria pembeda sebagai variabel masukan dalam model ini adalah kadar air,
butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Sebagai keluaran adalah kelompok Mutu 1,
Mutu 2, dan Mutu 3. Fuzzy Inference System (FIS) digunakan sebagai alat analisis
dalam model pengelompokan tersebut.
Kadar
Kadarair
air
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Jagung
JagungPipilan
Pipilan
Jumlah
Jumlahkelompok
kelompok==33
Butir
Butirrusak
rusak
Butir
Butirpecah
pecah
Fuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
Kotoran
Kotoran
Mutu
Mutu11
Mutu
Mutu22
Mutu
Mutu33
Gambar 27 Model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Variabel-variabel input dan variabel output dalam model ini selanjutnya
diagregasikan untuk dikelompokkan menjadi himpunan fuzzy. Gambar 28
menunjukkan agregasi dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan. Konsep
model ini yang akan dijadikan dasar untuk menjalankan proses inferensi dengan
Fuzzy Inference System (FIS). Model yang dipakai dalam FIS pada MATLAB
R2010a adalah model Sugeno. Variabel input dalam model Sugeno berupa
himpunan fuzzy, sedangkan variabel output berupa bilangan tegas (crisp).
66
Kadar Air
Baik
Sedang
Buruk
MUTU 1
Butir Rusak
Baik
Sedang
MUTU 2
Buruk
Butir Pecah
MUTU 3
Baik
Sedang
Buruk
Kotoran
Baik
Sedang
Buruk
Gambar 28 Agregasi mutu jagung pipilan.
Untuk menjalankan proses inferensi dalm pengelompokan mutu jagung,
perlu ditentukan terlebih dahulu nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy,
nilai domain setiap himpunan, representasi kurva, serta nilai parameter setiap
himpunan fuzzy. Penentuan semesta pembicaraan, nama himpunan fuzzy, domain,
representasi kurva, serta nilai parameter setiap variabel input ditentukan
berdasarkan persyaratan umum mutu yang ditentukan pada SNI dan berdasarkan
diskusi serta konfirmasi pakar.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dan berdasarkan
penelusuran literatur, maka dibuatkan klasifikasi mutu berdasarkan jenis uji. SNI
hanya menetapkan syarat maksimum setiap jenis uji untuk mengelompokkan
mutu jagung pipilan. Penggunaan logika fuzzy diperlukan dalam melakukan
pengelompokan ini. Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu
67
jagung pipilan yang digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu jagung pipilan
Fungsi
Input
Output
Variabel (Mutu
Semesta
Jagung Pipilan) Pembicaraan
Kadar air
[10 , 15]
Butir rusak
[0 , 6]
Butir pecah
[0 , 3]
Kotoran
[0 , 1]
Mutu Jagung
Pipilan
Nama
Himpunan
Fuzzy
Domain
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
[10 , 12]
[11 , 14]
[12 , 15]
[0 , 2]
[1 , 4]
[2 , 6]
[0 , 1]
[0.5 , 2]
[1 , 3]
[0 , 0.5]
[0.25 , 1]
[0.5 , 2]
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
Penentuan semesta pembicaraan variabel input dilakukan berdasarkan SNI
01-3920-1995, yaitu mengikuti parameter menurut jenis uji. Himpunan fuzzy
variabel input dikategorikan sebagai kategori baik, sedang, dan buruk. Nilai
domain untuk setiap kategori dibuat berdasarkan himpunan fuzzy masing-masing
kategori. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu3.
Representasi kurva variabel input mutu jagung pipilan pada setiap kategori
dalam himpunan fuzzy dan parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 11.
Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan diskusi dan
konfirmasi pakar. Penentuan nilai-nilai ini dilakukan pada setiap parameter mutu
untuk menentukan kelompok mutu jagung pipilan dengan menggunakan logika
fuzzy. Penentuan parameter pada setiap himpunan fuzzy dibuat berdasarkan nilai
domain yang diturunkan dari nilai semesta pembicaraan..
68
Tabel 11 Representasi kurva variabel mutu jagung pipilan
Fungsi
Input
Variabel (Mutu
Jagung Pipilan)
Kadar air
Butir rusak
Butir pecah
Kotoran
Output
Mutu Jagung
Pipilan
Nama
Himpunan
Fuzzy
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
Jenis Kurva
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
Parameter
[10 10 12]
[11 13 14]
[13 15 15]
[0 0 2]
[1 2 4]
[2 6 6]
[0 0 1]
[0.5 1 3]
[1 3 3]
[0 0 0.5]
[0.25 0.5 1]
[0.5 2 2]
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
1
2
3
Pada proses pengelompokan mutu jagung pipilan diperlukan if-then-rules
yang akan dimasukkan pada perangkat lunak MATLAB R2010a. If-then-rules
dibangun berdasarkan diskusi dan informasi pakar terhadap masing-masing
variabel input dengan mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi. Aturan dalam if-then-rules yang dibangun sejumlah 81 buah aturan
karena terdapat 4 variabel input dengan 3 kategori dalam setiap himpunan fuzzy.
Adapun if-then-rules yang dibuat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Data variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran
dimasukkan kedalam program FIS berdasarkan nilai-nilai semesta pembicaraan,
himpunan fuzzy, domain, dan nilai-nilai parameter setiap kategori. Pada model
Sugeno, nilai variabel output yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3
merupakan nilai konstan atau berupa bilangan tegas. Aturan if-then yang telah
dibuat dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a, dengan
tampilan pada layar seperti ditunjukkan pada Lampiran 6.
Setelah pengisian nilai-nilai variabel input, variabel output, dan if-then rules
pada model Sugeno, program FIS dijalankan dan diperoleh hasil output berupa
69
mutu jagung sesuai kategorinya yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3.
Lampiran 6 menunjukkan tampilan output kategori mutu jagung sesuai nilai
variabel input yang dimasukkan.
5.3 Model Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Model
pengelompokan
mutu
tepung
jagung
bertujuan
untuk
mengelompokkan mutu tepung jagung yang dihasilkan industri tepung jagung.
Pengelompokan ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan mutu sesuai
permintaan industri pengguna tepung jagung. Industri farmasi, industri pangan,
dan industri pakan membutuhkan tepung jagung sebagai bahan baku dalam proses
produksi. Selain jumlah bahan baku untuk memenuhi target produksi, mutu bahan
baku merupakan hal yang dipentingkan. Tuntutan terhadap standar mutu yang
ketat adalah industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan dan industri
pakan. Mutu produk yang dihasilkan industri-industri tersebut berkaitan dengan
keamanan pangan yang menyangkut kesehatan.
Mulai
Mulai
Kriteria
Kriteriauji
ujimutu
mutu
tepung
jagung
tepung jagung
Penentuan
Penentuan kriteria
kriteriauji
ujiyang
yang
dipentingkan
dipentingkan
Penentuan
Penentuanbobot
bobot
kriteria
uji
menurut
kriteria uji menurut
jenis
jenisindustri
industri
Perancangan
Perancanganmodel
model
pengelompokan
pengelompokanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Selesai
Selesai
Gambar 29 Tahapan perancangan model pengelompokan tepung jagung.
70
Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan melalui
beberapa tahap. Sebagai tahap awal adalah tahap penentuan kriteria uji,
selanjutnya tahap penentuan bobot kriteria uji menurut jenis industri, dan tahap
pengelompokan mutu tepung jagung. Tahapan perancangan model ini dapat
dilihat pada Gambar 29.
Penentuan kriteria uji mutu tepung jagung yang dipentingkan.
Standar Nasional Indonesia telah menetapkan persyaratan mutu tepung
jagung seperti tercantum pada SNI 01–3727–1995 yang dapat dilihat pada Tabel
7. SNI menetapkan sejumlah kriteria uji sebagai persyaratan mutu tepung jagung.
Selain kriteria uji yang terdapat pada SNI, kandungan aflatoksin dalam tepung
jagung juga merupakan hal yang penting karena mengganggu kesehatan.
Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada atau tidak diperkenankan melampaui
batas maksimum yang diijinkan.
Berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dengan pihak pabrik tepung
jagung, dinyatakan bahwa tidak semua persyaratan mutu menurut SNI diuji pada
pemeriksaan mutu tepung jagung. Penentuan kriteria uji sebagai karakteristik
pembeda dalam model pengelompokan mutu, dilakukan melalui konsultasi pakar
dengan mengisi panduan konsultasi yang terdapat pada Lampiran 7. Panduan ini
diisi dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Skala 1 = sangat tidak penting; skala
2 = tidak penting; skala 3 = kurang penting; skala 4 = penting, dan skala 5 =
sangat penting.
Pengisian panduan ini didasarkan pada pengalaman pakar dan keadaan di
lapangan. Hasil pengisian panduan tersebut dan perhitungan tingkat kepentingan
dapat dilihat pada Tabel 12. Kriteria uji yang memiliki bobot tertinggi merupakan
kriteria uji yang dipentingkan dan akan digunakan dalam model pengelompokan
mutu tepung jagung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adalah kandungan
aflatoksin, kadar air, dan kadar abu memiliki tingkat kepentingan yang lebih
tinggi dibandingkan kriteria uji lainnya. Ketiga kriteria uji ini yang akan
digunakan sebagai karakteristik pembeda yang merupakan variabel input pada
model pengelompokan mutu tepung jagung.
71
Tabel 12 Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji
Kriteria uji
5
4
3
2
1
Nilai
Bobot
Bau
x
2
0,04878
Rasa
x
2
0,04878
Warna
x
2
0,04878
Benda asing
x
2
0,04878
Serangga
x
2
0,04878
1
0,02439
4
0,09756
Pati lain
x
Kehalusa
x
Kadar air
x
5
0,12195
Abu
x
5
0,12195
Silikat
x
2
0,04878
Serat kasar
x
2
0,04878
Derajat asam
x
2
0,04878
Cemaran seng
x
1
0,02439
Cemaran tembaga
x
1
0,02439
3
0,07317
5
0,12195
41
1
Cemaran mikroba
Aflatoksin
x
x
Total
Penentuan bobot kepentingan kriteria uji mutu menurut jenis industri.
Tahap setelah penentuan tingkat kepentingan kriteria uji adalah penentuan
bobot kepentingan setiap kriteria uji yang terpilih menurut jenis industri.
Penentuan bobot kepentingan dilakukan dengan mengisi lembar pengisian matriks
perbandingan berpasangan oleh pakar. Matriks perbandingan berpasangan dibuat
sesuai matriks perbandingan berpasangan pada metode Analytical Hierarchy
Process (Saaty, 1988). Jawaban pakar pada lembar isian tersebut harus konsisten,
sehingga dilakukan uji konsistensi terhadap hasil pengisiannya. Lembar pengisian
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Jenis industri yang menggunakan bahan
baku tepung jagung pada lembar tersebut adalah industri farmasi, industri pangan
dan industri pakan.
72
Gambar 30 memperlihatkan diagram alir
penentuan bobot kepentingan
kriteria uji dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Dalam
pengisian kuesioner ini diperlukan konsistensi jawaban pakar. Konsistensi
jawaban pakar ditunjukkan melalui nilai consistency ratio (CR). Jawaban pakar
konsisten bila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,1.
Mulai
Mulai
Penentuan
Penentuankriteria
kriteriauji
ujiyang
yang
akan
dibandingkan
akan dibandingkan
Perancangan
Perancangan
lembar
lembar
pengisian
pengisian
Penilaian
Penilaianperbandingan
perbandingan
antar
antarkriteria
kriteriauji
ujioleh
oleh
pakar
pakar
Tidak
Pengujian
Pengujiankonsistensi
konsistensi
ya
Penentuan
Penentuanbobot
bobotkriteria
kriteriauji
uji mutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagungmenurut
menurutjenis
jenis
industri
industri
Selesai
Selesai
Gambar 30 Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung.
Penentuan bobot kriteria uji mutu yang dipentingkan menurut industri
farmasi, pangan dan pakan bermanfaat untuk pembuatan model pengelompokan
mutu tepung jagung. Selain itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
ketika membuat if-then-rules pada FIS. Dalam matriks perbandingan berpasangan
variabel yang dibandingkan adalah K1, K2, dan K3. K1 adalah kandungan
aflatoksin, K2 adalah kadar air, K3 adalah kadar abu. K1, K2, dan K3
dibandingkan menurut industri Farmasi, industri Pangan, dan industri Pakan.
Penentuan bobot ketiga kriteria uji dilakukan dengan menghitung geometric mean
pada matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan nomalisasi. Hasil
pembobotan dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 .
73
Tabel 13 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri farmasi
Geometric
FARMASI
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
5,00
7,00
3,271
0,731
K2
0,20
1,00
3,00
0,843
0,188
K3
0,14
0,33
1,00
0,362
0,081
4,477
1,000
Konsistensi jawaban pakar diperlukan pada pengisian matriks perbandingan
berpasangan,
karena
penilaian
setiap
kriteria
dilakukan
dengan
membandingkannya terhadap kriteria yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan
ketidak-konsistenan dalam memberikan jawaban.
Jawaban yang diperoleh dari pakar pada pengisian perbandingan antar
kriteria berdasarkan kepentingan industri farmasi, memenuhi uji konsistensi pada
consistency ratio (CR) = 0,05594. Jawaban pakar konsisten bila nilai CR yang
diperoleh lebih kecil atau sama dengan 0,1. Dengan demikian hasil pembobotan
kriteria uji sesuai industri farmasi tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih
lanjut. Terlihat bahwa kandungan aflatoksin yang memiliki bobot 0,731
merupakan kriteria uji yang sangat dipentingkan dalam penentuan mutu tepung
jangung sebagai bahan baku industri farmasi.
Tabel 14 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pangan
Geometric
PANGAN
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
5,00
4,00
2,714
0,687
K2
0,20
1,00
2,00
0,737
0,186
K3
0,25
0,50
1,00
0,500
0,127
3,951
1,000
Pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria uji untuk industri
pangan diperoleh jawaban yang konsisten oleh pakar dengan CR = 0,08105.
74
Dalam industri pangan kandungan aflatoksin memiliki bobot sebesar 0,687 juga
merupakan kriteria uji yang lebih penting dengan bobot yang lebih besar dari pada
kriteria uji lainnya.
Konsistensi jawaban pakar pada matriks perbandingan berpasangan
perbandingan antara kriteria uji mutu untuk industri pakan diperoleh pada nilai
CR = 0,04623. Bobot variabel kandungan aflatoksin yang diperoleh sebesar 0,594
lebih tinggi dari bobot kepentingan kadar air dan kadar abu.
Tabel 15 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pakan
Geometric
PAKAN
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
3,00
3,00
2,080
0,594
K2
0,33
1,00
2,00
0,874
0,249
K3
0,33
0,50
1,00
0,550
0,157
3,504
1,000
Berdasarkan hasil penentuan kriteria uji yang dipentingkan menurut jenis
industri terlihat bahwa kandungan aflatoksin merupakan kriteria yang penting
untuk ketiga jenis industri. Bobot kepentingan yang tertinggi terdapat pada
industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan industri pakan. Selanjutnya
dalam pengelompokan mutu tepung jagung, variabel input yang digunakan adalah
kriteria uji kadungan aflatoksin, kadar air, dan kada abu.
Gambar 31 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung terdiri dari dua sub
model yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu
tepung jagung yang memenuhi standar. Model konseptual tersebut dapat dilihat
75
pada Gambar 31. Pada sub model pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan
terhadap kriteria uji mutu tepung jagung. Apabila nilai-nilai kriteria uji tersebut
berada di luar batas yang ditetapkan, maka tepung jagung ini akan masuk pada
kelompok yang tidak memenuhi standar mutu, dan tidak dapat digunakan pada
industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Namun apabila memenuhi
persyaratan, maka tepung jagung akan dikelompokkan kedalam kelompok mutu
dengan nama Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Pemberian nama Grade 1, Grade 2
dan Grade 3 hanya untuk membedakannya dengan nama Mutu 1, Mutu2, dan
Mutu 3 pada model pengelompokan mutu jagung pipilan. Tahapan pemeriksaan
awal terhadap mutu tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 32.
Mulai
Mulai
Pemeriksaan
Pemeriksaan awal
awal
mutu
mututepung
tepungjagung
jagung
Aflatoksin
Aflatoksin ≤≤5050ppb
ppbatau
atau
Kadar
air
≤
14%
Kadar air ≤ 14%atau
atau
Kadar
Kadarabu
abu ≤≤1,5%
1,5%
Tidak
Kelompok
Kelompoktepung
tepung
jagung
tidak
jagung tidak
memenuhi
memenuhistandar
standar
ya
Pengelompokan
Pengelompokanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Selesai
Selesai
Gambar 32 Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung jagung.
Persyaratan maksimum bagi kriteria uji kandungan aflatoksin yang
diperbolehkan bagi manusia sebesar 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb.
Kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI maksimum sebesar 10%. Berdasarkan
hasil konsultasi pakar dan keadaan di lapangan yaitu di pabrik tepung jagung,
76
pencapaian kadar air sebesar maksimum 10% merupakan hal yang sulit. Pabrik
tepung jagung dalam memproduksi tepung jagung menetapkan standar mutu
kadar air sebesar maksimum 14%. Dengan demikian dalam perancangan model
pengelompokan mutu tepung jagung di tetapkan kadar air maksimum sebesar
14%. Penetapan kadar abu disesuaikan dengan persyaratan mutu tepung jagung
oleh yaitu maksimum sebesar 1,5%.
Apabila persyaratan mutu ketiga kriteria uji tersebut melampaui batas
maksimum yang ditetapkan, maka tepung jagung yang dihasilkan tidak akan
dikelompokkan dan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi,
industri pangan dan industri pakan. Bila memenuhi persyaratan, akan dilanjutkan
pada tahap berikutnya yaitu tahap pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS dapat
dilihat pada Gambar 33. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan karakteristik
pembeda tepung jagung. Parameter tepung jagung menurut kriteria uji yang
digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu tepung
jagung adalah ketiga kriteria uji yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan model konseptual pada Gambar 33, diturunkan menjadi model
pengelompokan mutu tepung jagung dengan memasukkan ketiga kriteria uji
sebagai karakteristik pembeda.
Karakteristik
Karakteristik
Pembeda
Pembeda
- -Banyaknya
BanyaknyaKelompok
Kelompok
- -Kesamaan
Kesamaannilai
nilai
kriteria
kriteriauji
uji
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Tepung
Jagung
Tepung Jagung
FIS
Gambar 33 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS.
Terdapat tiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda pada perancangan
model pengelompokan mutu tepung jagung. Kriteria uji tersebut adalah
kandungan aflatoksin, kadar air dan kadar abu. Ketiga kriteria uji ini merupakan
variabel input pada fuzzy inference system. Variabel output dalam model ini
adalah tepung jagung Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Grade 1 diperuntukkan bagi
77
industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3 untuk industri
pakan. Model pengelompokan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 34.
Aflatoksin
Aflatoksin
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Tepung
TepungJagung
Jagung
Jumlah
Jumlahkelompok
kelompok==33
Kadar
Kadarair
air
Fuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
Kadar
Kadarabu
abu
Grade
Grade11
Grade
Grade22
Grade
Grade33
Gambar 34 Model pengelompokan mutu tepung jagung.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dibuatkan
klasifikasi mutu tepung jagung berdasarkan kriteria uji yang dipilih. Agregasi
mutu untuk model pengelompokan mutu tepung jagung dibuat untuk menentukan
semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain dan parameter himpunan
setiap kriteria uji. Gambar 35 menunjukkan agregasi mutu tepung jagung.
Aflatoksin
Rendah
Sedang
GRADE 1
Tinggi
GRADE 2
Kadar Air
Rendah
GRADE 3
Sedang
Tinggi
Kadar abu
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 35 Agregasi mutu tepung jagung.
78
Penentuan nilai-nilai bagi semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan
domain dalam bentuk logika fuzzy dibuat berdasarkan ketentuan pada SNI pada
Tabel 7, berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Kandungan aflatoksin yang diperbolehkan untuk manusia maksimum 5 ppb dan
untuk hewan maksimum 50 ppb. Berdasarkan hal ini maka semesta pembicaraan
untuk kandungan aflatoksin adalah [0,50]. Nilai domain himpunan rendah untuk
kriteria uji ini sebesar [0,1] karena himpunan rendah diharapkan akan masuk pada
Grade 1 yang diperuntukkan bagi industri farmasi. Himpunan sedang memiliki
domain kandungan aflatoksin sebesar [0.5,5] merupakan persyaratan batas
maksimum kandungan aflatoksin bagi manusia yakni 5 ppb. Himpunan tinggi
memiliki domain [3,50] didasarkan bahwa maksimum kandungan aflatoksin bagi
hewan yang diijinkan adalah sebesar 50 ppb. Kadar air yang baik bagi tepung
jagung sebagai zat pengisi untuk industri farmasi adalah kadar air rendah, agar
tidak cepat merusak produk yang dihasilkan. Dengan demikian nilai domain kadar
air bagi himpunan rendah adalah [10,12], himpunan sedang sebesar [11,13], dan
bagi himpunan tinggi sebesar [12,14].
Tabel 16 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung jagung
Fungsi
Input
Output
Variabel (Mutu
TepungJagung)
Aflatoksin
Semesta
Pembicaraan
[0 , 50]
Kadar air
[10 , 14]
Kadar abu
[0 , 1.5]
Mutu Tepung
Jagung
Nama
Himpunan
Fuzzy
Rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Domain
[0 , 1]
[0.5 , 5]
[3 , 50]
[10 , 12]
[11 , 13]
[12 , 14]
[0 , 0.5]
[0.25 , 1]
[0.5 , 1.5]
79
Semakin rendah kadar abu, mutu tepung jagung semakin baik. Nilai
maksimum yang ditentukan oleh SNI sebesar 1.5%. Kadar abu yang
dipersyaratkan untuk industri farmasi maksimum sebesar 0.5%. Nilai domain
kadar abu bagi himpunan rendah adalah [0, 0.5], bagi himpunan sedang sebesar
[0.25,1], dan bagi himpunan tinggi sebesar [0.5 ,1.5]. Nilai semesta pembicaraan,
himpunan fuzzy, dan domain mutu tepung jagung yang akan digunakan dalam
proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori rendah,
sedang, dan tinggi. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Grade 1, Grade 2,
dan Grade 3. Sebagaimana halnya dengan model yang dirancang sebelumnya,
metode
Sugeno
dalam
Fuzzy
Inference
System
(FIS)
dipakai
dalam
pengelompokan ini, karena variabel output dari model ini merupakan kelompok
tegas (crisp).
Representasi kurva variabel input mutu tepung jagung pada setiap kategori
dalam himpunan fuzzy berupa representasi kurva segi tiga, dan nilai parameter
setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Penetapan nilai-nilai pada setiap
kategori dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan pada Tabel 7 dan hasil
diskusi serta konfirmasi pakar.
Tabel 17 Representasi kurva variabel mutu tepung jagung
Fungsi
Input
Variabel (Mutu
Tepung Jagung)
Aflatoksin
Kadar air
Kadar abu
Output
Mutu Tepung
Jagung
Nama
Himpunan
Fuzzy
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Jenis Kurva
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
Parameter
[0 0 1]
[0.5 3 5]
[3 50 50]
[10 10 12]
[11 12 13]
[12 14 14]
[0 0 0.5]
[0.25 0.5 1]
[0.5 1.51.5]
1
2
3
80
If-then rules dibangun berdasarkan pengaruh variabel aflatoksin, kadar air,
dan kadar abu terhadap mutu tepung jagung. Diskusi dan konfirmasi pakar
digunakan dalam membangun aturan tersebut, termasuk mempertimbangkan
bobot kepentingan yang telah dihitung bagi setiap kriteria uji sebagai variabel
input menurut jenis industri pengguna tepung jagung.
If-then-rules yang diperlukan untuk menjalankan FIS pada perangkat lunak
MATLAB R2010a ditunjukkan pada Lampiran 9. Nilai-nilai parameter fuzzy
masing-masing variabel input, variabel output dan aturan if-then seperti terlihat
pada Tabel 16 dan 17 dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB
R2010a. Hasil menjalankan program tersebut dan tampilan pada layar dapat
dilihat pada Lampiran 10.
5.4 Model Prediksi Permintaan Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri
farmasi, industri pangan dan industri pakan. Agar dapat menjaga kontinuitas
jalannya proses produksi pada industri pengguna tepung jagung, maka idustriindustri tersebut membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku dari industri
tepung jagung. Oleh sebab itu industri tepung jagung perlu menyediakan produk
tepung jagung sesuai permintaan industri-industri dimaksud. Agar tetap dapat
menyediakan jumlah tepung jagung sebagai bahan baku bagi industri
konsumennya, industri tepung jagung perlu mengetahui berapa jumlah permintaan
tepung jagung.
Permintaan
Permintaan
periode
periodelalu
lalu
Alat
AlatBantu
Bantu
Analisis
Analisis
Hasil
HasilPrediksi
Prediksi
Permintaan
PermintaanTepung
Tepung
Jagung
Jagung
Model Time Series
Gambar 36 Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung
Salah satu cara untuk mengetahui jumlah permintaan produknya yaitu
melakukan prediksi permintaan tepung jagung. Hal ini diperlukan agar tidak
terjadi produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, atau
81
terjadinya produksi yang berlebihan. Terjadinya produksi yang berlebihan akan
merugikan industri mengingat produk-produk agroindustri merupakan produk
yang tidak tahan lama (perishable product). Model prediksi permintaan tepung
jagung perlu dirancang untuk mengatasi hal tersebut.
Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung yang dirancang
menggunakan data permintaan periode sebelumnya sebagai variabel input, proses
prediksi dilakukan dengan alat analisis berupa metode-metode peramalan, dan
hasil prediksi permintaan tepung jagung merupakan variabel output dalam model
ini. Data permintaan untuk model ini berupa data time series, dimana variabel
permintaan merupakan fungsi waktu.
mulai
mulai
Permintaan
Permintaan
tepung
tepungjagung
jagung
Plot data permintaan
tepung jagung
Pengecekan pola data
Pilih Metode Peramalan
Sesuai pola
Sesuai pola
data?
data?
Tidak
Ya
Perhitungan peramalan
Pilih metode peramalan
sesuai kesalahan terkecil
Penentuan nilai peramalan
sesuai metode terbaik
Hasil prediksi permintaan
tepung jagung
Selesai
Selesai
Gambar 37 Tahapan peramalan permintaan tepung jagung.
Alat analisis dalam model prediksi permintaan tepung jagung adalah
metode-metode peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing,
Dekomposisi, dan Regresi. Selain itu jaringan syaraf tiruan digunakan pula
sebagai alat untuk melakukan proses peramalan. Keluaran dari model ini adalah
82
permintaan tepung jagung untuk periode mendatang. Gambar 36 menunjukkan
model
konseptual
prediksi
permintaan
tepung jagung.
Tahapan
untuk
menjalankan proses peramalan permintaan tepung jagung dapat dilihat pada
Gambar 37.
Penggunaan beberapa metode peramalan kuantitatif pada model prediksi
permintaan tepung jagung antara lain Moving Average, Double Moving Average,
Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis,
Dekomposisi, dan Jaringan Syaraf Tiruan. Data permintaan tepung jagung periode
sebelumnya pada model ini adalah data generate berdasarkan data permintaan
terendah dan data permintaan tertinggi per bulan pada pabrik tepung jagung.
Permintaan tepung jagung pada pabrik tepung jagung berkisar antara 300 ton
sampai 375 ton per bulan. Generate data sebanyak 24 periode dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Proses
peramalan dengan Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan menjalankan program
pada MATLAB R2010a, sedangkan proses peramalan dengan metode peramalan
lainnya dijalankan dengan perangkat lunak Minitab Release 14. Proses peramalan
dengan metode Double Moving Average dilakukan secara manual karena tidak
tersedia pada perangkat lunak Minitab Release 14.
5.4.1 Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series
Peramalan permintaan tepung jagung dengan metode-metode yang telah
disebutkan sebelumnya akan digunakan pada model ini. Sebelum memilih metode
peramalan yang sesuai, data permintaan diplot terlebih dahulu untuk mengetahui
pola data permintaan. Plot data permintaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14. Contoh hasil plot data
permintaan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab dapat dilihat pada
Gambar 38. Hasil plot data menunjukkan pola data horisontal, sehingga semua
metode peramalan yang telah disebutkan sebelumnya digunakan untuk proses
peramalan permintaan.
Perhitungan peramalan dengan metode-metode tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 12. Metode peramalan yang dipilih sebagai metode yang akan
digunakan untuk memprediksi permintaan tepung jagung adalah metode yang
83
memiliki nilai kesalahan terkecil. Nilai kesalahan yang digunakan adalah
MeanSquare Error (MSE).
Gambar 38 Plot data permintaan tepung jagung.
Perangkat lunak yang digunakan dalam peramalan permintaan dengan data
time series adalah MINITAB Release 14. Langkah-langkah penggunaan
perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
5.4.2 Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Prediksi permintaan tepung jagung yang diuraikan berikut ini adalah
peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Data yang digunakan
pada proses prediksi ini adalah data time series. Berbeda dengan peramalan yang
menggunakan model kausal, proses peramalan dengan jaringan syaraf tiruan yang
menggunakan data time series membuat pola data dengan membaginya menjadi
variabel input dan target ramalan sebagai variabel output. Adapun tahapan pada
prediksi permintaan tepung jagung dapat dilihar pada Gambar 39.
Pada
awalnya
dibuatkan
struktur
jaringan
sesuai
pendekatan
backpropagation. Data permintaan masa lalu digunakan untuk membuat pola data
terlebih dahulu. Selanjutnya pola data tersebut dibagi menjadi data training
(pelatihan) dan data testing (pengujian). Data dimasukkan ke dalam struktur
jaringan, kemudian set parameter nilai dan inisialisai bobot. Simulasi dilakukan
84
dengan menggunakan data pelatihan, kemudian dilakukan dengan data pengujian,
untuk selanjutnya dilakukan peramalan. Ukuran ketepatan peramalan adalah mean
square error (MSE).
mulai
mulai
Permintaan
Permintaan
tepung
tepung
jagung
jagung
Perancangan struktur
jaringan
Pemisahan data
- data pelatihan
- data test
Transformasi data ke
input jaringan
Set parameter, nilai,
inisialisasi bobot
Simulasi JST
menggunakan data
pelatihan
Input
Inputdata
data
test
test
Simulasi JST
menggunakan
datatest
Input
Inputdata
data
prakiraan
prakiraan
Proses prakiraan
Denormalisasi
Hasil Prakiraan
Permintaan Tepung
Jagung
Selesai
Selesai
Gambar 39 Tahapan prediksi permintaan tepung jagung dengan JST.
Peramalan dengan backpropagation didasarkan pada data yang diperoleh
pada masa lalu. Pada model peramalan time series, sejumlah data x1, x2, ..., xn
akan digunakan untuk memperkirakan nilai xn+1. Dengan backpropagation,
85
sebagian data dipakai sebagai pelatihan untuk mencapai bobot yang optimal.
Periode ditentukan secara intuitif tergantung variabel yang akan diprediksi.
Banyaknya data dalam satu periode digunakan sebagai banyaknya input dalam
backpropagation.
Model prediksi permintaan tepung jagung dirancang dengan menggunakan
arsitektur jaringan seperti terlihat pada Gambar 40. X1, X2 ....Xn merupakan
variabel input, dan Y merupakan target
yaitu prakiraan permintaan. Vji
merupakan bobot hubungan unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj
merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan
bobot dari neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.Fungsi
aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner.
Pola data yang akan dibuat adalah empat data yang pertama sebagai x1, x2,
x3, x4, dan sebagai target adalah data yang kelima atau X5. Pola data ini yang
akan dibagi menjadi dua bagian yakni data untuk pelatihan dan data untuk
pengujian. Perangkat lunak MATLAB R2010a digunakan untuk menjalan
program untuk memperoleh hasil peramalan.
1
w10
v10
1
vj0
vp0
Z1
w11
v11
X1
Y
vj1
vp1
w1j
Zj
v12
Xn
w1p
vj2
vp2
Zp
Gambar 40 Struktur jaringan syaraf tiruan prediksi permintaan tepung jagung.
Proses menjalankan program dengan jaringan syaraf tiruan dilakukan
dengan mengubah-ubah jumlah neuron dalam hidden layer, fungsi aktivasi, fungsi
pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square error (MSE). Pada
86
proses pengolahan data dengan menjalankan program dilakukan simulasi dengan
mengubah nilai parameter, sehingga diperoleh hasil terbaik. Hasil yang diperoleh
setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Tabel yang
terdapat di Lampiran 15.
5.5 Verifikasi dan Validasi Model
Proses verifikasi model dilakukan melalui konsultasi dan konfirmasi dengan
pakar apakah model yang dibangun sesuai dengan sistem nyata. Proses verifikasi
ini dilakukan pada setiap model yang dirancang pada model penyediaan tepung
jagung ini. Verifikasi dilakukan dengan memperoleh konfirmasi tentang
komponen-komponen pada setiap model yang dirancang.
Pada model prediksi produksi jagung dilakukan dengan perunutan terhadap
variabel-variabel input yang mempengaruhi jumlah produksi jagung. Produksi
jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit,
pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006).
Tabel 18 Perunutan variabel input pada model prediksi produksi jagung
Nama variabel input
0-1
Sifat data
Penggunaan bibit
0
Kualitatif
Pemanfaatan lahan
0
Kualitatif
Pemupukan secara tepat
0
Kualitatif
Pengendalian hama dan penyakit
0
Kualitatif
Pengairan
0
Kualitatif
Curah hujan (mm)
1
Kuantitatif
Penanganan proses panen
0
Kualitatif
Luas panen (ha)
1
Kuantitatif
Model prediksi produksi jagung menggunakan metode kuantitaif, sehingga
data yang dibutuhkan adalah data kuantitatif. Tabel 18 menunjukkan hasil
perunutan variabel input yang dapat dan tidak dapat digunakan pada model
87
peramalan kuatitatif. Angka 0 (nol) menunjukkan bahwa variabel tersebut bersifat
kualitatif dan tidak dapat digunakan pada model, sedangkan angka 1
menunjukkan bahwa variabel bersifat kuantitatif dan dapat digunakan pada model.
Proses verifikasi pada model pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan
melalui konsultasi pakar dan konfirmasi pada pihak pabrik tepung jagung. Hasil
verifikasi menunjukkan bahwa variabel input dalam model sesuai dengan SNI.
Variabel input butir warna lain tidak dimasukkan karena jagung yang ditanam di
sentra jagung, dan yang dipasok sebagai bahan baku pada pabrik tepung jagung
adalah jagung kuning, sehingga dipastikan bahwa terdapat keseragaman warna
jagung pipilan.
Verifikasi pada model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan
melalui konsultasi dengan pakar dan konfirmasi kepada pihak pabrik jagung.
Variabel input dalam pengelompokan mutu tepung jagung adalah kandungan
aflatoksin, kadar air, dan kadar abu. Hal ini diperkuat melalui hasil pengisian
panduan konsultasi oleh pakar pada Tabel 12.
Variabel input pada model prediksi permintaan merupakan data permintaan
berdasarkan hasil diskusi dan konfirmasi pada pabrik tepung jagung. Permintaan
tepung jagung dilakukan oleh industri farmasi, industri pangan, dan industri
pakan.
Tujuan validasi model adalah untuk ketepatan suatu model dalam
melakukan fungsinya sesuai rancangbangun model tersebut. Dalam perancangan
model prediksi produksi jagung, model sebab-akibat atau model kausal cukup
valid untuk digunakan dalam melakukan peramalan. Hal ini disebabkan produksi
jagung tidak dipengaruhi oleh waktu, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain hama, benih, pengairan, luas panen. Perangkat lunak Minitab Release
14 telah valid sebagai alat analisis untuk melakukan peramalan.
Validasi pada model prediksi permintaan tepung jagung, variabel waktu
dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi permintaan, sehingga
model peramalan time series dapat digunakan dalam model ini. Hasil peramalan
dengan jaringan syaraf tiruan telah menunjukkan hasil yang valid, bahwa nilai
permintaan tepung jagung berada pada kisaran antara nilai minimum dan nilai
88
maksimu permintaan tepung jagung berdasarkan data yang diperoleh dari pabrik
tepung jagung.
Validasi dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan model
pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan dengan mencoba memasukkan
nilai-nilai variabel input, dan kemudian dicek apakah kelompok mutu yang
diperoleh sesuai dengan hasil yang diinginkan dan sesuai dengan pendapat pakar.
89
6 IMPLEMENTASI MODEL
Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis
penyediaan tepung jagung pada industri tepung jagung secara terintegrasi dalam
suatu rantai pasok. Keterkaitan antar model yang satu terhadap model lainnya
menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan jumlah dan mutu produk pada
salah satu mata rantai akan berpengaruh kepada mata rantai berikutnya.
Selanjutnya akan dilakukan analisis pada setiap model yang dirancang.
6.1 Prediksi Produksi Jagung
Prediksi produksi jagung dalam model penyediaan tepung jagung
diperlukan untuk dapat memperkirakan berapa jumlah produksi jagung yang dapat
disediakan oleh sentra jagung. Dengan adanya prediksi jumlah produksi jagung
maka dapat diperkirakan pula berapa kuantitas jagung pipilan yang dihasilkan.
Berdasarkan diskusi dan konfirmasi pakar diperkirakan bahwa sekitar 50% dari
hasil produksi jagung digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan diskusi
diperoleh informasi bahwa sebanyak 4,5 – 5 juta ton digunakan untuk pakan,
sehingga perkiraan produksi jagung kurang lebih 10 juta ton per tahun. Kenyataan
ini sangat berbeda dengan data Departemen Pertanian (2011) yang mencatat
bahwa produksi jagung sebanyak lebih kurang 16.5 juta ton per tahun. Namun
hingga saat ini Indonesia masih mengimpor jagung pipilan.
Dengan adanya model prediksi produksi jagung, maka industri tepung
jagung dapat merencanakan penyediaan bahan baku untuk memproduksi produk
tepung jagung sesuai permintaan konsumennya. Pihak pengambil keputusan dapat
memperkirakan berapa jumlah bahan baku jagung yang dapat disediakan oleh
petani lokal dan berapa jumlah bahan baku yang harus diimpor dari negara lain.
Penggunaan alat analisis dalam model ini akan memudahkan pihak
pengguna untuk meramalkan permintaan produksi jagung pada tiap periode.
Prakiraan dengan kesalahan ramalan terkecil merupakan prakiraan yang
mendekati ketepatan. Ketersediaan data sebagai variabel input dalam peramalan
sangat diperlukan. Dalam hal ini pihak industri tepung jagung perlu melakukan
pencatatan data sehingga dengan data yang akurat akan diperoleh pula hasil
90
peramalan yang baik. Kerjasama antar elemen-elemen pada rantai pasok industri
berbasis jagung dalam hal pencatatan data
serta pemberian informasi akan
memungkinkan diperolehnya hasil peramalan yang lebih akurat.
Setiap wilayah di Indonesia memiliki curah hujan yang berbeda-beda,
sehingga proses peramalan tidak dapat dilakukan sekaligus secara menyeluruh
untuk wilayah Indonesia. Proses peramalan sebaiknya dilakukan per wilayah
sesuai keadaan curah hujan pada wilayah tersebut. Proses peramalan dalam model
ini menggunakan data luas panen (ha), curah hujan (mm), dan produksi jagung
(ton) di daerah Jawa Tengah. Peramalan ini menggunakan jaringan syaraf tiruan
dan model regresi berganda. Proses peramalan dan hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan lampiran 4. Hasilnya menunjukkan bahwa
jaringan syaraf tiruan lebih baik karena memiliki nilai MSE yang lebih kecil.
Hasil prediksi produksi
jagung Jawa Tengah dengan jaringan syaraf tiruan
terdapat pada Lampiran 2.
Model prediksi produksi jagung ini bermanfaat bagi beberapa pemangku
kepentingan antara lain: 1) Pengumpul jagung pipilan; 2) Pihak pabrik jagung; 3)
Pemegang kebijakan. Dengan adanya model ini faktor ketidak-pastian tentang
jumlah produksi jagung pada periode yang akan datang yang mempengaruhi
fluktuasi harga jagung, dapat diperkecil.
Model ini bermanfaat bagi pihak pengumpul karena dengan diperolehnya
prediksi jumlah produksi jagung pada beberapa periode ke depan, para pengumpul
dapat merencanakan pembelian jagung dari petani dan dapat merencanakan
penjualan serta rencana distribusi jagung pipilan kepada industri-industri
pengolahan jagung.
Manfaat yang diperoleh pabrik jagung dengan penggunaan model ini adalah
pabrik jagung dapat mengetahui jumlah bahan baku yang dapat diperoleh dari
sentra jagung, sehingga dapat merencanakan impor bahan baku bila sentra jagung
dalam negeri tak dapat memenuhinya. Berdasarkan hasil prediksi ini, pihak pabrik
jagung dapat membuat perencanaan produksi dengan lebih matang.
Manfaat model ini bagi pihak pemegang kebijakan adalah pemegang
kebijakan dapat menggunakannya untuk memprediksi produksi jagung di sentrasentra jagung secara parsial. Dengan demikian penjumlahan produksi jagung yang
91
diprediksi pada sentra-sentra jagung merupakan hasil prediksi produksi jagung
secara nasional. Dengan diperolehnya hasil prediksi produksi jagung secara
nasional, pihak pemegang kebijakan dapat membuat kebijakan tentang usahausaha untuk meningkatkan produktivitas jagung, dan kebijakan lainnya tentang
ketahanan pangan.
6.2 Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Pengelompokan mutu jagung pipilan merupakan salah satu bagian dari
proses pasca panen jagung. Proses pasca panen jagung terdiri dari kegiatankegiatan: 1) pemanenan, 2) pengupasan, 3) pengeringan, 4) pemipilan,; 5)
penyimpanan, 6) pengangkutan, dan 7) Klasifikasi dan standarisasi mutu
(Firmansyah et al. 2006). Kegiatan-kegiatan pada pasca panen jagung sangat
berpengaruh kepada hasil panen yang diperoleh. Proses pasca panen yang tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil
panen.
Menurut Firmansyah et al. (2006), permasalahan pasca panen jagung antara
lain adalah susut kuantitas dan mutu, serta keamanan pangan. Kehilangan
kuantitatif hasil panen merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang pada
waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif
merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji
keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan.
Sedangkan masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan adalah penundaan
penanganan pascapanen jagung. Penundaan ini berpeluang untuk meningkatkan
infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam
meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas
50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Toksin yang
dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak.
Penurunan mutu biji jagung pipilan juga dapat terjadi karena masalah
transportasi. Jarak dan waktu transportasi yang lama, dan cara penanganan
pascapanen yang kurang baik mengakibatkan kemungkinan terjadinya perubahan
kadar air, dan tumbuhnya cendawan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan
mutu saat jagung tiba di tempat yang dituju.
92
Tujuan penanganan pasca panen jagung yang baik adalah untuk
memperoleh butiran jagung dengan mutu yang baik, yang dimulai dengan
penentuan umur panen yang tepat, mengurangi susut panen dan perontokan, cepat
melakukan penjemuran biji dan penyimpanan pada kadar air dan wadah yang
tepat, sehingga mendapatkan harga jual yang tinggi (Balai Besar Litbang Pasca
Panen, 2010).
Model pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat dalam kegiatan
klasifikasi mutu pada proses pasca panen. Model ini juga bermanfaat bagi
pengumpul sehingga dapat mendistribusikan jagung pipilan menurut kelompok
mutu sesuai jenis industri sasarannya. Jagung yang mengandung aflatoksin
melebihi batas yang diijinkan, tak dapat dipasok sebagai bahan baku bagi industri
tepung jagung. Dalam memproduksi tepung jagung, industri tepung jagung
membutuhkan bahan baku jagung pipilan yang memenuhi stadar mutu yang
ditetapkan. Jenis uji pada parameter mutu kadar air, butir rusak, butir pecah, dan
kotoran merupakan variabel masukan yang berpengaruh kepada kelompok mutu
jagung pipilan.
Walaupun telah dikeringkan namun adanya kadar air yang berlebih karena
penyimpanan akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya aflatoksin. Standar
Nasional Indonesia menetapkan batas kandungan aflatoksin untuk jagung pipilan
yaitu maksimum 5 ppb bagi manusia dan maksimum 50 ppb bagi hewan. Bila
kandungan aflatoksin lebih dari 50 ppb maka jagung pipilan tidak dapat
digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung. Pengelompokan mutu
jagung pipilan berdasarkan kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran dapat
dilakukan setelah melewati pengujian aflatoksin terlebih dahulu. Hal ini
disebabkan karena industri sasaran yang dijadikan konsumen jagung pipilan
adalah industri tepung jagung.
Variabel input yang cukup penting selain kadar air adalah butir rusak dan
butir pecah. Bagi industri farmasi disyaratkan tidak boleh ada butir yang pecah.
Butir pecah dapat terjadi pada saat proses pengeringan dan proses pemipilan.
Akibat dari butir yang pecah adalah terdapatnya telur-telur serangga yang akan
merusak butir jagung. Telur serangga tidak mati pada air mendidih dan tidak mati
pada proses mekanis.
93
Butir rusak jagung pipilan diakibatkan karena dimakan burung. Untuk
industri pangan butir rusak merupakan syarat mutu yang penting, karena butir
rusak dapat berpotensi adanya telur serangga dan kutu. Selain itu butir rusak pada
jagung akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya cendawan.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang telah dirancang
dijalankan dengan perangkat lunak MATLAB R2010a, dengan memasukkan nilai
domain setiap variabel input, dan nilai parameter pada setiap himpunan fuzzy.
Salah satu hasil memasukkan variabel input jenis uji butir rusak dapat dilihat pada
Gambar 41.
Gambar 41 Himpunan fuzzy variabel butir rusak jagung pipilan.
Aturan if-then yang telah dirancang dimasukkan kedalam program
MATLAB R2010a, dan tampilannya terlihat pada Gambar 42. Tampilan lainnya
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Setelah semua variabel input dimasukkan kedalam FIS editing, dan aturan
yang dibuat telah dimasukkan ke dalam program tersebut, maka hasil yang
diperoleh terlihat seperti pada Gambar 43. Hasil menjalankan FIS pada perangkat
lunak MATLAB R2010a selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
94
Gambar 42 Tampilan If-then rules mutu jagung pipilan pada MATLAB R2010a.
Gambar 43 Keluaran mutu jagung pipilan kelompok Mutu 2
Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang dirancang, tidak
mempertimbangkan faktor penanganan pascapanen, serta
transportasi
distribusi
dan
antar setiap mata rantai. Diasumsikan bahwa penanganan pasca
panen telah dilakukan dengan baik, serta tidak terjadi gangguan saat distribusi dan
transportasi.
95
6.3 Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Model pengelompokan mutu tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung
jagung dan bagi industri pengguna tepung jagung. Industri tepung jagung dapat
mengelompokkan produk yang dihasilkan, sehingga akan dengan mudah
mengirimkan produk sesuai permintaan industri tujuannya. Kelompok Grade 1
ditujukan untuk bahan baku industri farmasi, kelompok Grade 2 untuk industri
pangan, dan kelompok Grade 3 untuk industri pakan. Model ini juga bermanfaat
bagi industri pengguna tepung jagung, sehingga industri tersebut dapat memesan
bahan baku tepung jagung pada kelompok yang sesuai dengan jenis industrinya.
Model pengelompokan mutu tepung jagung ini dijalankan dengan program
FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a. Variabel input dimasukkan sesuai
domain setiap himpunan fuzzy, dan nilai parameter yang telah ditentukan. Contoh
tampilan pada MATLAB R2010a setelah memasukkan variabel aflatoksin beserta
domain setiap himpunan fuzzy dengan kategori rendah, sedang , dan tinggi dapat
dilihat pada Gambar 44. Tampilan variabel input lainnya pada FIS terdapat pada
Lampiran 10.
Gambar 44 Himpunan fuzzy variabel aflatoksin pada tepung jagung.
Aturan if-then sebanyak 27 aturan yang telah dirancang dimasukkan satu
persatu ke dalam program FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a.
96
Tampilan hasil masukan aturan tersebut ke dalam program FIS dapat dilihat pada
tampilan Gambar 45.
Gambar 45 Tampilan If-then rules mutu tepung jagung pada MATLAB R2010a.
Setelah semua nilai-nilai variabel input , nilai variabel output, dan aturan
keputusan dimasukkan kedalam program MATLAB, maka hasilyang diperoleh
terlihat seperti pada Gambar 46. Hasil lainnya dapat dilihat pada lampiran 10.
Gambar 46 Keluaran mutu tepung jagung kelompok Grade 3.
97
Gambar 46 menunjukkan bahwa dengan nilai variabel input aflatoksin
sebesar 25 ppb, kadar air sebesar 12%, dan kadar abu 0.75 %. Hasil yang
diperoleh adalah tepung jagung tersebut masuk dalam kelompok mutu Grade 3.
Model pengelompokan mutu tepung jagung yang dirancang pada penelitian
ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu
tepung jagung selama proses produksi berlangsung. Faktor-faktor tersebut antara
lain: setting mesin, metode kerja, ketrampilan dan keahlian operator, lingkungan
kerja dan lain-lainnya.
6.4 Prediksi Permintaan Tepung Jagung
Model prediksi permintaan tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung
jagung. Manfaat yang diperoleh adalah pabrik ini dapat membuat perencanaan
produksi dengan target produksi sesuai permintaan konsumennya. Tersedianya
data permintaan masa lalu akan memudahkan proses peramalan permintaan ke
depan. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan model ini adalah tidak
tersedianya data permintaan masa lalu. Informasi yang diperoleh dari pihak pabrik
adalah jumlah permintaan minimum sebesar 300 ton per bulan dan jumlah
permintaan maksimum sebesar 375 ton per bulan.
Model prediksi permintaan tepung jagung dibuat untuk data time series.
Variabel yang akan diramalkan pada model ini hanya dipengaruhi oleh horison
waktu. Peramalan permintaan dilakukan dengan pendekatan metode-metode time
series dan dengan jaringan syaraf tiruan. Metode yang digunakan pada
pendekatan time series adalah Moving Average, Double Moving Average, Single
Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Anlaysis dan
metode Dekomposisi.
Data yang digunakan dalam menjalankan model ini adalah data yang digenerate dengan permintaan periode sebelumnya yang berkisar antara 300 ton
sampai dengan 375 ton per bulan. Data ini diperoleh berdasarkan informasi dari
pabrik tepung jagung. Generate data selama 24 bulan dengan nilai minimum 300
ton dan nilai maksimum 375 ton dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil
pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 13. Pada
pendekatan tersebut metode dekomposisi memberikan hasil terbaik dengan nilai
MSE yang lebih kecil sebesar 329,954. Namun demikian jaringan syaraf tiruan
98
memberikan hasil yang lebih akurat seperti terlihat pada Lampiran 14 dan
Lampiran 15. Lampiran 14 menunjukkan hasil menjalankan program jaringan
syaraf tiruan sebanyak 18 kali dengan perangkat lunak MATLAB R2010a.
Lampiran 15 adalah rangkuman hasil menjalankan program dengan jaringan
syaraf tiruan beserta hasil peramalan permintaan tepung jagung.
6.5 Keterbatasan Model
Beberapa keterbatasan dalam model yang dirancang adalah sebagai berikut:
-
Model tidak dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan yang
mengintegrasikan sub-sub model dalam suatu sistem, sehingga dapat
membantu pengambil keputusan melakukan tindakan secara lebih tepat
dan cepat.
-
Model penyediaan tepung jagung dalam rantai pasok industri berbasis
jagung ini masih bersifat parsial, sehingga perlu diintegrasikan dengan
mempertimbangkan faktor penanganan pasca panen, distribusi dan
transportasi antar mata rantai. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan
karena penanganan pasca panen yang kurang baik, jarak dan waktu
transportasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu bahan baku.
-
Model prediksi hanya terbatas pada prediksi secara kuantitatif , sehingga
faktor-faktor penting yang bersifat kualitatif masih diasumsikan tidak
mempengaruhi hasil prediksi.
-
Implementasi model prediksi produksi jagung hanya untuk satu wilayah,
dengan asumsi bahwa model ini akan dapat digunakan untuk wilayah lain
dan dapat di kembangkan untuk memprediksi produksi jagung nasional.
-
Aturan keputusan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan
pengelompokan mutu tepung jagung, tidak didukung oleh pencatatan data
mutu yang cukup, sehingga tidak dapat dilakukan pengurangan jumlah
aturan dalam if-then rules.
-
Perancangan model pengelompokan mutu jagung pipilan
belum
mempertimbangkan model sampling penerimaan bahan baku (acceptance
sampling model) di industri tepung jagung.
-
Model prediksi permintaan tepung jagung hanya menggunakan data
permintaan secara keseluruhan dan bukan berupa permintaan per jenis
99
industri. Namun demikian model ini dapat digunakan untuk memprediksi
permintaan setiap jenis industri pengguna tepung jagung, sehingga
perencanaan penyediaan tepung jagung dalam jumlah dan mutu yang
sesuai dapat dibuat untuk masing-masing jenis industri pengguna tepung
jagung.
6.6 Implikasi Teoritis
Hasil dari model prediksi produksi jagung menunjukkan bahwa penggunaan
jaringan syaraf tiruan lebih akurat dari pada metode peramalan menggunakan
model regresi. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Zhang et
al. (2004), dimana penelitian ini membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
model univariat serta model multivariat, dan memperoleh bahwa hasil peramalan
jaringan syaraf tiruan lebih baik dari pada metode statistikal. Erdinç dan Satman
(2005) dalam penelitiannya membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
regresi linier, dan diperoleh hasil bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik daripada
regresi linier dalam melakukann peramalan.
Selain itu hasil ini menkonfirmasi penelitian Setyawati (2003) yang
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk univariat dan multivariat time series
dalam melakukan peramalan, dan memperoleh bahwa jaringan syaraf tiruan lebih
akurat dari pada metode lainnya. Model prediksi yang dirancang telah
mengkonfirmasi penelitian Nam dan Schaefer (1995) yang melakukan peramalan
penumpang pesawat udara dengan jaringan syaraf tiruan. Azadeh et al. (2008)
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan penggunaan energi listrik.
Ferreira et al. (2011) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan
harga dalam konteks agribisnis.
Konfirmasi lainnya dilakukan terhadap penelitian Bhuvanes et al. (2007)
menggunakan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk memprediksi
jumlah pasien pada beberapa bagian perawatan di Virtua Health, New Jersey.
Penelitian ini membandingkan model peramalan menggunakan backpropagation
neural network dengan peramalan menggunakan statistical forecasting models,
dan menyimpulkan bahwa BPPN lebih akurat.
100
6.7 Implikasi Manajerial
Model yang dirancang masih bersifat parsial, namun model ini dapat
digunakan bagi pemangku kepentingan pada rantai pasok industri berbasis jagung.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan dapat digunakan oleh pengumpul
sebelum produk jagung pipilan didistribusikan ke industri pengolahan jagung
sesuai jenis industri. Penggunaan model ini akan menyebabkan penurunan
penolakan produk yang dikirim bila tidak sesuai dengan kebutuhan industri
pengolahan jagung. Kelompok Mutu 1 dan Mutu 2 dapat dipasok kepada industri
tepung jagung, dan kelompok Mutu 3 dapat dipasok kepada industri pakan.
Penerapan rancangbangun model bermanfaat bagi perencanaan produksi
pada industri tepung jagung. Pemanfaatan model prediksi produksi jagung akan
mengurangi ketidak-pastian dalam masalah perencanaan jumlah bahan baku yang
akan dipesan. Bila terjadi kekurangan bahan baku, industri tepung jagung dapat
segera
mengantisipasi
dengan
melakukan
impor
bahan
baku.
Model
pengelompokan mutu jagung pipilan pada pengumpul, juga bermanfaat bagi
industri tepung jagung. Dengan adanya pengelompokan mutu jagung pipilan ini,
industri tepung jagung akan mendapat pasokan bahan baku yang sesuai dari
pengumpul, sehingga penolakan bahan baku yang tidak sesuai dapat dikurangi.
Penggunaan model prediksi permintaan tepung jagung pada industri tepung
jagung akan memudahkan bagian perencanaan pada industri tersebut membuat
perencanaan produksi per periode. Perencanaan produksi yang dibuat dapat
dikaitkan dengan hasil prediksi produksi jagung, hasil pengelompokan mutu
jagung pipilan, untuk membuat perencanaan pemesanan bahan baku.
6.8 Analisis Penggunaan Model dan Kebijakan
Analisis pemanfaatan model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok
industri berbasis jagung dilakukan terhadap model prediksi produksi jagung,
model pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung
jagung, dan model prediksi permintaan tepung jagung.
Dari hasil menjalankan proses peramalan pada model prediksi produksi
jagung sesuai Lampiran 1 sampai Lampiran 4, diperoleh bahwa nilai peramalan
terbaik adalah peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan nilai
MSE sebesar 0.0000993. Nilai MSE ini yang paling mendekati target performansi
101
sebesar 0.0001. Hasil ini merupakan hasil peramalan produksi jagung daerah
Jawa Tengah, yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Prediksi produksi jagung
empat periode ke depan sebesar 115946 ton, 115926 ton, 116 226 ton, dan 116218
ton. Jumlah ini merupakan produksi jagung berupa jagung pipilan kering panen.
Apabila periode analisis yang diambil adalah periode 1, maka jumlah produksi
jagung panen kering panen adalah sebesar 115946 ton. Jumlah ini akan
mengalami susut panen secara kuantitatif dan kualitatif. Kadar air jagung kering
panen sebesar 25 - 30%, sedangkan jagung pipilan yang memenuhi persyaratan
mutu memiliki kadar air 13 – 15%. Susut berat akibat penurunan kadar air
mengakibatkan penurunan berat sebesar 15%, sehingga jumlah produksi jagung
pipilan sebesar 115946 ton menjadi 98554.1 ton atau sekitar 100000 ton per
bulan. Bila susut panen akibat mutu yang tidak memenuhi standar diasumsikan
sebesar 20%, dan jumlah jagung yang diproduksi 50 % digunakan untuk pakan
ternak, maka jumlah jagung pipilan menjadi 40000 ton per bulan. Jumlah ini akan
menyusut akibat penurunan mutu pada saat transportasi. Bila diasumsikan susut
mutu akibat transportasi sebesar 5%, maka jumlah jagung pipilan yang memenuhi
persyaratan mutu sebagai bahan baku adalah sebesar 38000 ton per bulan.
Kapasitas terpasang pabrik tepung jagung yang diambil sebagai sampel
adalah sebesar 5000 ton per bulan. Pabrik ini berproduksi dengan 50 % kapasitas
atau 2500 ton per bulan. Tepung jagung yang dihasilkan pabrik merupakan
produk sampingan, karena produk utamanya adalah grits. Jumlah grits yang
dihasilkan sebesar 65 – 70 % dari jumlah bahan baku, dan tepung jagung sebesar
12% dari jumlah bahan baku. Apabila prediksi permintaan tepung jagung pada
periode 1 sebesar 330 ton seperti terlihat pada Lampiran 15, maka untuk
memproduksi tepung jagung pada pabrik ini diperlukan bahan baku sejumlah
2750 ton. Perhitungan ini tidak memperhitungkan permintaan grits. Sehingga bila
ditinjau dari kebutuhan bahan baku, sentra jagung Jawa Tengah masih dapat
memenuhi pasokan bahan baku bagi pabrik.
Analisis ini hanya dilakukan untuk memperkirakan kebutuhan bahan baku
jagung pipilan pada satu pabrik tepung jagung. Analisis ini
tidak
mempertimbangkan banyak industri pengolahan jagung lainnya yang tersebar di
beberapa wilayah di Indonesia selain pabrik tepung jagung.
102
Beberapa kebijakan yang perlu dilakukan apabila terdapat kekurangan
bahan baku jagung pipilan antara lain:
-
Melakukan impor jagung dari negara luar
-
Usaha peningkatan produktivitas jagung bagi petani
-
Memberikan kemudahan memperoleh benih jagung yang bermutu bagi
petani
-
Memberikan kemudahan meperoleh pengetahuna tentang panen dan pasca
panen bagi petani
-
Kemudahan memperoleh sarana produksi bagi petani
-
Kemudahan mendapat pasokan bahan baku dari petani kepada pengumpul
-
Penerapan peraturan dagang yang konsisten bagi pengumpul
-
Kemudahan akses informasi bagi semua pemangku kepentingan
103
7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1.
Model penyediaan tepung jagung pada rantai pasokan tepung jagung terdiri
atas model prediksi produksi jagung, model pengelompokan mutu jagung
pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung, dan model prediksi
permintaan tepung jagung oleh industri pengguna tepung jagung.
2.
Model prediksi produksi jagung menggunakan model kausal dengan alat
analisis jaringan syaraf tiruan dan pendekatan regresi. Variabel input dalam
model ini adalah luas panen (ha) dan curah hujan (mm/bulan), sedangkan
variabel output adalah jumlah produksi jagung (ton/bulan).
3.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan menggunakan pendekatan fuzzy
inference system dengan variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah dan
kotoran. Sebagai variabel output adalah jagung pipilan mutu 1, mutu 2 dan
mutu 3.
4.
Model pengelompokan mutu tepung jagung menggunakan pendekatan fuzzy
inference system dengan variabel input kandungan aflatoksin, kadar air,
cemaran seng dan cemaran tembaga. Sebagai variabel output adalah tepung
jagung grade 1, grade 2 dan grade 3. Grade 1 sebagai bahan baku industri
farmasi, grade 2 sebagai bahan baku industri pangan dan grade 3 untuk
industri pakan ternak.
5.
Model prediksi permintaan tepung jagung menggunakan model time series.
Alat analisis yang digunakan dalam model ini adalah jaringan syaraf tiruan
dan metode peramalan untuk data time series.
6.
Model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung
yang dirancang masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain: model
belum
dilengkapi
dengan
sistem
pendukung
keputusan
yang
mengintegrasikan elemen-elemen dalam sistem, model masih parsial dan
belum mempertimbangkan semua komponen dalam rantai pasok, model
pengelompokan mutu jagung pipilan belum mempertimbangkan pengaruh
104
penanganan pasca panen jagung, model prediksi permintaan masih belum
menggunakan data aktual yang terjadi di lapangan.
7.2 Saran
1.
Model ini dapat dikembangkan dan dapat dilengkapi dengan sistem
pendukung keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan melakukan
antisipasi dalam penyediaan tepung jagung sesuai permintaan industri
pengguna tepung jagung.
2.
Model ini dapat disempurnakan dengan mengintegrasikan semua komponen
dalam rantai pasok dalam analisis rantai pasok industri berbasis jagung secara
menyeluruh.
105
DAFTAR PUSTAKA
Adam EE, Ronald JE. 1992. Production and Operation Management. Ed ke-5.
New Jersey: Prentice Hall.
Azadeh A, Ghaderi SF, Sohrabkhani S. 2008. A Simulation Based Neural
Network Algorithm for Forecasting Electrical Energy Consumption. Di
dalam: Proceeding of IIE Annual Conference. hlm 1119-1124.
Bhuvanesh A, Wang S, Lam S, Khasawneh M, Srihari K. 2007. Using Artificial
Neural Networks for Forecasting in Healthcare: Methodology and Findings.
Di dalam: Proceeding of IIE Annual Conference. hlm 382-387.
Carrera DA, Mayorga RV. 2008. Supply Chain Management: A Modular Fuzzy
Inference System Approach in Supplier Selection for New Product
Development. Int. J. Intelligent Manufacturing 19 (1): 1-12.
Cruz AM, Denis ER. 2005. A Fuzzy Inference System to Evaluate Contract
Service Provider Performance. J. Biomedical Instrumentation & Technology
39 (4): 320-325
[Deptan] Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
2006. Pembuatan Tepung Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah.
[Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Litbang Pasca Panen. 2010.
Penanganan Pasca Panen Jagung. Jakarta
[Deptan] departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat
Budidaya Serealia. 2006. Petunjuk Peningkatan Produktivitas
Pengembangan Jagung. Jakarta.
[Deprin] Departemen Perindustrian, Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Standar
Nasional Indonesia: Jagung. Jakarta.
Erdinç A, Satman MH. 2005. Stock Market Forecasting: Artificial Neural
Network And Linear Regression Comparison In An Emerging Market. J.
Financial Management & Analysis 18. 2 : 18-33.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.
Bogor: IPB Press.
Erol I, Ferrel Jr, William G. 2004. A Methodology to Support Decision Making
Across the Supply Chain of An Industrial Distributor. Int. J. Production
Economics 89:119-129.
106
Fausett L. 1994. Fundamentals of Neural Networks, Architectures, Algorithms,
and Applications. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Ferreira L, de Moura GL, Borenstein D, Américo FA, 2011. The Use of Artificial
Neural Networks as A Strategy For Forecasting Prices in the Context of
Agribusiness. Revista De Administração E Inovação. RAI 8 (4) : 6.
Firmansyah IU, Saenong S, Abidin B, Suarni, Sinuseng Y. 2006. Laporan Hasil
Penelitian. Proses Pasca Panen untuk Menunjang Perbaikan Produk Biji
Jagung Berskala Industri dan Ekspor. Maros: Balai Penelitian Tanaman
Serealia.
Gryna FM. 2001. Quality Planning and Analysis, from Product Development
Through Use. Ed ke-4. McGraw Hill International Edition, Industrial
Engineering Series.
Johnson LA. 2000. Corn: The Major Cereal of the Americas, Handbook of Cereal
Science and Technology. Ed ke-2. Marcel Dekker Inc: New York.
Jong Jek Siang. 2009. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya
menggunakan Matlab. Ed ke-2. Yogyakarta: Andi Offset.
Krajewski LJ, Larry PR. 2002. Operation Management, Strategy and Analysis.
Ed ke-6. Prentice Hall International Inc: USA.
Kusumadewi S. 2002. Artificial Intelligence:
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Teknik dan Aplikasinya.
Kusumadewi S, Hari P. 2004. Alikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Law R. 1998. Room Occupancy Rate Forecasting: A Neural Network Approach.
J. Contemporary Hospitality Management 10 (6): 234-239
Lisa WW. 1996. Partnership Satisfaction: Using Underlying Dimensions of
Supply Chain Partnership to Measure Current and Expected Levels of
Satisfaction. J. Business Logistics 17 no 2.
Liker JK, Morgan JM. 2006. The Toyota Way in Service, J. Academy of
Management Perspectives 20 (2): 5 – 20.
Lockamy III, Archie S, Wilbur I. 2000. Target Costing for Supply Chain
Management: Criteria and Selection. J. Industrial Management & Data
Systems 100 (5): 210-218.
Luo W. 1998. An Integrated Inventory System for Perishable Goods with Back
Ordering. Int. J. Computers Industrial Engineering 34 (3): 685-693.
107
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1983. Forecasting Methods and
Application. Ed ke-2. USA: John Wiley & Sons.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: PT Grasindo.
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
Nam K, Schaefer T. 1995. Forecasting International Airline Passenger Traffic
Using Neural Networks. J. Logistics and Transportation Review 31 (3) :
239.
Nayak PC, Rao YR, Satyaji, Sudheer KP. 2006. Groundwater Level Forecasting
in a Shallow Aquifer Using Artificial Neural Network Approach. J. Water
Resources 20 (1): 77-90.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Penerbit Guna Widya.
Render B et al. 1997. Principles of Operations Management. Ed ke-2. New
Jersey: Pearson Prentice-Hall. Inc.
Riyani. 2007. Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas
Unggul Nasional. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Saaty TL. 1988. Decision making for leaders : The Analytical Hierarchy
Process for Decisions in a complex world. United States of America :
RWS Publications.
Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen
no. 134. PT Pustaka Binaman Pressindo. (Terjemahan).
Saaty TL. 1993. Fundamentals of Decision Making. United States of America:
RWS Publications.
Saaty TL. 1996. Decision Making With Dependence and Feedback : The Analytic
Network Process. Pittsburgh: RWS Publications.
Septiani W, Marimin. 2005. Sistem Intelijen Prediksi dan Penilaian Kualitas
Susu Pasteurisasi dengan Menggunakan Logika Fuzzy dan Jaringan
Syaraf Tiruan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi. ISBN :979-756-061-6 Yogyakarta.
Setyawati BR, Creese RC, Jaraiedi M. 2003. Neural Networks for Univariate and
Multivariate Time Series Forecasting. Di dalam: Proceeding of IIE Annual
Conference. hlm 1-6.
108
Slim C. 2009. Hybrid Approach in Neural Network Design Applied to Financial
Time Series Forecasting. J. American Academy of Business 15 (1): 294-300.
Suryana A, Hermanto. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Jagung. Jakarta:
Badan Litbang Pertanian.
Suryawijaya I. 2009. Rancang Bangun Sistem Intelijen untuk Enterprise Resource
Planning (ERP) pada Industri Tepung Jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wahyu, Afriyanti. 2009. Aplikasi Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto
pada Simulasi Traficc Light Menggunakan Java. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISBN:1907-5022.
Yogyakarta.
Wang W, Zu Z, Lu JW. 2003. Three Improved Neural Network Models for Air
Quality Forecasting. J. Engineering Computations 20 (2): 192-210.
Wisner JD et al. 2005. Principles of Supply Chain Management, a Balanced
Approach. South-Western, Ohio: Thomson.
Yan X, Luo J, Chen Z. 2010. Forecasting of the Demand of Alumina Based on the
Coupling Phase-space Reconstruction and Neural Network. Int. J. Business
and Management 5 (6): 146-153.
Zhang W, Cao Q, Schniederjans MJ. 2004. Neural Network Earnings per Share
Forecasting Models: A Comparative Analysis of Alternative Methods. Int.
J. Decision Sciences 35 (2) : 205-237.
DAFTAR ISTILAH
Agroindustri
Didefinisikan sebagai industri yang mengolah hasil pertanian
menjadi produk lain yang bernilai tambah melalui kemampuan
teknologi yang melibatkan aspek fisik, kimia, atau biologi.
Rantai pasok
Didefinisikan sebagai jaringan perusahaan-perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Dalam
rantai pasok terdapan aliran barang yang mengalir dari hulu ke
hilir, aliran uang yang mengalir dari hilir ke hulu, dan aliran
informasi dari hilir ke hulu ataupun sebaliknya.
Manajemen
rantai pasok
Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui
jaringan kerjasama antara pemasok, pengolah/produsen,
distributor, pengecer yang bertujuan untuk memproduksi dan
mengirimkan produk kepada pelanggan.
Rantai
pasok Adalah jaringan perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok
industri berbasis yang secara bersama bekerja untuk menciptakan produk yang
jagung
berbahan baku jagung dan menghantarkannya sampai ketangan
pelanggannya. Sebagai pemegang kepentingan adalah sentra
jagung, pedagang/pengumpul jagung, industri pengolahan
jagung, pabrik berbahan baku hasil olahan jagung.
Logika Fuzzy
Cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam
suatu ruang output.
Variabel fuzzy
Variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy.
Semesta
pembicaraan
Adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy
Himpunan fuzzy
Suatu grup yang mewakili suatu keadaan tertentu dalam suatu
variabel fuzzy
Fuzzyfikasi
Proses konversi sebuah nilai crisp (tunggal) ke dalam nilai
fuzzy.
Defuzzyfikasi
Proses konversi nilai-nilai fuzzy ke dalam nilai crisp.
TFN
Triangular Fuzzy Number merupakan representasi bilangan
fuzzy dalam bentuk kurva segitiga
FIS
Fuzzy Inference System merupakan kerangka komputasi yang
didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk
IF-THEN, dan penalaran fuzzy
untuk
Peramalan
(Forecasting) merupakan suatu proses memperkirakan nilai
suatu variabel untuk masa yang akan datang, berdasarkan data
masa lalu, atau berdasarkan variabel yang berpengaruh.
Model kausal
Model hubungan sebab akibat dalam metode peramalan. Dalam
model ini terdapat variabel input yang mempengaruhi variabel
output.
Model
timeseries
Model dimana variabel waktu mempengaruhi variabel yang
diramalkan. Dalam model ini terdapat metode-metode
peramalan dimana nilai variabel yang diramalkan merupakan
nilai ektrapolasi data mengikuti horison waktu.
JST
Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi
buatan
dari otak manusia yang selalu mencoba
mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
AHP
(Analytical
Hierarchy
Process)
merupakan
model
pengambilann keputusan yang mampu memecahkan persoalan
kompleks secara kuatitatif.
Matriks
perbandingan
berpasangan
Adalah matriks penilaian antar kriteria atau alternatif oleh
pakar dalam AHP untuk menentukan bobot kriteria atau
alternatif.
Kadar air
Adalah jumlah kandungan air dalam jagung atau tepung jagung
yang dinyatakan dalam persentase dari berat.
Butir rusak
Adalah jagung, baik yang utuh maupun yang pecah yang
mengalami kerusakan karena pengaruh panas, berkecambah,
cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan fisik
lainnya.
Butir warna lain
Adalah butir jagung yang berwarna lain dari warna asli,
disebabkan oleh lain varietas.
Butir pecah
Adalah butir jagung yang pecah-pecah selama proses
pengolahan, perawatan, yang mempunyai ukuran sama atau
lebih kecil dari 0.6 bagian jagung yang utuh.
Kotoran
Adalah segala benda asing seperti butir tanah, batu-batu kecil,
pasir dan sisa-sisa batang, tongkol jagung, klobot, biji-bijia
lain yang bukan jagung dan sebagainya.
Kadar aflatoksin Adalah kandungan
aspergilus flavus.
racun hasil
metabolisme
cendawan
109
Lampiran 1 Prediksi Produksi Jagung Jawa Tengah dengan Jaringan Syaraf
Tiruan
Data yang digunakan untuk memprediksi produksi jagung adalah data yang
tercantum pada Tabel 9.
Variabel input adalah luas panen (ha) dan curah hujan (mm/bulan). Sebagai
variabel output adalah jumlah produksi jagung (ton/bulan)
Menu utama yang ditampilkan dalam program
Hasil menjalankan program dengan MATLAB R2010a
110
1. Running program 1
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 77; testing :2 ; forecasting : 2
MSE : 6,17 x 10-23
Hasil peramalan:
bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
111
2. Running program 2
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 136; testing :3 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000981
Hasil peramalan: bulan 1 : 116634 ton
bulan 2 : 115680 ton
bulan 3 : 115560 ton
bulan 4 : 115562 ton
112
3. Running program 3
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 419; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,00000246
Hasil peramalan: bulan 1 : 115720 ton
bulan 2 : 115346 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
113
4. Running program 4
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 69; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,0000517
Hasil peramalan: bulan 1 : 115951 ton
bulan 2 : 115935 ton
bulan 3 : 115882 ton
bulan 4 : 115999 ton
114
5. Running program 5
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 163; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 3,4 x 10-9
Hasil peramalan: bulan 1 : 115552 ton
bulan 2 : 115549 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
115
6. Running program 6
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 173; testing : 1 ; forecasting : 5
MSE : 0,000002
Hasil peramalan: bulan 1 : 115644 ton
bulan 2 : 115647 ton
bulan 3 : 115594 ton
bulan 4 : 115597 ton
116
7. Running program 7
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 92; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,00002
Hasil peramalan: bulan 1 : 115859 ton
bulan 2 : 115874 ton
bulan 3 : 115686 ton
bulan 4 : 115689 ton
117
8. Running program 8
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 231; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,000000859
Hasil peramalan: bulan 1 : 115648 ton
bulan 2 : 115562 ton
bulan 3 : 115549 ton
bulan 4 : 115549 ton
118
9. Running program 9
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 12; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000988
Hasil peramalan: bulan 1 : 116514 ton
bulan 2 : 115857 ton
bulan 3 : 115890 ton
bulan 4 : 115791 ton
119
10. Running program 10
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 88; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000273
Hasil peramalan: bulan 1 : 115818 ton
bulan 2 : 116045 ton
bulan 3 : 115622 ton
bulan 4 : 115619 ton
120
11. Running program 11
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 100; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 6,87 x 10-15
Hasil peramalan: bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
121
12. Running program 12
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 77; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 6,17 x 10-23
Hasil peramalan: bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
122
13. Running program 13
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 66; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000485
Hasil peramalan: bulan 1 : 115573 ton
bulan 2 : 116313 ton
bulan 3 : 115598 ton
bulan 4 : 115600 ton
123
14. Running program 14
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 56; testing : 1 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000993
Hasil peramalan: bulan 1 : 116441 ton
bulan 2 : 116121 ton
bulan 3 : 115765 ton
bulan 4 : 115737 ton
124
15. Running program 15
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 43; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,0000242
Hasil peramalan: bulan 1 : 116064 ton
bulan 2 : 115715 ton
bulan 3 : 115562 ton
bulan 4 : 115561 ton
125
16. Running program 16
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 59; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000531
Hasil peramalan: bulan 1 : 116261 ton
bulan 2 : 115917 ton
bulan 3 : 115585 ton
bulan 4 : 115577 ton
126
17. Running program 17
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 37; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,00005
Hasil peramalan: bulan 1 : 116283 ton
bulan 2 : 115780 ton
bulan 3 : 115637 ton
bulan 4 : 115634 ton
127
18. Running program 18
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 69; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,0000993
Hasil peramalan: bulan 1 : 115946 ton
bulan 2 : 115926 ton
bulan 3 : 116226ton
bulan 4 : 116218 ton
128
129
Lampiran3 Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 peramalan data kausal
1. Masukkan data input ke dalam Worksheet: C1, C2, ..., Cn
2. Klik Stat
130
3. Pilih Regression
4. Klik Regression
-
Masukkan variabel response
-
Masukkan variabel predictors
-
Klik OK
131
Lampiran 4 Peramalan Produksi Jagung dengan MINITAB Release 14
Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah
Tahun 2010
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Luas Panen
(ha)
79390
145107
53337
35453
51906
62938
35225
36325
59431
47031
32481
27961
Curah Hujan
(mm)
214
415
240
127
142
79
1
3
1
6
197
76
Produksi (ton)
130251
121080
139750
165350
180790
157210
179190
184785
285637
226038
156111
134385
Regression Analysis: PRODUKSI JGNG versus LUAS PANEN; CURAH
HUJAN
The regression equation is
PRODUKSI JGNG = 180508 + 0,693 LUAS PANEN - 378 CURAH HUJAN
Predictor
Constant
LUAS PANEN
CURAH HUJAN
Coef
180508
0,6927
-377,9
S = 33419,1
SE Coef
20432
0,4634
117,4
R-Sq = 57,1%
T
8,83
1,49
-3,22
P
0,000
0,169
0,010
R-Sq(adj) = 47,6%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
DF
2
9
11
SS
13379618390
10051497884
23431116274
MS
6689809195
1116833098
F
5,99
P
0,022
Prediksi Produksi Jagung Jawa Tengah Tahun 2011
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Luas panen
(ha)
70000
125500
52525
30100
Curah hujan
(mm)
150
250
150
100
Produksi
(ton)
172318,00
172979,50
160207,83
163567,30
132
Lampiran 5 Aturan (If – then – rules) mutu jagung pipilan
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (1)
1
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
2
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
3
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
4
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
5
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
6
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
7
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
8
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
9
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
10
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedadng) then (output is Mutu 1)
11
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
12
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
13
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
14
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
133
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (2)
15
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
16
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
17
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
18
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
19
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 1)
20
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
21
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
22
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
23
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
24
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
25
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
26
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
27
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
28
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
134
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (3)
29
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
30
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
31
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
32
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
33
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
34
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
35
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
36
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
37
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
38
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
39
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
40
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
41
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
42
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
135
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (4)
43
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
44
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
45
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
46
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
47
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
48
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
49
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
50
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
51
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
52
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
53
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
54
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
55
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
56
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
57
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
136
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (5)
58
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
59
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
60
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
61
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
62
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
63
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
64
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
65
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
66
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
67
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
68
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
69
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
70
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
71
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
72
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
137
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (6)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
73
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
74
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
75
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
76
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
77
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
78
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
79
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
80
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
81
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
138
Lampiran 6 Representasi Model Sugeno pada MATLAB R2010a
Representasi Model Sugeno
Representasi Model Mamdani
139
Fuzzy Inference System (FIS) Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Tampilan Model Sugeno untuk Pengelompokan Jagung Pipilan
Representasi Variabel Input Kadar Air
140
Representasi Variabel Input Butir Rusak
Representasi Variabel Input Butir Pecah
141
Representasi Variabel Input Kotoran
Representasi Variabel Output Kelompok Mutu Jagung Pipilan
142
Tampilan Pengisian Aturan pada FIS
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 1)
143
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 2)
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 3)
144
Lampiran 7 Panduan konsultasi pakar untuk penentuan tingkat kepentingan
kriteria uji mutu tepung jagung
Responden yang terhormat,
Dalam rangka penelitian tentang mutu tepung jagung, dengan ini saya mohon
kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner untuk menentukan tingkat
kepentingan kriteria uji mutu tepung jagung, yang tertuang dalam bentuk tabel
berikut. Kuesioner ini diisi dengan memberikan tanda [X] pada kolom yang
sesuai.
Atas kesediannya sebelumnya saya ucapkan terima kasih
1 = sangat tidak penting
2 = tidak penting
3 = kurang penting
4 = penting
5 = sangat penting
KRITERIA UJI
Bau
Rasa
Warna
benda asing
Serangga
pati lain
Kehalusan
Kadar air
Abu
Silikat
serat kasar
derajat asam
cemaran seng
cemaran tembaga
cemaran mikroba
Aflatoksin
5
4
3
2
1
145
Lampiran 8 Pengisian matriks perbandingan berpasangan kriteria uji mutu
tepung jagung berdasarkan industri pengolahan jagung
Responden yang terhormat,
Dalam rangka penelitian tentang
mutu tepung jagung, dengan ini dimohon
kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner untuk menentukan tingkat
kepentingan kriteria uji mutu tepung jagung untuk masing-masing industri
pengolahan jagung, yang tertuang dalam bentuk tabel berikut. Kuesioner ini
berupa matriks perbandingan berpasangan dan diisi dengan memberikan angka 1
– 9 sesuai keterangan di dalam kuesioner ini.
Atas kesediannya sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
FARMASI K1
K1
K2
K3
1
K2
1
K3
K1
K1
1
K2
K2
K3
K1
1
K3
K2
K3
1
1
K1 Aflatoksin
K2: Kadar air
1
K3
K1
K2
1
PAKAN
PANGAN
K3 : Kadar abu
1
Nilai
1
3
5
7
9
2,4,6,8
1/(1-9)
Keterangan
Sama penting (equal)
Sedikit lebih penting (moderate)
Jelas lebih penting (strong)
Sangat jelas lebih penting (very strong)
Mutlak lebih penting (extreme)
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
146
Lampiran 9 Aturan (If – then – rules) Mutu Tepung Jagung
Aturan untuk Mutu Tepung Jagung (1)
1
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
2
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
3
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
4
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
5
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
6
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air issedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
7
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
8
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
9
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 2)
10
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
11
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
12
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
13
rendah) then (output is Grade 1)
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
14
sedang) then (output is Grade 1)
147
Aturan untuk Mutu Tepung Jagung (2)
15
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
16
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
17
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 2)
18
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 2)
19
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 2)
20
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 2)
21
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 3)
22
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 2)
23
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 3)
24
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 3)
25
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is rendah)
then (output is Grade 3)
26
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 3)
27
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 3)
148
Lampiran 10 Fuzzy Inference System Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Tampilan Model Sugeno untuk Pengelompokan Tepung Jagung
Representasi Variabel Input Kandungan Aflatoksin
149
Representasi Variabel Input Kadar Air
Representasi variabel input kadar abu
150
Representasi Variabel Output Kelompok Mutu Tepung Jagung
Tampilan Pengisian Aturan pada FIS – Mutu Tepung Jagung
151
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 1)
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 2)
152
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 3)
153
Lampiran 11
Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 untuk peramalan
dengan data Timeseries.
5. Masukkan data input ke dalam Worksheet: C1, C2, ..., Cn
6. Klik Stat
7. Pilih Timeseries
154
8. Klik Time Series plot untuk plot data
Klik OK
9. Klik Trend Analysis untuk Regresi data Time Series
-
Masukkan variabel input
155
-
Pilih model type
-
Masukkan jumlah periode peramalan pada generate forecast
-
Klik OK
10.
Klik Moving average untuk metode rata-rata bergerak
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan jumlah rata-rata bergerak pada MA length
-
Masukkan jumlah periode peramalan pada Generate forecast
-
Klik OK
11.
Klik Single Exponential Smoothing untuk metode pemulusan tunggal
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan nilai alpha
-
Untuk mendapatkan alpha optimal, pilih optimal Arima
156
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
12.
Klik Double Exponential Smoothing untuk metode pemulusan ganda
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan nilai alpha dan gamma
-
Untuk mendapatkan nilai alpha dan gamma optimal, klik optimal Arima
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
13.
Klik Dekomposition untuk metode Dekomposisi
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan panjang musiman
-
Piliha Model Type
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
157
Lampiran 12 Peramalan Permintaan Tepung Jagung dengan MINITAB Release
14 for windows
Data permintaan tepung jagung yang digunakan adalah hasil generate data
dengan nilai minimum 300 ton per bulan hingga 375 ton per bulan. Nilai ini
diperoleh dari hasil pengamatan dan diskusi dengan Manager Produksi pabrik
tepung jagung PT Amylum Corn Grits Mills. Pabrik tersebut mendapat
permintaan tepung jagung sejumlah 300 ton sampai 375 ton per bulan dari industri
pangan dan farmasi.
Data permintaan tepung jagung selama 24 periode (bulan) tertuang dalam Tabel
berikut:
Periode
Permintaan
Periode
Permintaan
1
349
13
340
2
351
14
368
3
355
15
371
4
342
16
305
5
369
17
350
6
335
18
321
7
347
19
363
8
341
20
353
9
350
21
334
10
368
22
306
11
348
23
371
12
369
24
301
158
Plot data permintaan tepung jagung
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 2
Period Forecast
25
336
26
336
27
336
28
336
Lower
286,872
286,872
286,872
286,872
Upper
385,128
385,128
385,128
385,128
159
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 3
Period Forecast
25
326
26
326
27
326
28
326
Lower
278,165
278,165
278,165
278,165
Upper
373,835
373,835
373,835
373,835
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 4
Period Forecast
25
328
26
328
27
328
28
328
Lower
280,721
280,721
280,721
280,721
Upper
375,279
375,279
375,279
375,279
160
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 5
Period Forecast
25
333
26
333
27
333
28
333
Lower
286,841
286,841
286,841
286,841
Upper
379,159
379,159
379,159
379,159
Peramalan permintaan tepung jagung dengan Single Exponential Smoothing
Period Forecast
25
342,291
26
342,291
27
342,291
28
342,291
Lower
303,332
303,332
303,332
303,332
Upper
381,250
381,250
381,250
381,250
161
Peramalan permintaan tepung jagung dengan Double Exponential Smoothing
Period Forecast
25
329,730
26
327,652
27
325,575
28
323,497
Lower
286,425
283,381
280,261
277,071
Upper
373,035
371,924
370,888
369,923
Peramalan Permintaan dengan Trend Analysis (Regresi linear sederhana)
Per
samaan regresi : Yt = 357,543 - 0,913478*t
Period Forecast
25
26
27
28
334,707
333,793
332,880
331,966
162
Peramalan Permintaan dengan metode Dekomposisi
Additive Model
Fitted Trend Equation
Yt = 357,613 - 0,919022*t
Period Forecast
25
337,481
26
325,062
27
340,518
28
329,974
163
Lampiran 13 Peramalan permintaan tepung jagung dengan Double Moving
Average
Double Moving Average N = 2
Periode Aktual
S't
S''t
at
Bt
Ramal
1
349
2
351
350,00
3
355
353,00 351,50 354,50
4
342
348,50 350,75 346,25
5
369
355,50 352,00 359,00
6
335
352,00 353,75 350,25
7
347
341,00 346,50 335,50 -11,00 346,75
8
341
344,00 342,50 345,50
9
350
10
Error
Error^2
3,00
-4,50 357,50 -15,50
7,00 341,75
240,25
27,25
742,56
-3,50 366,00 -31,00
961,00
0,25
0,06
3,00 324,50
16,50
272,25
345,50 344,75 346,25
1,50 348,50
1,50
2,25
368
359,00 352,25 365,75
13,50 347,75
20,25
410,06
11
348
358,00 358,50 357,50
-1,00 379,25 -31,25
976,56
12
369
358,50 358,25 358,75
13
340
14
0,50 356,50
12,50
156,25
354,50 356,50 352,50
-4,00 359,25 -19,25
370,56
368
354,00 354,25 353,75
-0,50 348,50
19,50
380,25
15
371
369,50 361,75 377,25
15,50 353,25
17,75
315,06
16
305
338,00 353,75 322,25 -31,50 392,75 -87,75 7700,06
17
350
327,50 332,75 322,25 -10,50 290,75
18
321
335,50 331,50 339,50
8,00 311,75
9,25
85,56
19
363
342,00 338,75 345,25
6,50 347,50
15,50
240,25
20
353
358,00 350,00 366,00
16,00 351,75
1,25
1,56
21
334
343,50 350,75 336,25 -14,50 382,00 -48,00 2304,00
22
306
320,00 331,75 308,25 -23,50 321,75 -15,75
23
371
338,50 329,25 347,75
18,50 284,75
24
301
336,00 337,25 334,75
-2,50 366,25 -65,25 4257,56
59,25 3510,56
248,06
86,25 7439,06
332,25 MSE
329,75
327,25
324,75
1457,80
164
Double Moving Average N = 3
Periode Aktual
S't
S''t
at
bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
351,67
4
342
349,33
5
369
355,33 352,11 358,56
6
335
348,67 351,11 346,22
-2,44 361,78 -26,78
7
347
350,33 351,44 349,22
-1,11 343,78
3,22
10,38
8
341
341,00 346,67 335,33
-5,67 348,11
-7,11
50,57
9
350
346,00 345,78 346,22
0,22 329,67
20,33
413,44
10
368
353,00 346,67 359,33
6,33 346,44
21,56
464,64
11
348
355,33 351,44 359,22
3,89 365,67 -17,67
312,11
12
369
361,67 356,67 366,67
5,00 363,11
13
340
352,33 356,44 348,22
14
368
359,00 357,67 360,33
1,33 344,11
23,89
570,68
15
371
359,67 357,00 362,33
2,67 361,67
9,33
87,11
16
305
348,00 355,56 340,44
-7,56 365,00 -60,00 3600,00
17
350
342,00 349,89 334,11
-7,89 332,89
17,11
292,79
18
321
325,33 338,44 312,22 -13,11 326,22
-5,22
27,27
19
363
344,67 337,33 352,00
7,33 299,11
63,89 4081,79
20
353
345,67 338,56 352,78
7,11 359,33
-6,33
40,11
21
334
350,00 346,78 353,22
3,22 359,89 -25,89
670,23
22
306
331,00 342,22 319,78 -11,22 356,44 -50,44 2544,64
23
371
337,00 339,33 334,67
-2,33 308,56
24
301
326,00 331,33 320,67
-5,33 332,33 -31,33
3,22
5,89
717,05
34,68
-4,11 371,67 -31,67 1002,78
62,44 3899,31
315,33 MSE
310,00
304,67
299,33
981,78
1042,18
165
Double Moving Average N = 4
Periode Aktual
S't
S''t
at
Bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
4
342
349,25
5
369
354,25
6
335
350,25
7
347
348,25 350,50 346,00
-1,50
8
341
348,00 350,19 345,81
-1,46 344,50
-3,50
12,25
9
350
343,25 347,44 339,06
-2,79 344,35
5,65
31,88
10
368
351,50 347,75 355,25
2,50 336,27
31,73 1006,74
11
348
351,75 348,63 354,88
2,08 357,75
-9,75
95,06
12
369
358,75 351,31 366,19
4,96 356,96
12,04
145,00
13
340
356,25 354,56 357,94
1,13 371,15 -31,15
970,06
14
368
356,25 355,75 356,75
0,33 359,06
8,94
79,88
15
371
362,00 358,31 365,69
2,46 357,08
13,92
193,67
16
305
346,00 355,13 336,88
-6,08 368,15 -63,15 3987,40
17
350
348,50 353,19 343,81
-3,13 330,79
19,21
368,96
18
321
336,75 348,31 325,19
-7,71 340,69 -19,69
387,60
19
363
334,75 341,50 328,00
-4,50 317,48
20
353
346,75 341,69 351,81
3,38 323,50
29,50
870,25
21
334
342,75 340,25 345,25
1,67 355,19 -21,19
448,91
22
306
339,00 340,81 337,19
-1,21 346,92 -40,92 1674,17
23
371
341,00 342,38 339,63
-0,92 335,98
24
301
328,00 337,69 318,31
-6,46 338,71 -37,71 1421,92
45,52 2072,15
35,02 1226,46
311,85 MSE
305,40
298,94
292,48
881,90
166
Double Moving Average N = 5
Periode Aktual
S't
S''t
at
bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
4
342
5
369
353,20
6
335
350,40
7
347
349,60
8
341
346,80
9
350
348,40 349,68 347,12
-0,64
10
368
348,20 348,68 347,72
-0,24 346,48
21,52
463,11
11
348
350,80 348,76 352,84
1,02 347,48
0,52
0,27
12
369
355,20 349,88 360,52
2,66 353,86
15,14
229,22
13
340
355,00 351,52 358,48
1,74 363,18 -23,18
537,31
14
368
358,60 353,56 363,64
2,52 360,22
7,78
60,53
15
371
359,20 355,76 362,64
1,72 366,16
4,84
23,43
16
305
350,60 355,72 345,48
-2,56 364,36 -59,36 3523,61
17
350
346,80 354,04 339,56
-3,62 342,92
7,08
50,13
18
321
343,00 351,64 334,36
-4,32 335,94 -14,94
223,20
19
363
342,00 348,32 335,68
-3,16 330,04
32,96 1086,36
20
353
338,40 344,16 332,64
-2,88 332,52
20,48
419,43
21
334
344,20 342,88 345,52
0,66 329,76
4,24
17,98
22
306
335,40 340,60 330,20
23
371
345,40 341,08 349,72
24
301
333,00 339,28 326,72
-2,60 346,18 -40,18 1614,43
2,16 327,60
43,40 1883,56
-3,14 351,88 -50,88 2588,77
323,58 MSE
320,44
317,30
314,16
848,09
167
Lampiran 14. Hasil menjalankan program dengan MATLAB R2010a untuk
meramalkan permintaan tepung jagung
1. Running program 1
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 23 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000286
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,94 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 331,04 ton
bulan 4 : 331,04 ton
168
2. Running program 2
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 51; testing : 16 ; forecasting : 4
MSE : 8,21 x 10-12
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
169
3. Running program 3
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 55; testing : 14 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000496
Hasil peramalan:
bulan 1 : 331,35 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,77 ton
bulan 4 : 330,76 ton
170
4. Running program 4
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 28 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000889
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,89 ton
bulan 2 : 330,77 ton
bulan 3 : 331,54 ton
bulan 4 : 330,78 ton
171
5. Running program 5
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 66; testing : 20 ; forecasting : 1
MSE : 6,86 x 10-9
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
172
6. Running program 6
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 54; testing : 20 ; forecasting : 1
MSE : 8,13 x 10-8
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,77 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
173
7. Running program 7
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 23 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000286
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,94 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 331,04 ton
bulan 4 : 331,04 ton
174
8. Running program 8
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 54; testing : 22 ; forecasting : 2
MSE : 5,58 x 10-36
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
175
9. Running program 9
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 28 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000889
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,89 ton
bulan 2 : 330,77 ton
bulan 3 : 331,54 ton
bulan 4 : 330,78 ton
176
10. Running program 10
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 38; testing : 21 ; forecasting : 2
MSE : 1,03 x 10-13
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
177
11. Running program 11
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 4; testing : 20 ; forecasting : 3
MSE : 0,00000464
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,76 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,93 ton
bulan 4 : 330,75 ton
178
12. Running program 12
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 48; testing : 14 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000966
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 331,18 ton
bulan 3 : 330,83 ton
bulan 4 : 331,46 ton
179
13. Running program 13
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 40; testing : 24 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000292
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,88 ton
bulan 2 : 331,02 ton
bulan 3 : 330,95 ton
bulan 4 : 331,04 ton
180
14. Running program 14
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 29; testing : 22 ; forecasting : 5
MSE : 0,00000363
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,76 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 330,76 ton
bulan 4 : 330,90 ton
181
15. Running program 15
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 61; testing : 30 ; forecasting : 2
MSE : 2,89 x 10-83
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
182
16. Running program 16
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 40; testing : 12 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000553
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,93 ton
bulan 2 : 331,33 ton
bulan 3 : 330,90 ton
bulan 4 : 330,83 ton
183
17. Running program 17
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 64; testing : 29 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000114
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,77 ton
bulan 2 : 331,01 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,87 ton
184
18. Running program 18
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 51; testing : 25 ; forecasting : 1
MSE : 0,00000195
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,87 ton
185
Lampiran 2 Hasil menjalankan program prediksi produksi jagung dengan JST pada MATLAB R2010a
Run
ke-
Learning
rate
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Transfer function: logsig ; Training function: traincgb ; Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000
Iterasi
Forecast (ton/bulan)
Hidden
Training Testing Forecasting Mean Square Error
1
2
3
layer
10
10
10
8
8
8
12
12
12
10
10
10
8
8
8
12
12
12
77
136
419
69
163
173
92
231
12
88
100
77
66
56
43
59
37
69
2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
3
1
4
4
5
4
2
1
1
2
2
1
3
2
1
2
4
6,17x 10^-23
0,0000981
0,00000246
0,0000517
3,4x10^-9
0,000002
0,00002
0,000000859
0,0000988
0,0000273
0,0000687
6,17 x10^-23
0,0000485
0,0000993
0,0000242
0,0000531
0,00005
0,0000993
115546
116634
115720
115951
115552
115644
115859
115648
116514
115818
115546
115546
115573
116441
116064
116261
116283
115946
115546
115680
115546
115935
115549
115647
115874
115562
115857
116045
115546
115546
116313
116121
115715
115917
115780
115926
115546
115560
115546
115882
115546
115594
115686
115549
115890
115622
115546
115546
115598
115765
115562
115585
115637
116226
4
115546
115562
115546
115999
115546
115597
115689
115549
115791
115619
115546
115546
115600
115737
115561
115577
115634
116218
Lampiran 15 Hasil menjalankan program prediksi permintaan tepung jagung dengan JST pada MATLAB R2010a
Run
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Transfer function: logsig ; Training function: traincgb ; Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000
Iterasi
Forecast (ton/bulan)
Learning rate Hidden layer Training Testing Forecasting
Mean Square Error
1
2
3
4
0,1
10
42
23
1
0,0000286
330,94 330,8 331,04 331,04
0,1
10
51
16
4
8,21x10^-12
330,75 330,75 330,75 330,75
0,1
10
55
14
1
0,0000496
331,35 330,76 330,77 330,76
0,1
8
42
28
3
0,0000889
330,89 330,77 331,54 330,78
0,1
8
66
20
1
6,86 x 10^-9
330,75 330,76 330,75 330,75
0,1
8
54
20
1
8,13 x 10^-8
330,77 330,75 330,75 330,75
0,1
12
42
23
1
0,0000286
330,94 330,8 331,04 331,04
0,1
12
54
22
2
5,58 x 10^-36
330,75 330,75 330,75 330,75
0,1
12
42
28
3
0,0000889
330,89 330,77 331,54 330,78
0,5
10
38
21
2
1,03 x 10^-13
330,75 330,75 330,75 330,75
0,5
10
4
20
3
0,00000464
330,76 330,76 330,93 330,75
0,5
10
48
14
1
0,0000966
330,75 331,18 330,83 331,46
0,5
8
40
24
1
0,0000292
330,88 331,02 330,95 331,04
0,5
8
29
22
5
0,00000363
330,76 330,8 330,76 330,9
0,5
8
61
30
2
2,89 x 10^-83
330,75 331,75 330,75 330,75
0,5
12
40
12
1
0,0000553
330,93 331,33 330,9 330,83
0,5
12
64
29
1
0,0000114
330,77 331,01 330,75 330,87
0,5
12
51
25
1
0,00000195
330,75 330,75 330,75 330,87
ABSTRACT
DORINA HETHARIA. A Design of Corn Flour Supply Model in A Corn
Supply Chain. Supervised by M. SYAMSUL MA’ARIF, YANDRA
ARKEMAN, and TITI CANDRA S.
Corn flour as one of the types of products made from corn is an intermediate
product. This product is a product that can be consumed directly, can also
be used as raw materials of food industry, raw material of feed industry, and raw
material of other industries. Corn flour industry is a part of the corn supply chain. The
structure
of
the
corn
supply chain
consists of the centers
of corn,
traders or collectors, corn flour industry, and users. In the supply chain, the corn flour
industry is quite a role as an industry that provides the raw material for food industry,
feed industry and other processed industry continuity. To ensure the continuity of the
flow of goods in the supply chain, the industry needs to provide the quantity
of cornflour with good quality according to consumer demand. As an industry that
provided corn flour, it needed to obtain supplies of dry shelled corn from
corn gatherers or corn traders. Provision of quantity and quality supply
of corn from the centers of corn and collectors were very influential on the corn flour
that produced by the corn flour industry. The quantity and the quality of products
according to demand be supplied by the corn flour industry. This research was
intended to design model that provided the quantity and the quality
of corn flour to meet consumer demand. This model consists the prediction of
maize production model, the shelled corn quality classification model, the corn flour
quality clustering model, and the prediction of corn flour consumers demand model.
Artificial neural networks and statistical forecasting methods were used for the
prediction of maize production and the prediction of corn flour demand. Fuzzy
inference system was used for the shelled corn quality classification and the
corn flour quality clustering. Analysis of the implementation of the model produced
some policies to ensure the continuity of the flow of goods in the corn supply chain.
Keywords: corn flour industry, artificial neural network, prediction model, fuzzy
inference system, classification model
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rantai pasok (supply chain) merupakan jaringan perusahaan-perusahaan
yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk ke tangan pemakai akhir (Pujawan, 2005). Perusahaan-perusahaan tersebut
merupakan mata rantai dalam rantai pasok, mencakup pemasok, pabrik,
distributor, ritel, dan perusahaan-perusahaan pendukung. Hubungan antar mata
rantai yang ada didalam rantai pasok dapat dilihat sebagai elemen-elemen yang
saling mendukung, saling memberikan kontribusi bagi kepuasan konsumen akhir.
Perlu adanya koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada rantai pasok karena
perusahaan-perusahaan tersebut pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama. Perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok harus bekerjasama untuk
membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan mutu
yang memenuhi syarat.
Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) diperlukan untuk
merencanakan dan mengelola kegiatan-kegiatan dalam rantai pasok tersebut, agar
tujuan untuk memuaskan konsumen dapat tercapai. Dalam pengelolaan rantai
pasok terdapat tantangan-tantangan yakni kompleksitas struktur rantai pasok dan
adanya ketidak-pastian. Kompleksitas manajemen rantai pasok terjadi karena
melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan yang memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Ketidak-pastian yang pertama adalah ketidakpastian permintaan, biasanya dari arah distributor atau ritel atau konsumen akhir.
Ketidak-pastian kedua adalah dari arah pemasok, berupa lead time pengiriman
bahan baku yang tidak pasti, ketidak-pastian harga, demikian pula jumlah dan
mutu bahan baku.
Rantai pasok agroindustri memiliki kekhususan dibandingkan dengan rantai
pasok industri manufaktur. Berbeda dengan industri manufaktur, bahan baku
dalam rantai pasok agroindustri merupakan hasil pertanian yang dipengaruhi oleh
musim, kondisi alam, benih, hama, dan merupakan produk yang tidak tahan lama
atau mudah rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi ketidak-pastian jumlah dan
mutu bahan baku atau produk yang dihasilkan dalam rantai pasok tersebut. Faktor
2
ketidak-pastian ini
akan
mempengaruhi
kontinuitas
aliran
barang dan
keberlangsungan kegiatan-kegiatan dalam rantai pasok.
Industri tepung jagung sebagai salah satu agroindustri merupakan bagian
dari rantai pasok industri berbasis jagung. Industri ini menggunakan bahan baku
jagung pipilan yang akan diproses menjadi tepung jagung (corn flour) melalui
proses pengolahan cara kering. Sebagai industri antara yang memproduksi tepung
jagung, industri ini akan menyediakan produk yang akan dikonsumsi langsung,
dan menyediakan bahan baku bagi industri hilirnya.
Struktur rantai pasok industri berbasis jagung dimanadi dalamnya terdapat
industri tepung jagung, adalah sentra jagung, pengumpul, industri tepung jagung,
dan industri pengguna tepung jagung. Dalam rantai pasok industri berbasis
jagung, sentra jagung merupakan mata rantai yang menyediakan jagung yang
diproduksi oleh petani. Produk jagung ini akan dipipil menjadi jagung pipilan dan
akan dikumpulkan oleh pengumpul atau pedagang sebagai mata rantai berikutnya.
Selanjutnya jagung pipilan tersebut akan dipasok sebagai bahan baku ke mata
rantai selanjutnya
yaitu industri tepung jagung. Mata rantai setelah industri
tepung jagung adalah industri pengguna tepung jagung yang akan memperoleh
pasokan bahan baku dari industri tepung jagung. Model konfigurasi industri
tepung jagung dalam rantai pasok berbasis jagung dapat dilihat pada Gambar 1.
Sentra
Sentra
jagung
jagung11
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagung22
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagung33
Pengumpul
Pengumpul
Sentra
Sentra
jagung
jagungke-k
ke-k
Pengumpul
Pengumpul
Industri
Industritepung
tepung
jagung
jagung
Industri
Industri
pengguna
pengguna
tepung
tepungjagung
jagung
Gambar 1 Konfigurasi industri tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis
jagung.
Jumlah dan mutu tepung jagung yang diproduksi industri ini tergantung dari
jumlah dan mutu bahan baku berupa jagung pipilan yang diperoleh dari
3
pengumpul. Sedangkan jumlah dan mutu jagung pipilan tergantung dari produksi
jagung di tingkat petani. Dapat dikatakan bahwa penyediaan jumlah dan mutu
tepung jagung untuk memenuhi permintaan konsumen tergantung dari produksi
jagung.
Produksi jagung di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari data produksi, luas panen, dan produktivitas jagung sejak tahun
2000 sampai dengan 2009 seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Namun peningkatan
produksi jagung di Indonesia belum diikuti dengan penanganan pasca panen yang
baik. Informasi tentang kegiatan dan penanganan pasca panen kepada petani
masih sangat kurang sehingga petani belum dapat merasakan nilai tambah dengan
meningkatnya mutu biji jagung. Demikian pula penerapan teknologi produksi
jagung di tingkat petani masih belum optimal.
Tabel 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas jagung di Indonesia
Tahun
Produksi
Luas Panen
Produktivitas
(Ton)
(Ha)
(Ku/Ha)
2000
9,676,899.00
3,500,318.00
27.65
2001
9,347,192.00
3,285,866.00
28.45
2002
9,585,277.00
3,109,448.00
30.83
2003
10,886,442.00
3,358,511.00
32.41
2004
11,225,243.00
3,356,914.00
33.44
2005
12,523,894.00
3,625,987.00
33.44
2006
11,609,463.00
3,345,805.00
34.70
2007
13,287,527.00
3,630,324.00
36.60
2008
16,323,922.00
4,003,313.00
40.78
2009
16,478,239.00
4,009,179.00
41.10
Sumber : Departemen Pertanian (2010)
Bila dibandingkan dengan negara produsen jagung lainnya di dunia,
produksi jagung di Indonesia masih jauh tertinggal. Tabel 2 menunjukkan bahwa
produktivitas usaha tani jagung di Indonesia baru mencapai setengah
dibandingkan dengan Argentina dan MEE, bahkan hampir mencapai sepertiga bila
dibandingkan dengan Amerika Serikat. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rerata
4
produktivitas jagung Indonesia sebesar 3,21 ton/ha masih dibawah rerata
produktivitas jagung dunia yaitu 4,53 ton/ha.
Produktivitas jagung yang rendah di Indonesia mengakibatkan kebutuhan
bahan baku bagi industri pengolahan jagung masih belum dapat dipenuhi oleh
petani lokal. Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya impor jagung sebagai bahan
baku industri dari negara produsen jagung lainnya. Tabel 3 dan Tabel 4
menunjukkan bahwa volume ekpor jagung oleh Indonesia ke negara luar pada
tahun 2006 sebanyak 29164,424 ton dengan nilai $ 4,674,364.00, sedangkan
volume impor jagung pada tahun yang sama mencapai 2327947,861 ton dengan
nilai $353,847,975.00.
Tabel 2 Produktivitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia
Produktivitas (ton/ha)
Tahun
Dunia
USA
Argentina
MEE
Indonesia
1998
4,42
8,44
6,08
5,63
2,65
1999
4,38
8,4
5,37
6,28
2,66
2000
4,27
859
5,43
5,09
2,77
2001
4,42
8,67
5,45
6,16
2,85
2002
4,37
8,16
6,52
6,24
3,09
2003
4,47
8,92
6,48
5,03
3,25
2004
4,59
9
6,5
6,04
3,34
2005
4,65
9,12
6,71
6,12
3,45
2006
4,65
8,97
6,3
5,88
3,47
2007
4,76
9,31
6,66
6,2
3,66
2008
4,82
9,66
7,56
6,48
4,08
Rerata
4,53
8,84
6,28
5,92
3,21
Sumber: USDA (2008)
Dari berbagai jenis produk yang dapat dihasilkan komoditi jagung ini,
tepung jagung merupakan jenis produk yang cukup penting. Hal ini karena tepung
jagung merupakan produk antara multiguna yang dapat dijadikan sebagai bahan
baku industri pangan, bahan baku pakan, dan sebagai bahan baku industri lainnya.
5
Pengelolaan industri tepung jagung ini tidak terlepas dari rantai pasok
industri berbasis jagung. Penyediaan jumlah dan mutu pasokan jagung mulai dari
petani dan pengumpul sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu tepung
jagung yang diproduksi. Selanjutnya jumlah dan mutu tepung jagung sebagai
bahan baku akan berpengaruh pada jumlah dan mutu produk pada industri
hilirnya. Jumlah dan mutu bahan baku jagung yang tiba di industri, dipengaruhi
pula oleh transportasi bahan baku tersebut dari tempat asal ke tempat tujuannya.
Waktu transportasi akan mempengaruhi mutu bahan baku karena bahan baku
tersebut merupakan produk yang tidak tahan lama.
Tabel 3 Volume ekspor jagung ke negara luar tahun 2006
Jumlah
Negara
Japan
Volume (Kg)
Nilai (US$)
5,843,305.00 1,523,732.00
Hong Kong
152,344.00
22,621.00
Korea, Republic Of
540,144.00
43,048.00
25,779.00
39,334.00
1,341.00
2,690.00
325,000.00
99,445.00
Taiwan, Province Of China
Thailand
Singapore
Philippines
17,624,066.00 2,158,606.00
Malaysia
4,129,642.00
480,197.00
Viet Nam
9,035.00
8,116.00
500,000.00
277,500.00
250.00
2,592.00
Saudi Arabia
2,240.00
2,690.00
South Africa
5,042.00
7,596.00
American Samoa
2,206.00
2,269.00
Tonga
3,930.00
3,878.00
France
100.00
50.00
India
Pakistan
Total
Sumber: BPS (2011), diolah
29,164,424.00 4,674,364.00
6
Data ekspor impor jagung menunjukkan bahwa Indonesia masih mengimpor
jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa
kemungkinan terdapat kekurangan jumlah jagung pipilan sebagai bahan baku
industri tepung jagung.
Tabel 4 Volume impor jagung dari negara luar tahun 2006
Jumlah
Negara
Japan
Volume (Kg)
Nilai (US$)
100,959.00
193,953.00
45.00
39.00
13,077,367.00
3,890,391.00
180,569.00
54,409.00
China
30,935,756.00
8,570,924.00
Thailand
41,681,113.00
8,219,919.00
817,264.00
365,620.00
1,126.00
7,040.00
2,029,704.00
609,803.00
Myanmar (form Burma)
19,362,402.00
3,015,870.00
India
20,186,598.00
3,462,683.00
20,000.00
6,000.00
644.00
1,287.00
Hong Kong
Korea, Republic Of
Taiwan, Province Of China
Singapore
Philippines
Malaysia
South Africa
Australia
United States
Argentina
1,605,024,200.00 238,823,965.00
591,706,985.00
85,704,495.00
225.00
3,226.00
79,019.00
37,087.00
France
501,777.00
163,727.00
Germany, Fed. Rep. Of
682,525.00
244,097.00
1,515,583.00
438,680.00
44,000.00
34,760.00
United Kingdom
Netherlands
Italy
Spain
Total
Sumber: BPS (2011), diolah
2,327,947,861.00 353,847,975.00
7
Selain jumlah bahan baku, mutu tepung jagung pun harus memenuhi standar
yang ditetapkan, agar dapat memuaskan konsumennya dan dapat bersaing. Mutu
produk merupakan hal yang diutamakan dalam industri. Dalam agroindustri
terutama yang memproduksi pangan atau bahan baku indutri pangan, mutu produk
sangat erat kaitannya dengan keamanan pangan. Standar Nasional Indonesia telah
menetapkan syarat mutu tepung jagung yang harus dipenuhi oleh produsen tepung
jagung yakni SNI 01-3727-1995. Syarat mutu tersebut meliputi kriteria-kriteria uji
secara fisik maupun kimia. Mutu tepung jagung sebagai produk antara
dipengaruhi oleh mutu bahan baku dan oleh tahapan-tahapan pada proses
sebelumnya. Demikian pula mutu jagung pipilan sebagai bahan baku tepung
jagung harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan sesuai SNI 01-3920-1995.
Mutu jagung pipilan yang memenuhi standar akan menjamin mutu tepung jagung
yang diproduksi. Karakteristik mutu tepung jagung sebagai bahan baku pada
industri hilir sangat diperlukan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan
industri tersebut, dimana karakteristik mutu tepung jagung yang dibutuhkan oleh
industri hilir berbeda-beda sesuai jenis industri, baik industri pangan, atau industri
lainnya.
Masalah yang dihadapi oleh industri tepung jagung adalah bagaimana
industri ini dapat memenuhi kebutuhan konsumennya yaitu dengan menyediakan
produk tepung jagung menurut jumlah yang dibutuhkan dan mutu yang memenuhi
syarat. Jumlah dan mutu produk yang disediakan industri ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan industri pangan, industri farmasi, dan industri lainnya.
Dengan demikian diharapkan keberlangsungan kegiatan dan kontinuitas aliran
barang sepanjang rantai pasok dapat berjalan dengan baik.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah dihasilkannya model penyediaan tepung jagung
pada rantai pasok industri berbasis jagung, ditinjau dari jumlah maupun mutu
tepung jagung. Dari model ini diharapkan akan diperoleh kebijakan-kebijakan
untuk mengatasi permasalahan yang terjadi berkenaan dengan jumlah dan mutu
bahan baku dan produk tepung jagung.
8
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Rancangbangun model meliputi beberapa model yaitu: 1) Model prediksi
produksi jagung, dimana pada model ini akan diramalkan berapa jumlah produksi
yang dihasilkan oleh sentra
jagung; 2) Model pengelompokan mutu jagung
pipilan, yang akan menghasilkan kelompok mutu berdasarkan persyaratan mutu
yang ditetapkan; 3) Model pengelompokan mutu tepung jagung dan 4) Model
prediksi permintaan tepung jagung, dimana akan diramalkan permintaan tepung
jagung oleh industri pengguna tepung jagung.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
1.
Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai bahan analisis ketersediaan
jumlah dan mutu tepung jagung yang dibutuhkan.
2.
Sebagai bahan rujukan bagi penelitian tentang pengembangan model pada
rantai pasok industri berbasis jagung dalam cakupan yang lain.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika dan merupakan salah satu tanaman pangan biji-bijian. Fakta arkeologi
mengindikasikan bahwa tanaman ini tumbuh di Tehuacan Mexico sekitar 5000
tahun sebelum masehi (Johnson 2000). Dari tempat ini tanaman tersebut
menyebar ke Canada dan Selatan Argentina. Sejak Christopher Columbus dalam
perjalanannya menemukan ‘dunia baru’ pada tahun 1492 makanan orang Amerika
asli ini disebut ‘mahyz’. Jagung kemudian dikenal sebagai maize dalam
terjemahan bahasa Spanyol. Maize tidak sepopuler corn sebagai sebutan oleh
orang Amerika dengan terminologi British. Mengikuti perjalanan Columbus,
jagung kemudian ditanam di Spanyol dan dengan cepat menyebar ke Eropa,
Afrika dan Asia. Jagung kini banyak tumbuh di negara-negara beriklim panas
termasuk Indonesia.
Tanaman jagung merupakan varietas unggul yang memiliki sifat:
berproduksi tinggi, berumur pendek, tahan serangan penyakit. Jagung merupakan
tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Tanaman jagung merupakan tanaman pangan dunia yang terpenting yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Selain gandum dan padi, jagung
merupakan sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.
Sebagai sumber karbohidrat, jagung merupakan tanaman pangan yang
cukup penting selain gandum dan padi. Komoditi ini merupakan sumber pangan
yang dapat menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok di Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara menggunakan
jagung sebagai pangan pokok bagi penduduknya.
Selain sebagai bahan makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku
industri pangan, industri pakan dan industri olahan lainnya. Banyak sekali
manfaat tanaman jagung yang bernilai ekonomis antara lain, daunnya sebagai
pakan dan kompos, kulit buah jagung sebagai bahan pakan, kompos dan industri
10
rokok, jagung muda sebagai sayuran, jagung pipilan sebagai bahan baku
pembuatan tepung jagung, pati jagung, bahan
industri pangan, bahan baku
minyak jagung, etanol, dextrin, dan bahan baku industri lainnya. Di Indonesia biji
jagung pipilan sebagai produk utama dari tanaman jagung, 50% digunakan
sebagai bahan baku baku utama industri pakan, selebihnya digunakan sebagai
bahan baku industri lain dan dikonsumsi langsung.
Gambar 2 Pohon industri jagung (Suryana & Hermanto 2007).
11
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa
Tengah, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Budidaya tanaman jagung sangat intensif
dilakukan di dareah Jawa Timur dan Madura karena kondisi tanah dan iklimnya
sangat mendukung bagi pertumbuhannya. Penduduk beberapa daerah di Indonesia
seperti di Madura dan Nusa Tenggara juga menggunakan jagung sebagai pangan
pokok.
Meskipun terjadi peningkatan produktivitas jagung dari tahun ke tahun
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, namun kebutuhan jagung di dalam negeri
belum dapat dipenuhi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah volume impor jagung
yang melebihi ekspornya keluar negeri. Data ini belum didukung data kebutuhan
bahan baku bagi industri pengolahan jagung baik pengolahan jagung untuk
makanan, maupun industri lainnya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
pengelolaan penanaman jagung belum optimal dan belum terintegrasi dengan
kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan jagung.
Semua bagian dari hasil panen jagung dapat digunakan untuk berbagai
industri. Diantara industri-industri tersebut, yang menarik untuk dikaji lebih lanjut
dalam penelitian ini adalah industri tepung jagung, dimana dalam proses
pengolahan tepung jagung. Sebagai industri hilirnya adalah industri pangan,
pakan, dan industri pengolahan jagung lainnya.
Sebagai sumber pati jagung, pada Gambar 3 diperlihatkan penampang butir
jagung yang menunjukkan kandungan pati (starch) yang cukup banyak
dibandingkan dengan komponen biji jagung lainnya.
Gambar 3 Penampang membujur butir jagung (Disnak Jatim 2011).
12
Tabel 5 menunjukkan komposisi analisis proksimat biji jagung pada
pericrap, endosperm dan germ. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar
berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari
seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa
campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau
seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh
pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan.
Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis
ketika masih muda.
Tabel 5 Komposisi analisis proksimat bagian biji jagung
Nutrisi
Pericarp (%)
Endosperm (%)
Protein
3.70
8.00
Ether extract
1.00
0.80
Serat kasar
86.70
2.70
Abu
0.80
0.30
Pati
7.30
87.60
Gula
0.34
0.62
Sumber : FAO Corporate Document Repository (1992)
Germ (%)
18.40
33.20
8.80
10.50
8.30
10.80
Proses pengolahan jagung diklasifikasikan atas dua cara yaitu proses
pengolahan cara basah (corn wet milling process) dan proses pengolahan cara
kering (corn dry milling process). Kedua proses pengolahan ini bertujuan untuk
memisahkan biji jagung ke dalam komponen-komponennya. Tujuan dari proses
pengolahan cara kering adalah memisahkan biji jagung secara fisik ke dalam
bagian-bagian anatomis yaitu endosperm, bran dan germ. Sedangkan tujuan
proses pengolahan cara basah adalah memisahkan biji jagung ke dalam unsurunsur kimianya seperti pati jagung (starch), protein, fiber dan minyak (Johnson
2000).
2.2 Tepung Jagung
Saat ini kebutuhan bahan baku industri pangan sangat tergantung dari
tepung terigu yang masih diimpor. Salah satu pengganti tepung terigu yang
berbahan baku lokal adalah tepung jagung. Tepung jagung adalah butiran-butiran
13
halus yang berasal dari jagung kering yang digiling. Tujuan pengolahan jagung
menjadi tepung adalah agar memudahkan membuat aneka ragam makanan dengan
bahan dasar jagung.
Tepung jagung adalah produk setengah jadi dari biji jagung kering pipilan
yang dihaluskan dengan cara penggilingan kemudian diayak. Proses penggilingan
biji jagung ke dalam bentuk tepung adalah proses pemisahan kulit, lembaga,
endosperma, dan pangkal biji. Penggilingan cara kering dan pemasakan dengan
alkali merupakan teknik penggilingan untuk mereduksi ukuran jagung. Pada
penggilingan cara kering, tidak dilakukan proses perendaman yang lama
melainkan dilakukan pembasahan agar endosperma jagung melunak sebelum
penggilingan. Pengolahan jagung dengan alkali adalah proses penambahan
Ca(OH)2 sebanyak 1% yang dilakukan pada proses perebusan, kemudian
dikeringkan, dan digiling untuk mendapatkan tepung jagung (Riyani, 2007).
Tepung jagung lebih tahan lama, mudah dicampur dengan bahan lain,
mengandung zat gisi, lebih praktis dan mudah digunakan umtuk proses
pengolahan lanjutan. Bahan dan alat pembuat tepung jagung adalah: 1) jagung
bertongkol atau jagung pipilan; 2) alat atau mesin pemipil jagung; 3) mesin
penggiling; 4) ayakan; 5) plastik pengemas. Adapun proses pembuatan tepung
jagung ditunjukkan pada Gambar 4.
Jagung
Jagungpipilan
pipilan
Pembersihan
Pembersihandan
danpengeringan
pengeringan
(dijemur;1-2
(dijemur;1-2jam;
jam;suhu
suhu50°C)
50°C)
Penggilingan
Penggilingan
Keringkan
Keringkansampai
sampai
kadar
kadarair
air15-18%
15-18%
Penepungan
Penepungandengan
dengan
ayakan
ayakan50
50mesh
mesh
Tepung
Tepungdikeringkan
dikeringkan
Pengayakan
Pengayakanbertingkat
bertingkat
untuk
untuktepung
tepunghalus
halus
Gambar 4 Proses pembuatan tepung jagung (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, 2006).
14
Neraca masa tepung jagung berdasarkan informasi dari Unit Pengolahan jagung
Terpadu Kabupaten Bojonegoro (Irawan, 2009) ditunjukkan pada Gambar 5.
Basis
Basis15000
15000kgkgjagung
jagungpipilan
pipilan
Jagung
Jagungpipilan
pipilan15000
15000kgkg
Penggilingan
PenggilinganI I
Loss
Loss3030kgkg(0,2%)
(0,2%)
Grits
Grits14970
14970kgkg
Pemisahan
Pemisahankulit
kulitdan
danlembaga
lembaga
Ampok:
Ampok:
- -Kulit
Kulitariari 865
865kgkg
- -Lembaga
Lembaga 1680
1680kgkg
Grits
Grits12425
12425kgkg
Penggilingan
PenggilinganIIIIdan
danpengayakan
pengayakan
Loss
Loss24,85
24,85kgkg(0,2%)
(0,2%)
Tepung
Tepungjagung
jagung12400,15
12400,15kgkg
Gambar 5 Neraca masa tepung jagung (Suryawijaya, 2009).
2.3 Mutu
Mutu (quality)
merupakan isu dominan yang penting di industri, baik
industri yang menghasilkan produk maupun jasa. Hal ini disebabkan karena mutu
produk yang merupakan pemenuhan harapan konsumen atau melebihi harapan
konsumen, berdampak kepada peningkatan profit bagi perusahaan (Krajewsky,
2002). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu produk merupakan hal
penting bagi perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung merupakan alat
persaingan antar perusahaan. Adam EE (1992) menyatakan bahwa mutu adalah
derajat dimana spesifikasi desain (design spesification) suatu produk atau jasa
(service) memenuhi fungsi dan kegunaannya, dan derajat dimana produk atau jasa
dapat memenuhi spesifikasi desainnya. Menurut
Krajewski (2002), dari sisi
pelanggan (customer), mutu dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan
untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Definisi singkat dari mutu
adalah ‘customer satisfaction and loyalty’ dan definisi singkat lainnya adalah
15
‘fitness for use’ (Gryna 2001). Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) saat
ini merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena hal ini secara tidak langsung
menunjukkan mutu suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau
industri. Render (1997) menyatakan bahwa peningkatan mutu merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi peningkatan profit.
Agroindustri tidak terlepas dari isu mutu, karena industri-industri
berbasiskan hasil pertanian sebagai bahan baku inipun merupakan industri yang
menghasilkan barang konsumsi. Pada umumnya agroindustri sebagaimana
industri-industri lainnya bertujuan untuk memperoleh profit yang maksimal. Hal
ini dapat tercapai bila peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat
dilakukan secara optimal. Mutu produk agro berkaitan juga dengan keamanan
pangan, karena produk tersebut biasanya merupakan barang konsumsi yang dapat
dikonsumsi langsung oleh konsumennya.
2.3.1 Mutu Jagung Pipilan
Jagung pipilan merupakan hasil produksi jagung melalui proses pasca panen
jagung. Jagung pipilan adalah produk yang digunakan sebagai bahan baku bagi
industri pengolahan jagung. Sebagai bahan baku industri pengolahan jagung,
mutu jagung pipilan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Mutu jagung
pipilan di Indonesia ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 013920-1995. Standar Nasional Indonesia menetapkan standar mutu jagung pipilan
sebagai berikut:
–
Jagung kuning adalah jagung yang terdiri dari sekurang-kurangnya 90%
berwarna
–
kuning dan sebanyak-banyaknya 10% jagung berwarna lain.
–
Biji jagung merah dianggap sebagai jagung kuning, asal warna merah
tidak diakibatkan oleh penyakit dan hanya menutupi kurang dari 50%
permukaan biji seluruhnya.
–
Bebas hama penyakit
–
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
–
Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida
–
Memiliki suhu normal
16
–
Kandungan Aflatoxin untuk Manusia Maks. 5 ppb dan untuk hewan Maks.
50 ppb.
Adapun parameter mutu jagung pipilan menurut SNI 01-3920-1995 dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Parameter jagung pipilan menurut SNI 01-3920-1995
Jenis Uji
Kadar air
Butir rusak
Butir warna
lain
Butir pecah
Kotoran
Satuan
Mutu 1
Persyaratan Umum
Mutu 2
Mutu 3
(%)
(%)
(%)
Maksimum 14
Maksimum 2
Maksimum 1
Maksimum 14
Maksimum 4
Maksimum 3
Maksimum 15
Maksimum 6
Maksimum 7
(%)
(%)
Maksimum 1
Maksimum 1
Maksimum 2
Maksimum 1
Maksimum 3
Maksimum 2
2.3.2 Mutu Tepung Jagung
Tepung jagung sebagai produk antara adalah produk yang digunakan
sebagai bahan baku industri. Industri-industri yang menggunakan bahan baku
tepung jagung antara lain industri pangan, industri farmasi, dan industri pakan.
Sebagai produk antara, tepung jagung harus memenuhi permintaan industri
konsumennya secara kuantitas maupun secara kualitas. Penyediaan produk yang
memenuhi mutu yang diinginkan industri pengguna tepung jagung, adalah hal
yang penting untuk menjaga kesinambungan produksi, sekaligus kelangsungan
hidup perusahaannya. Standar mutu tepung jagung ditetapkan oleh negara-negara
penghasil tepung jagung, salah satunya Indonesia.
Mutu tepung jagung
di Indonesia ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia menurut SNI 01 – 3727 – 1995. Standar ini meliputi definisi, syarat
mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan
tepung jagung.
Definisi tepung jagung menurut SNI adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang baik dan bersih. Sedangkan syarat
mutu tepung jagung yang ditetapkan menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 7.
Standar mutu untuk tepung jagung yang digunakan pada kajian selanjutnya adalah
standar menurut Standar Nasional Indonesia.
17
Tabel 7 Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01–3727–1995
No.
1.
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan:
1.1
Bau
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
1.3
Warna
-
Normal
Benda-benda asing
-
Tidak boleh
2.
ada
3.
Serangga dalam bentuk stadia dan
-
potongan-potongan
4.
Jenis pati lain selain pati jagung
Tidak boleh
ada
-
Tidak boleh
ada
5.
Kehalusan:
5.1
Lolos ayakan 80 mesh
%
Min. 70
5.2
Lolos ayakan 60 mesh
%
Min. 99
6.
Air
% b/b
Maks. 10
7.
Abu
% b/b
Maks. 1,5
8.
Silikat
% b/b
Maks. 0,1
9.
Serat kasar
% b/b
Maks. 1,5
10.
Derajat asam
ml.N.NaOH
Maks. 4,0
/100 g
11.
Cemaran logam:
11.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 1,0
11.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10,0
11.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40,0
11.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,05
12.
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
13.
Cemaran mikroba:
Koloni/g
Maks. 106
13.1
Angka lempeng total
13.2
E. coli
APM/g
Maks. 10
13.3
Kapang
Koloni/g
Maks. 104
18
2.4 Manajemen Rantai Pasok
Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali
dikemukakan oleh Oliver & Weber (Pujawan 2005). Jaringan fisik dari rantai
pasok (supply chain) adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir.
Sedangkan manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaannya. Penekanan dalam manajemen rantai pasok adalah pendekatan
atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi antar
perusahaan-perusahaan terkait. Dalam manajemen rantai pasok, interaksi antara
pembeli dan pemasok pada setiap mata rantai mulai dari manufaktur ke pemasok,
distributor ke manufaktur, retailer ke distributor, dan konsumen akhir ke retailer,
memberikan pengaruh yang penting pada kegiatan dalam rantai pasok. Dengan
hubungan yang baik, akan dihasilkan pula pelayanan yang baik bagi konsumen
akhir, dan bersamaan dengan itu terjadi penambahan keuntungan bagi perusahaanperusahaan dalam rantai pasok tersebut.
Wisner (2005) menuliskan bahwa di antara tahun 1950 dan 1960
perusahaan-perusahaan manufaktur melakukan teknik-teknik untuk produksi
masal dengan tujuan reduksi biaya dan meningkatkan produktivitas, dimana relatif
hanya sedikit memperhatikan patrnership dengan pemasok, meningkatkan desain
proses dan meningkatkan mutu produk. Dari tahun 1960 sampai 1970, sistem
material requirements planning (MRP) dan sistem material resource planning
(MRP II) dikembangkan. Pada tahun 1980-an mulai dikembangkan manajemen
rantai pasok dan berlanjut terus hingga kini.
Perlunya koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada rantai pasok
karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu rantai pasok pada intinya
ingin memuaskan konsumen akhir yang sama. Perusahaan-perusahaan tersebut
harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat
waktu, dan dengan mutu yang bagus. Dalam pengelolaan rantai pasok terdapat
tantangan-tantangan yakni kompleksitas struktur rantai pasok dan terdapatnya
ketidak-pastian. Kompleksitas manajemen rantai pasok terjadi karena melibatkan
banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan, pihak-pihak tersebut biasanya
memiliki kepentingan yang berbeda-beda, sehingga tidak jarang terdapat konflik
19
antara satu dengan yang lainnya. Ketidak-pastian yang pertama adalah ketidakpastian permintaan, biasanya dari arah distributor atau retailer atau konsumen
akhir. Ketidak-pastian kedua adalah dari arah supplier, berupa lead time
pengiriman bahan baku yang tidak pasti, ketidak-pastian harga, demikian pula
jumlah dan mutu bahan baku. Ketidak-pastian lainnya adalah dari dalam
manufaktur seperti kerusakan mesin, tidak hadirnya tenaga kerja, mutu produk
yang tidak pasti. Tantangan-tantangan yang terjadi dalam rantai pasok seperti
yang diuraikan tersebut perlu diminimalisir agar kegiatan-kegiatan sepanjang
rantai pasok dalam berlangsung dengan baik untuk dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen akhir yaitu kepuasan konsumen.
2.5 Jaringan syaraf tiruan
Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) merupakan salah satu
representasi buatan
dari otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan
proses pembelajaran pada otak manusia tersebut (Siang 2009). Dinyatakan pula
oleh Fausett (1994) bahwa jaringan syaraf tiruan adalah pemrosesan suatu
informasi yang terinspirasi oleh sistim sel syaraf biologi, sama seperti otak yang
memproses suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah
struktur yang baru dari sistim pemrosesan informasi. Jaringan syaraf tiruan
memiliki kelebihan yaitu dapat mengingat dan membuat generalisasi dari apa
yang sudah ada sebelumnya. Sehingga dengan menggunakan jaringan syaraf
tiruan dapat dikenali pola data berdasarkan data input di masa lalu yang dapat
mempermudah dalam melakukan peramalan.
Jaringan syaraf tiruan berkembang secara pesat pada beberapa tahun
terakhir, dan telah dikembangkan sebelum adanya suatu komputer konvensional
yang canggih dan terus berkembang walaupun pernah mengalami masa vakum
selama beberapa tahun. Tahun 1943 McCulloch dan Pitts memperkenalkan
jaringan syaraf tiruan, dimana saat itu disimpulkan bahwa kombinasi beberapa
neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan meningkatkan kemampuan
komputasi. McCulloch dan Pitts mengusulkan pembobotan jaringan diatur dengan
fungsi logika sederhana. Fungsi aktivasi yang dipakai dalam jaringan ini adalah
fungsi treshlod.
20
Pengembangan model jaringan perceptron dilakukan oleh Rosenblatt pada
tahun 1958, dengan memperkenalkan metode pelatihan untuk mengoptimalkan
hasil iterasinya. Pada tahun 1960 Widrow dan Holf memperkenalkan aturan
pelatihan jaringan yang merupakan pengembangan perceptron. Aturan ini dikenal
sebagai aturan delta atau disebut juga kuadrat rata-rata terkecil. Aturan ini akan
mengubah bobot perceptron bila keluaran yang diperoleh tidak sesuai dengan
target yang ingin dicapai. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan oleh para
peneliti tersebut menggunakan jaringan dengan layer tunggal (single layer). Pada
tahun 1986 Rumelhart mengembangkan perceptron menjadi backpropagation,
yang memungkinkan jaringan menggunakan beberapa layer. Jaringan syaraf
tiruan ini juga dikembangkan oleh Kohonen pada 1972 dan Hopfield pada tahun
1982. Sejak tahun 1990 aplikasi model-model jaringan syaraf tiruan banyak
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata.
Beberapa aplikasi jaringan syaraf tiruan
antara lain pengenalan pola
(Pattern Recognition), Signal Processing, dan Forecasting atau peramalan (Siang,
2009). Pada pengenalan pola data, jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk
mengenali pola seperti huruf, angka, tanda tangan, yang sudah sedikit berubah.
Sama halnya dengan otak manusia yang masih mengenali orang yang sudah lama
tak bertemu. Berdasarkan kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengingat dan
melakukan generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya, maka jaringan
syaraf tiruan juga dapat digunakan untuk meramalkan atau melakukan prakiraan
tentang apa yang terjadi di masa datang berdasarkan pola data masa lalu. Selain
itu jaringan syaraf tiruan juga digunakan di bidang kontrol, bidang kedokteran dan
bidang lainnya.
Selain kelebihan-kelebihannya yang dapat diaplikasikan dalam berbagai
bidang, jaringan syaraf tiruan juga memiliki keterbatasan. Keterbatasannya adalah
hasil yang diperoleh tidak akurat, dan hanya bekerja berdasarkan pola yang
terbentuk pada inputnya.
2.5.1 Arsitektur Jaringan
Beberapa arsitektur jaringan pada jaringan syaraf tiruan adalah jaringan
layar tunggal (single layer) dan jaringan layar jamak (multi layer network). Pada
awal pengenalannya arsitektur jaringan yang digunakan adalah jaringan layar
21
tunggal. Pada perkembangan selanjutnya analisis permasalahan dengan jaringan
syaraf tiruan menggunakan jaringan layar jamak.
Dalam jaringan layar tunggal (single layer network), input neuron
dihubungkan langsung dengan neuron outputnya. Semua unit input (X1, X2, ...,
Xn) dihubungkan dengan semua unit output (Y1, Y2, ..., Ym). Nilai Wji
menunjukkan bobot hubungan antara unit input ke-i dengan unit output ke-j.
Bobot-bobot yang saling independen akan dimodifikasi untuk meningkatkan
keakuratan hasil selama proses pelatihan. Bentuk jaringannya dapat dilihat pada
Gambar 6.
w11
X1
Y1
wj1
wm1
w1i
wji
Xi
Yj
wmi
w1n
Xn
wjn
Ym
wmn
Gambar 6 Jaringan layar tunggal (Siang 2009).
Dalam jaringan layar jamak (multi layer network) terdapat unit-unit neuron
lain yang disebut layar tersembunyi (hidden layer) dimana unit-unit neuron ini
tidak saling berhubungan satu sama lainnya sama seperti neuron-neuron pada
layar input dan neuron-neuron pada layar output.
v11
X1
Y1
vp1
w11
Z1
v1i
Xi
vpi
Xn
Yj
w1p
Zp
v1n
wj1
wm1
wjp
wmp
vpn
Ym
Gambar 7 Jaringan layar jamak.
Pada jaringan layar jamak terdapat sebanyak n unit neuron input (X1, X2, ...,
Xn), sebuah layar tersembunyi dengan sebanyak p unit neuron (Z1, ..., Zp) dan
22
sebanyak m unit neuron output (Y1, Y2, ..., Ym). Bentuk arsitektur jaringan layar
jamak ditunjukkan pada Gambar 7.
Keterbatasan jaringan syaraf tiruan layar tunggal diatasi dengan menambah
satu atau beberapa layar tersembunyi di antara layar input dan layar output.
Penambahan beberapa layar tersembunyi dapat memberikan manfaat
dalam
penyelesaian beberapa persoalan, namun memerlukan waktu yang lama untuk
proses pelatihan. Pada umumnya dilakukan dengan satu layar tersembunyi.
Gambar 8
menunjukkan arsitektur backpropagation. Vji merupakan bobot
hubungan unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj merupakan obot
dari unit layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan bobot dari
neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.
v10
1
vj0
vp0
w10
1
wk0
wm0
w11
v11
X1
Z1
vj1
Y1
wk1
wm1
vp1
v1i
Zj
Xi
w1p
wkp
vpi
v1n
Yk
wmj
vji
Xn
w1j
wkj
vjn
Zp
Ym
wmp
vpn
Gambar 8 Arsitektur jaringan pada backpropagation.
2.5.2 Algoritma Backpropagasi Umpan Balik
Pelatihan propagasi umpan balik (Feed Forward Back Propagation) berbasis
jaringan syaraf tiruan meliputi 3 fase (Siang 2009).
Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari
layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Selama propagasi maju, sinyal masukan (= xi ) dipropagasikan ke
layer tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari
setiap unit layar tersembunyi (= zj ) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi
23
ke layer tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan.
Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (= yk ).
Berikutnya, keluaran jaringan (= yk ) dibandingkan dengan target yang harus
dicapai (= tk ).Selisih dari tk terhadap yk yaitu (tk− yk ) adalah kesalahan yang t
terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka
iterasi dihentikan. Namun bila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya,
maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi
kesalahan yang terjadi.
Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan
target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut
dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan
unit-unit di layar keluaran. Berdasarkan kesalahan tk− yk, dihitung faktor δk ( k =
1,2,..., m ) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit k y ke semua unit
tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk . δk juga dipakai untuk mengubah
bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang
sama, dihitung faktor δj ( j = 1,2,…, p ) di setiap unit di layar tersembunyi sebagai
dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layar di
bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang
terjadi. Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi
bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar
atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layar keluaran
didasarkan atas δk yang ada di unit keluaran.
Ketiga fase terebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah
iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan
yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Bidang peramalan (forecasting) merupakan salah satu bidang dimana
jaringan syaraf tiruan dapat diaplikasikan. Backpropagation dapat digunakan
dalam melakukan peramalan seperti prediksi permintaan suatu produk di masa
24
mendatang, prediksi nilai penjualan dan lain sebagainya. Peramalan ini didasarkan
pada data yang diperoleh pada masa lalu.
Dalam memecahkan masalah peramalan, variabel yang diperhatikan adalah
variabel yang mempengaruhi output peramalan yang akan dicapai. Terdapat dua
model dalam peramalan yaitu model peramalan berdasarkan runtun waktu (time
series) dan model kausal.
Pada model peramalan time series, sejumlah data x1, x2, ..., xn akan
digunakan untuk memperkirakan nilai xn+1. Dengan backpropagation, sebagian
data dipakai sebagai pelatihan untuk mencapai bobot yang optimal. Periode
ditentukan secara intuitif tergantung variabel yang akan diprediksi. Banyaknya
data
dalam
satu
periode
digunakan
sebagai
banyaknya
input
dalam
backpropagation. Sebagai contoh, apabila diambil periode bulanan selama
setahun, maka data yang digunakan sebagai target adalah data bulan pertama
setelah periode berakhir.
Pada model peramalan kausal, unit-unit neuron input merupakan variabelvariabel yang mempengaruhi neuron output. Neuron output y merupakan variabel
yang diramalkan dan dipengaruhi oleh variabel-variabel input.
Pada backpropagation ini belum ada teori yang secara pasti dapat
digunakan dalam penentuan jumlah layar. Pada awalnya dicoba dengan jaringan
kecil lebih dahulu, jika terdapat kesalahan maka jaringan diperbesar dengan
menambahkan neuron pada layar tersembunyi, atau dapat menambah layar
tersembunyi.
2.6 Proses Hirarki Analitik
Menurut Saaty (1993), Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy
Process) adalah suatu model yang memberikan kesempatan untuk membangun
gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi dan pemecahan
yang diinginkan. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP),
suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berfikir yang
terorganisir sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil
keputusan yang efektif atas persoalan tersebut dan persoalan yang kompleks
25
dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya
(Marimin 2004).
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan
keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami
oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP,
proses keputusan yang kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan
yang Iebih kecil yang dapat ditangani dengan lebih mudah. Struktur yang
berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub kriteria
yang paling dalam, Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi
inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan, dan memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis
sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi
penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi
sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau
hierarki harus distruktur ulang. AHP juga mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada
perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Dengan demikian AHP
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Namun selain kelebihan-kelebihan di atas, AHP juga memiliki kekurangan.
Salah satu kekurangan yang paling sering disorot adalah fenomena perubahan
ranking (rank reversal). Di sisi lain, situasi pengambilan keputusan seringkali
dihadapkan pada kondisi di mana pengambil keputusan adalah satu kelompok
yang terdiri atas beberapa individu. Dalam konteks pengambilan keputusan
kelompok terdapat dua cara untuk menggabungkan pendapat dalam AHP. Pertama
adalah secara deterministik dan kedua adalah secara statistika atau stokastika.
Penggabungan secara deterministik ini sesuai jika jumlah pengambil keputusan
yang terlibat tidak banyak dan mereka berinteraksi dalam frekuensi yang cukup
sering
sehingga
keputusan
konsensus
sangat
mungkin
dicapai.
Cara
menggabungkan pendapat secara deterministik adalah dengan cara mengambil
nilai rata-rata geometris (Saaty, 1988). Di pihak lain, jika jumlah pengambil
keputusan banyak atau sangat banyak (umumnya di atas tiga puluh) dan tersebar
26
secara geografis sehingga pengambil keputusan sulit untuk saling berinteraksi satu
dengan lain, maka pendekatan stokastika adalah pendekatan yang paling sesuai.
Adapun cara kerja dari AHP
adalah dengan membagi permasalahan
kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik kedalam sub bagian-sub
bagian yang lebih sederhana untuk kemudian diatur menjadi sebuah hirarki.
Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara
subyektif tentang anti panting suatu variabel tersebut secara relatif dibandingkan
dengan variabel yang lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi
dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem.
Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP pada dasarnya terdiri dari (1)
Penyusunan Hierarki.Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki. Struktur hierarki dalam AHP terdiri dari goal atau tujuan, kriteria dan
alternatif. Goal berada pada tingkat yang paling atas disusul kriteria di bawahnya
dan selanjutnya adalah alternatif. (2) Penilaian Kriteria dan alternatif. Kriteria
dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988),
untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Matriks yang terdiri dan penilaian terhadap tingkat
kepentingan secara relatif terbentuk dari skala yang digunakan untuk
memberikan penilaian yang dimaksud. Adapun skala yang digunakan dalam
pemberian nilai adalah :
Tabel 8 Skala pemberian nilai dalam AHP
Nilai
1
3
5
7
9
2,4,6,8
1/(1-9)
Keterangan
Sama penting (equal)
Sedikit lebih penting (moderate)
Jelas lebih penting (strong)
Sangat jelas lebih penting (very strong)
Mutlak lebih penting (extreme)
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
Sumber : Saaty (1993)
Penentuan Prioritas.Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan
27
relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai
dengan judgment yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.(4) Konsistensi Logis. Semua elemen
dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan
suatu kriteria yang logis.
2.7 Logika Fuzzy
Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input
ke dalam suatu ruang output. Konsep logika fuzzy pertama sekali diperkenalkan
oleh Professor Lotfi A.Zadeh dari Universitas California, pada bulan Juni 1965.
Logika fuzzy merupakan generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua
nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Kusumadewi dan Hari (2004) menyatakan
bahwa pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan µ A [x], memiliki 2 kemungkinan, yaitu :
1.
1 ( Satu), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan
2. 0 (Nol), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota suatu
himpunan
Kusumadewi dan Hari (2004) menyebutkan bahwa dalam memahami
sistem fuzzy, yaitu :
a. Variabel fuzzy
Variabel yang dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur,
temperatur, dan sebagainya.
b. Himpunan fuzzy
Suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu
variabel fuzzy.
Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Terdapat dua atribut dalam himpunan fuzzy, yaitu linguistik dan numeris.
Linguistik merupakan penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan
atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami. Numeris yaitu
suatu angka yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel.
28
c. Semesta pembicaraan
Keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu
variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real
yang senantiasa naik secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta
pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
d. Domain
Keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh
dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Domain merupakan himpunan
bilangan real yang senantiasa naik secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai
domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
2.8 Sistem inferensi fuzzy
Sistem inferensi fuzzy merupakan kerangka komputasi yang didasarkan pada
teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy. Menurut
Septiani dan Marimin (2005) Fuzzy Inference System juga dikenal sebagai fuzzy
rule based system, fuzzy model, fuzzy assosiative memory, fuzzy controller (ketika
digunakan pada proses kontrol).
Dalam membangun sebuah sistem fuzzy dikenal beberapa metode
penalaran, antara lain (Wahyu dan Afriyanti 2009) : metode Tsukamoto, metode
Mamdani dan metode Sugeno. Masing-masing metode berbeda untuk perhitungan
maupun respon keluarannya.
Metode sugeno merupakan metode inferensi fuzzy untuk aturan yang
direpresentasikan dalam bentuk IF – THEN, dimana output (konsekuen) sistem
tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear
(Kusumadewi 2002). Metode ini diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno Kang pada
tahun 1985. Model Sugeno menggunakan fungsi keanggotaan Singleton yaitu
fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp
tunggal dan 0 pada nilai crisp yang lain.
Ada 2 model fuzzy dengan metode Sugeno ( yaitu sebagai berikut: 1)
Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol, dan 2) Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu. Secara
umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde Nol adalah:
29
IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o… o (xN is AN) THEN z=k
dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-I sebagai antesenden, dan k adalah suatu
konstanta (tegas) sebagai konsekuen.
Adapun bentuk model fuzzy Sugeno Orde-Satu adalah :
IF (x1 is A1) o… o (xN is AN) THEN z = p1*x1+… + pN*xN+q
dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai antesenden, dan pi adalah suatu
konstanta (tegas) ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
Tahapan-tahapan dalam metode Sugeno yaitu 1) Pembentukan himpunan
Fuzzy, 2) Aplikasi fungsi implikasi, dan 3) Defuzzifikasi ( Defuzzification ).
Masing-masing tahapan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
2.8.1 Pembentukan himpunan fuzzy
Pada tahapan ini variabel input (crisp) dari sistem fuzzy ditransfer ke
dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran
dari premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap
ini mengambil nilai-nilai crisp dan menentukan derajat di mana nilai-nilai tersebut
menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai.
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya yang
memiliki interval antara 0 sampai 1. Fungsi keanggotaan μ memetakan elemen x
dari himpunan semesta X, ke sebuah bilangan μ[x], yang menentukan derajat
keanggotaan dari elemen dalam himpunan fuzzy A.
A = {(x, μ[x] ) | x X}
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Kusumadewi dan Hari
(2004) menyebutkan bahwa terdapat beberapa fungsi yang dapat digunakan, yaitu
:1) Representasi linier, 2) Representasi kurva segitiga, 3) Representasi kurva
trapesium, 4) Representasi kurva bentuk bahu, 5) Representasi kurva-S, 6)
Representasi kurva bentuk lonceng.
30
Representasi linier
Fungsi keanggotaan: Linear naik
x≤a
0;
μ[x] = (x – a)/(b – a);
a≤x≤b
x≥b
1;
1
μ(x)
0
domain
a
b
Gambar 9 Representasi linear naik.
•
Fungsi keanggotaan: Linear turun
μ[x] = (b - x)/(b – a);
0;
a≤x≤b
x≥b
1
μ(x)
0
a
domain
Gambar 10 Representasi linear turun.
b
31
Representasi kurva segitiga
Fungsi keanggotaan:
x ≤ a atau x ≥ c
0;
μ[x] = (x – a)/(b – a);
a≤ x≤b
(c – x)/ (c – b)
b≤ x≤c
1
μ(x)
0
a
c
b
Gambar 11 Representasi kurva segitiga.
Representasi kurva trapesium
Fungsi keanggotaan:
x ≤ a atau x ≥ d
0;
μ[x] =
(x – a)/(b – a);
a≤ x≤b
1;
b≤ x≤c
(d – x)/ (d – c)
x≥d
1
μ(x)
0
a
Gambar 12 Representasi kurva trapesium.
b
c
d
32
2.8.2 Aplikasi fungsi implikasi
Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan
berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan
dalam fungsi implikasi adalah sebagai berikut IF x is A THEN y is B. Dengan x
dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang
mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan proposisi yang mengikuti
THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan menggunakan
operator fuzzy seperti,
IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o…o (xN is AN) THEN y is B
dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).
Secara umum fungsi implikasi yang dapat digunakan yaitu 1)
Min
(minimum), fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy; dan 2) Dot (
product), fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy. Pada metode Sugeno
ini, fungsi implikasi yang digunakan adalah fungsi min.
2.8.3 Defuzzifikasi
Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari
proses komposisi dan output adalah sebuah nilai (crisp). Untuk aturan IF-THEN
fuzzy dalam persamaan RU(k) = IF x1 is A1k and… and xn is Ank THEN y is Bk,
dimana A1k dan Bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam Ui R (U dan V
adalah domain fisik), i = 1, 2, … , n dan x = (x1, x2, … , xn) U dan y V berturutturut adalah variabel input dan output ( linguistik) dari sistem fuzzy. Pada metode
Sugeno defuzzification dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA) :
α1z1 + α2z2 + α3 z3 +… + αnzn
WA = --------------------------------------------α1 + α2 + α3 +… + αn
2.9 Peramalan
Peramalan adalah suatu proses dalam menggunakan data historis (data
masa lalu) yang telah dimiliki untuk diproyeksikan ke dalam sebuah model dan
menggunakan model ini untuk memperkirakan keadaan di masa mendatang.
33
Tujuan dari peramalan adalah untuk menentukan jumlah permintaan produk pada
masa yang akan datang. Dalam melakukan peramalan perlu ditentukan batasanbatasan, yaitu produk yang diminta sudah teridentifikasi dan jumlah produk yang
diminta dapat dibuat produsen.
Gambar 13 menunjukkan empat pola data permintaan (Makridakis, 1983)
yaitu 1) Horizontal atau fluktuasi data sekitar rata-rata yang konstan; 2) Trend,
atau
kenaikan/penurunan
rata-rata
yang
sistematis;
3)
Seasonal,
kenaikan/penurunan yang berulang tergantung pada waktu, hari, minggu, bulan,
musim; 4) Siklis, atau kenaikan/penurunan yang bertahap untuk periode yang
panjang; 5) Random, tidak dapat diramalkan.
Gambar 13 Pola data peramalan.
Makridakis (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang juga harus
dipertimbangkan
sebelum
mempergunakan
teknik
peramalan
yaitu:
1)
Menentukan apa yang akan diramalkan; 2) Memilih metode peramalan yang akan
digunakan; 3)
Menentukan jenis Hardware atau Software yang akan
dipergunakan. Adapun tahapan dalam menentukan apa yang akan diramalkan
yaitu 1) membuat peramalan untuk family produk berdasarkan kesamaan
permintaan, proses dan sebagainya; 2) menguraikan menjadi masing-masing
kelompok item; 3) Menentukan satuan unit yang digunakan. Dalam hal memilih
metoda peramalan yang akan digunakan dapat menggunakan 1) Judgment method,
berdasarkan opini manajer, pakar atau hasil survey; 2) Causal method,
34
mempergunakan data masa lalu sebagai variabel bebas; 3) Time series Analysis,
pendekatan statistik yang menitik beratkan pada data permintaan masa lalu untuk
diproyeksikan ke masa mendatang.
Tahapan peramalan terdiri dari delapan tahap yaitu 1) Plot data permintaan
vs. waktu; 2) Pilih beberapa metoda peramalan sesuai dengan pola data hasil plot
data permintaan; 3) Lakukan perhitungan dan pengujian peramalan dengan
menggunakan metode peramalan sesuai plot data; 4) Evaluasi kesalahan
peramalan berdasarkan kriteria kesalahan peramalan; 5) Pilih metoda peramalan
dengan kesalahan peramalan terkecil; 6) Lakukan verifikasi peramalan
berdasarkan metode peramalan terpilih; 7) Interpretasi hasil verifikasi peramalan;
8) Hitung peramalan permintaan untuk periode mendatang sesuai dengan
kebutuhan perencanaan produksi dengan menggunakan metode peramalan
terpilih. Pada dasarnya, peramalan dengan komputer dapat menggunakan 1)
Sistem manual. User memilih teknik peramalan yang akan digunakan dan
menentukan parameternya; 2) Sistem semi-automatic. User menentukan teknik
peramalan, tetapi program yang akan menentukan parameter untuk model
tersebut; atau 3) Sistem automatic. Program mengamati data dan mengusulkan
teknik peramalan yang sesuai. Beberapa model peramalan sesuai dengan
taksonomi peramalan ditunjukkan pada Gambar 14.
Linier
Kuadratik
Regresi
Eksponensial
Model
Kualitatif
Siklik
Time
Series
Peramalan
Rata-rata
Model
Kuantitatif
Moving
Average
Metode
Smoothing
Kausal
Exponential
Smoothing
Dekomposisi
Gambar 14 Taksonomi model peramalan.
35
Pada model time series, permintaan merupakan fungsi dari waktu. Pola
permintaan ada masa yang akan datang diperkirakan serupa atau identik dengan
pola data masa lalu. Model ini dikembangkan berdasarkan informasi masa lalu,
dengan variabel tidak bebas dan asumsi, bahwa variabel tidak bebas ini akan
memiliki pola yang sama dengan masa lalu.
Model Single Moving Average (SMA) berasumsi bahwa nilai rata-rata
beberapa periode terbaru baik digunakan untuk memperkirakan pola mendatang.
Model ini cocok untuk pola data tanpa trend
Ft
Dt Dt
S 't
Dt 2 ... Dt
n
1
S 't S 't
S ' 't
1
S 't 2 ... S 't
n
S 't ( S 't S ' 't )
at
2
bt
Ft
jumlah n demand terakhir
n
N 1
m
Dt
1
Dt
2
... Dt
n
n
n 1
n 1
2S 't S ' 't
(St' St'' )
at
bt m
Model Double Moving Average merupakan SMA yang dirata-ratakan
kembali untuk mendapatkan trend. Model ini cocok digunakan untuk pola data
trend. Penyesuaian merupakan perbedaan antara SMA dan DMA pada waktu t
(S’t-S’’t). Penyesuaian digunakan untuk trend dari periode t ke periode t+1 ( atau
periode t+m jika diramalkan untuk m periode mendatang).
Single Exponential Smoothing digunakan pada data yang tidak mempunyai
bobot yang sama,dimana data terbaru akan mempunyai nilai prediksi tertinggi.
Oleh karena itu data terbaru harus diberi bobot lebih besar daripada data
sebelumnya
Ft
Ft
1
( Dt
1
Ft 1 )
36
Metode Double Exponential Smoothing (Metode Linier Brown) digunakan
untuk pola data yang ada trend. Penyesuaian dari SES dilakukan dengan
penambahan satu parameter
St'
Dt (1
St''
at
bt
St' (1
)St'
1
)St'' 1
S 't ( S 't S ' 't )
(St' St'' )
1
Ft
2S 't S ' 't
m
at
bt m
Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara
variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel
independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola
pertumbuhan dari data historis bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak
linier 100%). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang
menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
Y(t) = a + bt
dimana Y merupakan fungsi terhadap waktu. Variabel a dan b adalah parameter
yang kan ditentukan dalam perhitungan. Rumus- rumus dalam menghitung
variabel a dan b adalah sebagai berikut :
N
N
t 1
b
t
2
t
t 1
2
N
N
1
N
Y (t )
t 1
N
a
N
tY (t )
N
t
t 1
t 1
N
1 N
b t
N t1
Y (t )
t 1
Peramalan dengan metode seasonal sangat baik jika digunakan untuk
menghadapi data-data yang berbentuk seasonal. Metode dekomposisi merupakan
metode peramalan time series dengan pendekatan additive dan multiplicative yang
digunakan bila data historis memiliki pola trend, siklis atau musiman. Metode
dekomposisi mencoba memisahkan tiga komponen dari pola dasar yakni faktor
37
trend (kecenderungan) dan musiman. Faktor trend menggambarkan perilaku data
dalam jangka panjang yang dapat meningkat, menurun atu tidak berubah. Faktor
musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan yang
disebabkan oleh hal-hal seperti curah hujan, saat liburan dan lain-lain.
Dekomposisi memiliki asumsi bahwa data tersusun sebagai berikut :
Data = pola + kesalahan (error)
= f(trend, musiman) + kesalahan
Model multiplicative adalah :
Yt
trend * seasonal
kesalahan
Model additive adalah :
Yt
trend
seasonal
kesalahan
Dimana : Yt = nilai observasi pada waktu t.
Pendekatan untuk metode dekomposisi time series biasanya mempunyai
lima langkah, yaitu 1) menghitung centered moving average selama 12 bulan.
Karena rata-ratanya untuk sepanjang tahun, untuk menghilangkan sifat seasonal;
2)memperkirakan index seasonal digunakan rasio dari permintaan aktual centered
moving average selama 12 bulan; 3) menyesuaikan sebuah garis pada data yang
deseasonalized. Intercept dan kemiringan dari garis ini menyediakan nilai yang
dibutuhkan untuk memperkirakan faktor trend; 4) meng-extrapolate garis pada
langkah 3 ke masa yang akan datang, menyediakan sebuah peramalan dari
permintaan apa yang ”like were seasonality non existent”; dan 5) mengkalikan
setiap nilai peramalan deseasonalized dengan index seasonal untuk memperoleh
nilai peramalan final.
Apabila prosedur peramalan tidak bias, rata-rata error peramalan harus
nol. Umumnya, frekuensi error bernilai positif harus sesering frekuensi error
bernilai negatif. Sebenarnya, sebuah peramalan yang tidak bias diperkirakan
untuk menghasilkan serangkaian error yang random, mengikuti distribusi normal,
dengan rata-rata nol. Satu cara untuk mengevaluasi kualitas peramalan adalah
dengan memeriksa plot error seiring dengan berjalannya waktu.
Dalam melakukan peramalan, hasil peramalan yang kita peroleh tidak
mungkin benar-benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai peramalan dengan
nilai yang sesungguhnya dapat kita sebut sebagai error (kesalahan). Melalui nilai
38
kesalahan ini dapat kita lakukan beberapa analisa sehingga kita dapat
membandingkan metode peramalan mana yang paling sesuai dengan data yang
kita miliki serta seberapa baik metode yang digunakan tersebut. Hal ini dapat
diketahui dari perbandingan antara nilai-nilai kesalahan yang dihasilkan oleh
masing-masing metode. Metode yang terbaik / paling sesuai dengan data kita akan
memiliki nilai kesalahan peramalan yang paling kecil. Secara umum perhitungan
kesalahan peramalan dapat dijabarkan sebagai berikut:
ei = xi – Fi
dimana :
ei = kesalahan pada periode ke-i
xi = nilai sesungguhnya pada periode ke-i
Fi = nilai hasil peramalan pada periode ke-i
Jumlah kesalahan peramalan bukan merupakan suatu ukuran yang tepat
untuk menentukan seberapa efektif metode peramalan yang digunakan tetapi
hanya merupakan ukuran bias atau selisih bias yang dihasilkan. Jumlah kesalahan
yang dihasilkan akan mendekati nilai nol pada metode-metode peramalan regresi.
Untuk menghindari masalah dimana nilai kesalahan peramalan positif
menetralkan nilai kesalahan peramalan negatif maka beberapa alternatif metode
kesalahan peramalan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:
Mean Square Error (MSE)
N
ei
MSE
2
i 1
N
Mean Absolute Error (MAE)
N
ei
MAE
i 1
N
Mean Absolute Percent Error (MAPE)
n
MAPE
t 1
PE
n
t
39
Tracking signal dihitung sebagai jumlah kesalahan peramalan (running
sum forecast error/RSFE) dibandingkan dengan nilai MAD (Mean Absolute
Deviation).
Secara umum, Tracking signal dituliskan sebagai berikut :
Tracking signal (TS) =
=
RSFE
MAD
(data aktual periode i - data peramalan periode i)
MAD
dimana :
MAD =
kesalahan peramalan
n
=
ei
n
n = jumlah periode yang bersangkutan.
Pada Gambar 15 terdapat nilai positif tracking signal yang menunjukkan
bahwa data aktual masih lebih besar dibandingkan dengan data peramalannya.
Sedangkan negatif tracking signal berarti bahwa data aktual lebih kecil
dibandingkan dengan data peramalannya. Sebuah tracking signal yang baik
adalah tracking signal yang memiliki nilai RSFE yang kecil dimana jumlah
kesalahan peramalan positif hampir sama jumlahnya dengan kesalahan peramalan
negatif.
Tracking Signal berada
di luar batas kontrol
Tracking Signal
Upper Control Limit
+
Daerah
penerimaan
0 MAE
Lower Control Limit
Periode
Gambar 15 Tracking signal dalam peramalan.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dengan tepung jagung yang telah dilakukan oleh para
peneliti lebih banyak pada penelitian tentang proses pembuatan produk-produk
40
turunan tepung jagung ke arah hilir. Penelusuran literatur dan penelusuran
penelitian terdahulu yang berkaitan dilakukan terhadap penelitian yang berkaitan
dengan produk jagung, tepung jagung serta kaitannya dengan jaringan syaraf
tiruan dan fuzzy inference system.
Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2004) menggunakan jaringan
syaraf tiruan, dimana penelitian ini membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
model univariat serta model multivariat, dan memperoleh bahwa hasil peramalan
jaringan syaraf tiruan lebih baik dari pada metode statistikal. Erdinç dan Satman
(2005) dalam penelitiannya membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
regresi linier, dan diperoleh hasil bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik daripada
regresi linier dalam melakukann peramalan. Setyawati (2003)
menggunakan
jaringan syaraf tiruan untuk univariat dan multivariat time series
dalam
melakukan peramalan. Nam dan Schaefer (1995) melakukan penelitian tentang
peramalan penumpang pesawat udara dengan jaringan syaraf tiruan. Azadeh et al.
(2008) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan penggunaan energi
listrik. Ferreira et al. (2011)
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk
meramalkan harga dalam konteks agribisnis.
Bhuvanes et al. (2007)
menggunakan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk memprediksi
jumlah pasien pada beberapa bagian perawatan di Virtua Health, New Jersey.
Penelitian ini membandingkan model peramalan menggunakan BPNN dengan
peramalan menggunakan statistical forecasting models. Dari hasil penelusuran
literatur diperoleh bahwa penelitian tentang prediksi produksi jagung dengan
jaringan syaraf tiruan belum pernah dilakukan. Demikian pula belum diperoleh
literatur tentang penelitian atau kajian mengenai prediksi permintaan tepung
jagung menggunakan jaringan syaraf tiruan.
Dari penelusuran terhadap penelitian terdahulu, dapat diperoleh bahwa
penelitian tentang rancang bangun model penyediaan tepung jagung pada rantai
pasok industri berbasis jagung dapat dikaji lebih lanjut, sebagai suatu kebaruan
dalam pengembangan ilmu di bidang manajemen pada agroindustri.
41
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Permasalahan pada industri tepung jagung adalah bagaimana industri ini
dapat memproduksi dan menyediakan jumlah tepung jagung dan mutu tepung
jagung yang memenuhi syarat kepada konsumennya. Sebagai salah satu bagian
dari rantai pasok industri berbasis jagung, jumlah dan mutu tepung jagung yang
diproduksi sangat tergantung dari bahan baku berupa jagung pipilan. Sedangkan
penyediaan jumlah dan mutu jagung pipilan oleh pengumpul atau petani
tergantung pada jagung yang diproduksi di sentra jagung.
Penyediaan tepung jagung berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang terdapat
pada rantai pasok industri berbasis jagung dimulai dari produksi jagung pada
sentra jagung, penyediaan jagung pipilan dengan berbagai mutu, penyediaan
tepung jagung pada industri jagung, dan kebutuhan industri pengguna tepung
jagung. Tepung jagung yang disediakan tidak hanya berkenaan dengan
jumlahnya, tapi yang cukup penting adalah mutu tepung jagung tersebut. Mutu
produk merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena mutu merupakan
syarat dari produk yang akan dipasarkan. Tuntutan tentang mutu produk ini sangat
ketat terutama oleh negara luar dimana produk dari produsen dapat ditolak oleh
karena mutu yang tidak memenuhi standar walaupun jumlahnya telah memenuhi
permintaan.
Sehubungan dengan hal tersebut timbul beberapa pertanyaan yang
seyogyanya dapat diselesaikan untuk menjawab permasalahan di atas. Pertanyaan
tersebut antara lain: (a) bagaimana jumlah jagung yang diproduksi pada sentra
jagung dapat diprediksi?; (b) bagaimana jagung pipilan sebagai bahan baku
tepung jagung dapat dikelompokkan sesuai standar yang ditentukan?; (c)
bagaimana tepung jagung yang dihasilkan oleh industri tepung jagung dapat
memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan konsumennya; (d) bagaimana
permintaan konsumen tepung jagung dapat diprediksi. Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dirancang model penyediaan tepung jagung
pada rantai pasok industri berbasis jagung sesuai tujuan dari penelitian ini.
42
Sebagai tahap awal dalam pemodelan ini dilakukan studi pustaka untuk
mempelajari konsep-konsep, teori-teori, dan alat bantu yang berkaitan dengan
tujuan penelitian yang ingin dicapai. Penelusuran pustaka dilakukan melalui bukubuku, jurnal-jurnal, dan laporan penelitian relevan yang pernah dilakukan oleh
para peneliti. Gambar 16 menunjukkan gambaran umum model yang akan
dirancang dan keterkaitannya pada rantai pasok industri berbasis jagung. Model
ini merupakan model penyediaan tepung jagung sepanjang rantai pasok tepung
jagung. Mata rantai meliputi sentra jagung, pedagang atau pengumpul, industri
tepung jagung, dan industri pengguna tepung jagung.
SENTRA
JAGUNG
PENGUMPUL
MODEL
PREDIKSI
PRODUKSI
JAGUNG
MODEL
PENGELOMPOKAN
MUTU JAGUNG
PIPILAN
- Mutu I
- Mutu II
- Mutu III
Jaringan Syaraf
Tiruan,
Peramalan
Statistikal
Fuzzy Inference
System
INDUSTRI
PENGGUNA
TEPUNG
JAGUNG
INDUSTRI TEPUNG JAGUNG
Pemeriksaan
mutu jagung
pipilan
PROSES
PRODUKSI
TEPUNG
JAGUNG
Pemeriksaan
mutu tepung
jagung
MODEL
PENGELOMPOKAN
MUTU TEPUNG
JAGUNG
PENYEDIAAN
TEPUNG JAGUNG
OLEH INDUSTRI
- Jumlah sesuai
permintaan
- Mutu sesuai standar
MODEL
PREDIKSI
PERMINTAAN
TEPUNG
JAGUNG
KEBIJAKAN
Jaringan Syaraf
Tiruan, Peramalan
Time Series
Gambar 16 Keterkaitan model pada rantai pasok industri berbasis jagung.
Model yang akan dirancang merupakan integrasi dari beberapa model antara
lain: (1) model prediksi produksi jagung; (2) model pengelompokan mutu
jagung pipilan; (3) model pengelompokan mutu tepung jagung; (4) model prediksi
permintaan tepung jagung. Beberapa alat analisis yang akan digunakan dalam
model ini adalah: (a) Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Networks) untuk
prediksi produksi jagung; (b) Fuzzy Inference System (FIS) untuk pengelompokan
mutu jagung pipilan dan pengelompokan mutu tepung jagung ; (c) Jaringan Syaraf
Tiruan untuk memprediksi permintaan tepung jagung oleh industri pengguna
tepung jagung.
43
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara garis
besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti tertuang
pada Gambar 17.
Process
ProcessAnalysis
Analysis
Input
InputAnalysis
Analysis
TINJAUAN
TINJAUANPUSTAKA
PUSTAKA
- -Konsep
KonsepManajemen
ManajemenRantai
RantaiPasok
Pasok
- -Konsep
KonsepJaringan
JaringanSyaraf
SyarafTiruan
Tiruan
- -Konsep
KonsepMutu
Mutu
- - Konsep
KonsepFuzzy
Fuzzy
- -Konsep
KonsepFuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
ANALISIS
ANALISISSISTEM
SISTEM
- -Analisis
AnalisisKebutuhan
Kebutuhan
- -Formulasi
FormulasiPermasalahan
Permasalahan
- -Identifikasi
IdentifikasiSistem
Sistem
Output
OutputAnalysis
Analysis
SIMPULAN
SIMPULAN
Disusun
Disusunberdasarkan
berdasarkanhasil
hasil
penelitian
penelitianyang
yangdiperoleh.
diperoleh.
PERANCANGAN
PERANCANGANMODEL
MODEL
TUJUAN
TUJUANPENELITIAN
PENELITIAN
dihasilkannya
dihasilkannyamodel
model
penyediaan
penyediaantepung
tepungjagung
jagung
pada
padarantai
rantaipasok
pasokindustri
industri
berbasis
jagung
berbasis jagung
Model
ModelPrediksi
PrediksiProduksi
Produksi
Jagung
Jagung
Model
ModelPengelompokan
Pengelompokan
Mutu
MutuJagung
JagungPipilan
Pipilan
PERUMUSAN
PERUMUSANMASALAH
MASALAH
- -Bagaimana
Bagaimanajumlah
jumlahjagung
jagung
yang
yangdiproduksi
diproduksipada
padasentra
sentra
jagung
dapat
diprediksi?
jagung dapat diprediksi?
- -Bagaimana
Bagaimanajagung
jagungpipilan
pipilan
sebagai
sebagaibahan
bahanbaku
bakutepung
tepung
jagung
jagungdapat
dapatdikelompokkan
dikelompokkan
sesuai
sesuaistandar
standaryang
yang
ditentukan?
ditentukan?
- -Bagaimana
Bagaimanatepung
tepungjagung
jagung
yang
yangdihasilkan
dihasilkanoleh
olehindustri
industri
tepung
jagung
dapat
tepung jagung dapat
dikelompokkan
dikelompokkansesuai
sesuai
standar
standarmutu
mutu
- -Bagaimana
Bagaimanapermintaan
permintaan
industri
industripengguna
penggunatepung
tepung
jagung
jagungdapat
dapatdiprediksi
diprediksi
Model
ModelPengelompokan
Pengelompokan
Mutu
MutuTepung
TepungJagung
Jagung
Model
ModelPrediksi
PrediksiPermintaan
Permintaan
Tepung
Tepungjagung
jagung
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASIMODEL
MODEL
FENOMENA
FENOMENA
Belum
Belumdipenuhinya
dipenuhinya
penyediaan
penyediaantepung
tepungjagung
jagung
secara
secarajumlah
jumlahdan
danmutu
mutu
REKOMENDASI
REKOMENDASI
Dibuat
Dibuatberdasarkan
berdasarkan
hasil
hasilpenelitian
penelitian
Gambar 17 Kerangka pemikiran penelitian.
3.2 Tahapan Penelitian
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah melakukan studi literatur dan
melakukan observasi lapangan tentang produksi jagung, produk jagung pipilan,
produk
tepung
jagung,
serta
penelitian-penelitian
yang
terkait
serta
perkembangannya saat ini. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
dan elemen-elemen dalam sistem, dalam rangka membangun model yang akan
44
dirancang pada penelitian ini. Tahap selanjutnya adalah melakukan rancangan
sub-model yang terdapat dalam model. Untuk menjalankan sub model yang
terdapat dalam model rancangan, dibutuhkan data yang berkaitan dengan setiap
sub model yang ada. Secara lengkap tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram
yang tertuang dalam Gambar 18.
Mulai
Mulai
Penelusuran
Penelusuran
literatur
literatur
Pemetaan
Pemetaan
pemasok
pemasok
jagung
jagungpipilan
pipilan
Pemetaan
Pemetaan
sentra
sentrajagung
jagung
Penentuan
Penentuan
jumlah
jumlah
produksi
produksi
jagung
jagungpipilan
pipilan
Luas
Luas
panen
panen
Produksi
Produksi
jagung
jagung
per
perbulan
bulan
Curah
Curah
hujan
hujan
Model
Model
prediksi
prediksi
produksi
produksi
jagung
jagung
Standar
Standar
mutu
mutu
jagung
jagung
pipilan
pipilan
Model
Model
pengelompokan
pengelompokan
mutu
mutujagung
jagung
pipilan
pipilan
Observasi
Observasi
lapangan
lapangan
Standar
Standar
mutu
mututepung
tepung
jagung
jagung
Identifikasi
Identifikasi
industri
industri
pengguna
pengguna
tepung
tepungjagung
jagung
Penentuan
Penentuankriteria
kriteria
mutu
mututepung
tepungjagung
jagung
yang
yangberpengaruh
berpengaruh
Model
Model
pengelompokan
pengelompokanmutu
mutu
jagung
jagungpipilan
pipilan
Model
Modelprediksi
prediksi
permintaan
permintaan
tepung
jagung
tepung jagung
Pemeriksaan
Pemeriksaanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Evaluasi
Evaluasi
penyediaan
penyediaan
tepung
tepungjagung
jagung
dan
dankebijakan
kebijakan
Selesai
Selesai
Gambar 18 Tahapan penelitian.
Sub-model prediksi produksi jagung dibuat untuk meramalkan berapa
jumlah produksi jagung pada sentra jagung. Jaringan saraf tiruan digunakan untuk
meramalkan produksi ke depan dengan menggunakan model kausal. Diawali
dengan melakukan pengambilan data tentang produksi jagung, luas panen pada
sentra jagung di Indonesia, dan curah hujan. Pengambilan data dilakukan pada
instansi terkait dan melalui studi literatur. Data ini merupakan input pada sub
model prediksi produksi jagung ke depan. Hasil prediksi produksi jagung
45
berkaitan dengan jumlah jagung pipilan sebagai bahan baku industri tepung
jagung.
Berbagai pasokan jagung dari sentra jagung, juga berdampak pada
diperolehnya berbagai variasi mutu jagung pipilan. Mutu jagung pipilan yang
dipasok akan dikelompokkan menjadi beberapa standar mutu sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3920-1995). Sub model pengelompokan mutu jagung
pipilan dibuat sebagai bagian dari model penelitian. Dalam sub model ini akan
dilakukan pengelompokan mutu jagung pipilan dengan pendekatan fuzzy inference
system.
Bervariasinya mutu jagung pipilan ini berpengaruh kepada mutu produk
tepung jagung yang dihasilkan oleh pabrik tepung jagung. Standar Nasional
Indonesia (SNI 01–372 –1995) telah menetapkan syarat mutu tepung jagung
menurut kriteria mutu dengan syarat mutu untuk masing-masing kriteria. Kriteria
yang telah ditetapkan menurut
Standar Nasional Indonesia tidak seluruhnya
digunakan oleh konsumen sebagai standar bahan bakunya. Kriteria mutu ini
digunakan pada pemeriksaan hasil produksi pada industri tepung jagung.
Dengan diperolehnya jumlah produksi jagung, jumlah produksi dan
klasifikasi mutu jagung pipilan, akan diperoleh pula jumlah produksi tepung
jagung dengan standar mutu yang dinginkan. Di lain pihak industri pangan, dan
industri bahan kimia lain sebagai konsumen dari industri tepung jagung
membutuhkan bahan baku tepung jagung baik dari sisi jumlah maupun mutu
tepung jagung. Jumlah dan mutu bahan baku ini juga akan berpengaruh kepada
jumlah dan mutu produk yang akan dihasilkan industri-industri tersebut. Sub
model prediksi permintaan tepung jagung oleh industri pangan, dan bahan kimia
lain bertujuan untuk memperoleh jumlah bahan baku yang perlu dipasok oleh
industri tepung jagung ke industri-industri tersebut. Dalam sub model ini akan
dilakukan prediksi dengan menggunakan data time series.
Berdasarkan prediksi produksi jagung, pengelompokan jagung pipilan,
pemeriksaan mutu bahan baku dan mutu tepung jagung, serta permintaan industri
pengguna tepung jagung, dilakukan analisis tentang pemenuhan penyediaan
tepung jagung. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi apakah penyediaan
46
tepung jagung telah dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang menjadi
konsumennya.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam penelitian ini berbagai data, informasi dan pengetahuan pakar
dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Pengumpulan data, informasi dan
pengetahuan ini dilakukan dengan cara: a) melakukan studi literatur melalui
penelusuran literatur-literatur yang berkaitan dengan bidang yang akan dikaji; b)
melakukan studi tentang dokumentasi yang diperoleh dari instansi terkait,
menelusuri laporan-laporan penelitian yang relevan dengan bidang kajian; c)
memperoleh pengetahuan dari pakar melalui wawancara, diskusi, pengisian
panduan wawancara; d) melakukan studi pada industri tepung jagung.
Data primer dalam penelitian ini adalah data mengenai kriteria uji mutu
tepung jagung. Data ini diperoleh melalui konsultasi dengan pakar dengan
menggunakan panduan wawancara. Data primer lainnya adalah data tentang
standar mutu tepung jagung yang ditetapkan pabrik tepung jagung. Data ini
melalui wawancara dengan pihak pabrik tepung jagung.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data volume ekspor dan impor
jagung, data jumlah produksi jagung pada sentra jagung, luas panen, produktivitas
jagung di Indonesia. Data ini diperoleh dari Direktorat Budidaya Serealia,
Kementerian Pertanian. Data curah hujan diperoleh melalui penelusuran literatur.
Data permintaan tepung jagung berupa data yang di-generate berdasarkan
informasi dari pabrik tepung jagung.
Pakar dalam penelitian ini adalah pakar yang berpengalaman dalam
penelitian-penelitian tentang perjagungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Sumber informasi lainnya adalah Manager Produksi pabrik tepung
jagung PT Amylum Corn Grits Mills.
Pengolahan data pada model prediksi produksi jagung dan model prediksi
permintaan tepung jagung, dilakukan dengan jaringan saraf tiruan, menggunakan
software MATLAB R2010a. Peramalan secara statistikal dalam kedua model
tersebut menggunakan software Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Pada model
pengelompokan mutu jagung pipilan, pengelompokan dilakukan dengan fuzzy
inference system dengan menggunakan MATLAB R2010a.
47
4 ANALISIS SISTEM
4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung
Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari
kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung,
hingga industri pengguna tepung jagung.Pada tingkat petani produktivitas jagung
di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil
jagung lainnya di dunia. Tabel 2 menunjukkan bahwa posisi Indonesia jauh di
bawah Amerika Serikat bahkan masih dibawah rerata produktivitas jagung
dunia.Usaha pemegang kebijakan untuk meningkatkan produktivitas jagung di
tingkat petani dilakukan dengan anjuran teknologi yang terdiri dari beberapa
komponen (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Komponen-komponen tersebut
adalah:1) Penggunaan varietas unggul potensi tinggi, penggunaan benih bermutu;
2) Persiapanlahan; 3) Bercocok tanam; 4) Pengairan; 5) Pemupukan termasuk
penggunaan pupuk organik; 6) Pengendalian jasad pengganggu tanaman (hama
dan gulma); 7) Panen dan pasca panen.Namun usaha ini belum sepenuhnya
menjangkau seluruh petani jagung di daerah di Indonesia. Hal ini menyebabkan
produktivitas jagung yang tidak merata antar satu daerah dengan daerah yang lain.
Pada tingkat pengumpul atau pedagang jagung pipilan terdapat masalah
yaitu bervariasinya jumlah dan mutu jagung yang dipasok oleh petani.
Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik pada tingkat petani
memiliki pengaruh besar terhadap produksi dan mutu jagung yang dihasilkan.
Penanganan panen dan pasca panen ini masih bervariasi pada tingkat petani. Hal
inilah yang mengakibatkan bervariasinya mutu jagung pipilan yang dipasok petani
kepada pengumpul atau pedagang.
Industri tepung jagung menggunakan bahan baku jagung pipilan untuk
memproduksi tepung jagung. Jagung pipilan yang terdapat pada tingkat
pengumpul tidak seluruhnya digunakan sebagai bahan baku tepung jagung.
Proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan ternak telah mencapai 50% dati
total kebutuhan Nasional. Bahkan diperkirakan akan terus meningkat hingga 60%
dari kebutuhan
Nasional (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Keadaan ini
menunjukkan bahwa masih belum dapat dipenuhinya jumlah bahan baku berupa
48
jagung pipilan bagi industri tepung jagung. Volume impor jagung dari negaranegara luar jauh melebihi volume ekpor jagung seperti terlihat pada Tabel 3 dan
Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Industri pengolahan jagung seperti industri tepung
jagung dan industri pati jagung masih belum dapat menjangkau petani baik
teknologi dan modal. Bahkan industri pati jagung merupakan industri berskala
besar yang membutuhkan modal besar pula.
Di tingkat industri pengguna tepung jagung yakni industri pangan, industri
pakan dan industri bahan lainnya, kebutuhan akan bahan baku berupa tepung
jagung juga dipengaruhi oleh kondisi yang telah diuraikan sebelumnya. Industri
pengolahan jagung sebagai industri penyedia bahan baku untuk industri pangan
masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumennya. Pemenuhan bahan baku
bagi industri pangan baik berupa tepung jagung atau pati jagung masih belum
dapat dipenuhi oleh industri pengolahan jagung dalam negeri sehingga harus
diimpor. Hal ini menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan berakibat kepada
harga jual produk yang mahal.
4.2 Analisis Kebutuhan
Analisa kebutuhan merupakan tahap awal dalam melakukan analisis sistem
(Eriyatno, 1999). Dalam analisis sistem pada rantai pasok berbasis jagung ini,
dilakukan analisis kebutuhan dari berbagai stakeholders yang terdapat dalam
rantai
pasok.
Stakeholders
yang
dimaksud
adalah
pihak-pihak
yang
berkepentingan dalam penyediaan jumlah dan mutu tepung jagung pada rantai
pasok jagung. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut adalah petani jagung,
pengumpul jagung pipilan, industri tepung jagung, dan industri pengguna tepung
jagung.
Identifikasi kebutuhan stakeholder adalah sebagai berikut:
1) Petani jagung
a) Kemudahan memperoleh benih yang bermutu
b) Kemudahan memperoleh informasi dari pemegang kebijakan
c) Kemudahan memperoleh pengetahuan tentang panen dan pasca panen
d) Kemudahan memasarkan produk
e) Harga jagung yang layak
49
f) Peningkatan produktivitas
g) Peningkatan mutu produk
h) Kemudahan memperoleh sarana produksi
i) Peningkatan kesejahteraan
2) Pedagang pengumpul
a) Kemudahan mendapatkan pasokan jagung dari petani
b) Kemudahan mendapatkan informasi pasar
c) Pasokan jagung yang dapat diprediksi
d) Kemudahan memasarkan produk
e) Harga jagung pipilan yang stabil
f) Pemenuhan jumlah jagung pipilan yang akan dipasarkan
g) Kontinuitas pasokan jagung
h) Pemenuhan mutu jagung pipilan sesuai kebutuhan indutri pengolahan
i) Penerapan peraturan dagang yang konsisten
3) Industri tepung jagung
a) Kemudahan memperoleh pasokan jagung pipilan sesuai jumlah yang
dibutuhkan
b) Kemudahan memperoleh pasokan jagung pipilan sesuai mutu yang
memenuhi standar
c) Kontinuitas perolehan pasokan bahan baku
d) Penyediaan produk yang aman
e) Harga bahan baku yang stabil
f) Kontinuitas produksi
g) Kemudahan pemasaran produk
4) Industri pengguna tepung jagung
a) Kemudahan memperoleh pasokan bahan baku
b) Pemenuhan jumlah bahan baku sesuai target produksi
c) Pemenuhan mutu bahan baku yang sesuai standar
d) Penyediaan produk yang aman pangan
e) Kesinambungan perolehan pasokan bahan baku yang sesuai
f) Harga bahan baku yang stabil
g) Kemudahan akses informasi
50
5) Pemerintah
a) Peningkatan ketahanan pangan
b) Peningkatan keamanan pangan
c) Usaha peningkatan produktivitas jagung
d) Peningkatan lapangan kerja
e) Peningkatan pendapatan petani
f) Pengaturan kestabilan harga
g) Peningkatan daya saing dengan negara lain
h) Pengaturan iklim usaha yang stabil
4.3 Identifikasi Permasalahan
Berbagai permasalahanpada rantai pasok jagung diidentifikasi sesuai
masalah pada setiap stakeholder. Identifikasi permasalahan dilakukan agar dapat
diatasi untuk memenuhi kebutuhan setiap stakeholder seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Adapun identifikasi permasalahan adalah seperti berikut:
Petani jagung
Petani belum seluruhnya menggunakan bibit jagung varietas unggul
sehingga berpengaruh pada peningkatan produktivitas jagung. Oleh sebab itu
usaha pemerintah untuk memberikan anjuran penggunaan varietas unggul perlu
diinformasikan sampai ke semua daerah, terutama daerah yang merupakan sentra
jagung. Faktor perubahan iklim juga berpengaruh kepada waktu tanam dan hasil
panen jagung. Kebiasaan dengan jadwal menanam pada masa lalu masih
digunakan, sehingga perkiraan produksi banyak yang meleset. Penanganan panen
dan pasca panen belum merata di antara petani yang menyebabkan mutu jagung
yang dihasilkan dapat bervariasi. Sebagai pemegang kebijakan di bidang
pertanian, pemerintah telah melakukan usaha ke arah itu, namun di harapkan
dapat sampai ke semua petani. Kesulitan memasarkan produk dan memperoleh
informasi, menyebabkan petani memasarkannya pada tingat pengumpul dengan
harga yang tidak layak. Harga di tingkat petani jauh di bawah harga pada tingkat
pedagang pengumpul. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya peningkatan
kesejahteraan para petani. Untuk memperoleh harga yang layak, diperlukan pula
peningkatan mutu produk selain akses langsung untuk memasok jagung kepada
industri pengolahan jagung. Kesulitan memperoleh sarana produksi juga di alami
51
oleh sebagian petani yang mengakibatkan terganggunya kelancaran proses
produksi jagung. Teknologi pengolahan jagung memerlukan sarana yang cukup
mahal dan belum dapat menjangkau petani, sehingga petani hanya dapat
memasarkan bahan baku mentah yang belum bernilai tambah.
Berbagai masalah yang ditemui dalam pengembangan jagung antara lain
harga jagung berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan kontinuitas belum
terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik (Direktorat
Budidaya Serealia,2006).
Pedagang Pengumpul
Kesulitan memprediksi produksi jagung pada periode tertentu oleh
pedagang pengumpul mengakibatkan tidak dapat diperkirakan berapa banyak
jagung yang dapat dipasok dari petani. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
mengatur perencanaan tentang jumlah bahan baku yang dapat dipasok kepada
industri jagung. Kemungkinan terjadinya kekurangan pasokan sehingga
kesempatan untuk memperoleh keuntungan akan hilang, dan industri jagung akan
membeli dari pihak lain atau mengimpor bahan baku dari negara luar. Tidak
adanya prediksi tersebut juga dapat mengakibatkan kelebihan stock jagung yang
apabila disimpan dapat menurunkan mutunya bahkan dapat rusak. Sehingga
peramalan untuk memprediksi produksi jagung sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan itu.
Kesulitan memperoleh informasi pasar merupakan masalah bagi pedagang
pengumpul sehingga dapat berpengaruh pada harga produk dan pemasaran
produknya. Belum semua pengumpul telah menggunakan teknologi internet untuk
memasarkan produknya dan memproleh informasi harga dan pasar.
Selain jumlah jagung pipilan yang dapat dipasok dari petani belum dapat
diprediksi, mutu jagung pipilan yang diperoleh juga sangat bervariasi.
Bervariasinya mutu jagung tersebut akibat penggunaan bibit yang bervariasi, cara
penanganan produksi yang belum merata, serta cara penanganan panen dan pasca
panen yang tidak merata.
Kemudahan memperoleh pasokan jagung dari petani belum dirasakan oleh
para pedagang pengumpul secara merata sehingga berakibat pada penyediaan
produk jagung yang akan dipasarkan. Demikian pula halnya dengan kontinuitas
52
pasokan jagung dari petani belum dapat dipenuhi menjadi permasalahan bagi
pedagang pengumpul.
Industri Tepung jagung
Sebagai produk antara atau intermediate product, mutu tepung jagung
ditentukan oleh tahapan-tahapan pada proses sebelumnya, bahan bakunya, serta
budidaya tanaman jagung. Dengan kata lain, mutu tepung jagung ditentukan oleh
terjaminnya mutu produk pada tingkat awal yakni pada tingkat petani.
Bervariasinya mutu bahan baku berupa jagung pipilan yang telah melalui
perjalanan dari petani, pengumpul hingga ke pabrik dapat menurunkan mutunya.
Penurunan mutu ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain waktu
pengiriman karena merupakan produk hasil pertanian dan cara pengiriman.
Bervariasinya mutu bahan baku ini juga disebabkan oleh pasokan dari berbagai
petani dengan berbagai mutu jagung.
Kesulitan memperoleh bahan baku secara kontinu yang memenuhi jumlah
dan mutu yang ditentukan merupakan masalah bagi industri tepung jagung, karena
akan mempengaruhi kontinuitas produksi. Selain itu sebagai bahan baku industri
pangan, makan keamanan pangan perlu di perhatikan karena akan dikonsumsi
manusia sehingga harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Bervariasinya mutu jagung pipilan yang diperoleh dari pedagang
pengumpul, menyebabkan diperlukannya pemeriksaan mutu dan pengelompokan
mutu sesuai standar yang ditetapkan. Hal ini sekaligus dapat mengontrol jangan
sampai diperoleh bahan baku yang tidak memenuhi standar mutu.
Penggunaantepungjagungsebagaibahanbakuuntukmemproduksianekajenispr
odukakhir harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh standar nasional
Indonesia.Untuk itu perlu dilakukan karakterisasi sifat-sifat fisika dan kimia
terhadap tepung jagung. Oleh karena itu penerapan teknologi pembuatan tepung
jagung yang memenuhi standar mutu industri. Hal ini menentukan bagi prospek
pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan baku aneka jenis produk
Industri Pengguna
Kesulitan memperoleh pasokan bahan baku tepung jagung dan pemenuhan
jumlah bahan baku yang dibutuhkan merupakan masalah yang dialami oleh
53
industri tepung jagung. Pemenuhan jumlah dan mutu yang sesuai belum
sepenuhnya dapat disediakan oleh industri tepung jagung dalam negeri. Hal ini
menyebabkan masih diimpornya tepung jagung dari negara luar yang terdapat di
pasar. Selain itu produk yang dihasilkan industri ini harus memenuhi keamanan
pangan bahkan industri pakan saat ini telah menentukan standar keamanan bagi
pakan yang dihasilkannya.
Kesinambungan perolehan pasokan bahan baku tepung jagung belum
sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. Hal ini diatasi dengan
pembelian
produk
impor
untuk
menjaga
kesinambungan
produksinya.
Permasalahan harga bahan baku yang tidak stabil akan mempengaruhi harga jual
produk yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan kemudahan akses informasi pasar
maupun harga.
Pemerintah
Permasalahan
pada
pemerintah
sebagai
salah
satu
pihak
yang
berkepentingan dalam rantai pasok jagung adalah bagaimana membuat kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
berada pada rantai pasok ini. Selain peraturan dan kebijakan yang dibuat, perlu
juga menjalankannya dengan konsisten sehingga permasalahan pada tingkat
petani, pedagang pengumpul, industri tepung jagung dan industri pengguna dapat
diminimalkan. Peraturan dan kebijakan yang dibuat berkaitan dengan:a)
peningkatan ketahanan pangan; b) peningkatan keamanan pangan; c) pengaturan
mutu sesuai standar internasional; d) usaha peningkatan produktivitas jagung; e)
peningkatan lapangan kerja; f) peningkatan pendapatan petani; g) pengaturan
kestabilan harga;h) peningkatan daya saing dengan negara lain; i) pengaturan
kestabilan iklim usaha.
4.4 Identifikasi Sistem
Perancangan model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
jagung dilakukan dengan mengidentifikasi sistem untuk melihat keterkaitan dan
pengaruh komponen-koponen yang berada dalam sistem. Adapun hasil
identifikasi sistem dapat dilihat pada Gambar 19.
54
Input
Inputtak
takterkendali
terkendali
- -harga
hargabahan
bahanbaku
bakudan
dan
produk
produk
- -permintaan
permintaankonsumen
konsumen
- -persaingan
persainganusaha
usaha
Lingkungan
Lingkungan
- -peraturan
peraturanpemerintah
pemerintah
- -perubahan
perubahaniklim
iklim
-kondisi
-kondisipolitik
politik
Output
Outputyang
yangdikehendaki
dikehendaki
- -kemudahan
memperoleh
kemudahan memperolehbahan
bahanbaku
baku
- -kontinuitas
kontinuitaspasokan
pasokanbahan
bahanbaku
baku
- -kontinuitas
kontinuitaspenyediaan
penyediaanproduk
produk
- -penyediaan
penyediaanproduk
produkyang
yangaman
aman
SISTEM
SISTEM
PENYEDIAAN
PENYEDIAAN
TEPUNG
TEPUNGJAGUNG
JAGUNG
Input
Inputterkendali
terkendali
- -teknologi
teknologipasca
pascapanen
panen
- -teknologi
teknologiproduksi
produksi
- - jenis
jenisdan
dankualitas
kualitasbahan
bahanbaku
baku
- -sistem
kemitraan
sistem kemitraan
Output
Output tak
takdikehendaki
dikehendaki
- -kesalahan
kesalahanprediksi
prediksiproduksi
produksibahan
bahanbaku
baku
- -pasokan
pasokanbahan
bahanbaku
bakuyang
yangtak
takpasti
pasti
- -kualitas
kualitasbahan
bahanbaku
bakurendah
rendah
- -harga
hargayang
yangberfluktuasi
berfluktuasi
Manajemen
Manajemen
Pengendalian
Pengendalian
Gambar 19 Diagram input-output sistem analisis penyediaan tepung jagung.
Hasil identifikasi sistem adalah sebagai berikut:
- Output yang dikehendaki dalam sistem adalah kemudahan memperoleh bahan
baku, kontinuitas pasokan bahan baku, kontinuitas penyediaan jumlah produk,
dan penyediaan produk tepung jagung yang aman.
- Output yang tak dikehendaki adalah pasokan bahan baku yang tak pasti, mutu
bahan baku yang rendah, harga bahan baku dan harga produk yang
berfluktuasi.
- Input yang terkendali meliputi teknologi pasca panen, teknologi produksi,
penanganan jenis dan mutu bahan baku, serta sistem kemitraan dalam rantai
pasok.
- Input yang tak terkendali harga bahan baku dan produk, permintaan konsumen,
dan persaingan usaha..
- Pengaruh lingkungan dalam sistem rantai pasok
pemerintah, perubahan iklim dan kondisi politik.
ini adalah peraturan
5 PERANCANGAN MODEL
Perancangan model pada rantai pasok industri berbasis jagung ini bertujuan
untuk memperoleh suatu model yang dapat menganalisis penyediaan produk
tepung jagung pada industri tepung jagung sesuai kebutuhan industri hilirnya.
Perancangan model ini dilakukan berdasarkan observasi lapangan, penelusuran
literatur, analisis sistem, serta hasil diskusi dan konfirmasi pakar.
Model yang dirancang secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 16
dimana di dalamnya terdapat model prediksi produksi jagung, model
pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung
dan model prediksi permintaan tepung jagung. Perancangan model penyediaan
tepung jagung ini menggunakan beberapa alat analisis data yaitu jaringan syaraf
tiruan (Artificial Neural Network) dan Fuzzy Inference System (FIS).
5.1 Model Prediksi Produksi Jagung
Permasalahan yang teridentifikasi pada tingkat petani dalam pengembangan
jagung adalah harga jagung berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan
kontinuitas belum terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik
(Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Masalah yang diangkat sebagai dasar dalam
perancangan model ini adalah masalah kuantitas dan kontinuitas produksi yang
belum terpenuhi. Dalam rantai pasok industri berbasis jagung, hal ini sangat
berpengaruh, mengingat jagung merupakan bahan baku industri tepung jagung.
Kekurangan bahan baku akan berpengaruh pula pada kelangsungan jalannya
proses produksi pada industri tersebut.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sekitar 50% hasil produksi
jagung digunakan untuk pakan ternak. Data produksi jagung tidak dipisahkan
menurut jenis jagung, sehingga dapat terjadi bahwa terdapat jenis jagung manis di
dalamnya. Sebagian dari hasil produksi jagung juga digunakan sebagai bibit. Hal
ini mengindikasikan bahwa tidak sampai separuh dari hasil produksi jagung
digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung.
Prediksi jumlah produksi jagung (on-farm) diperlukan dalam model. Hal ini
dibutuhkan agar dapat diperkirakan berapa jumlah jagung pipilan yang dapat
56
dipenuhi untuk diolah pada pabrik tepung jagung. Dengan demikian model
prediksi produksi jagung merupakan sub-model yang diperlukan dalam model
penyediaan tepung jagung yang akan dirancang.
Terdapat dua model peramalan yaitu model peramalan kuantitatif dan model
peramalan kualitatif (Makridakis et al. 1983). Model prediksi produksi jagung
yang dirancang merupakan model peramalan kuantitatif, karena lebih mudah
dipakai oleh pengguna di lapangan, dengan syarat perlu tersedia data yang cukup
untuk diolah. Model kualitatif hanya digunakan oleh orang yang telah
berpengalaman dan memiliki naluri bisnis yang kuat untuk dapat melakukan
prediksi ke depan. Model peramalan kuantitatif yang digunakan untuk
memprediksi produksi jagung adalah model kausal. Dalam model ini tidak
digunakan model time series. Time series merupakan model peramalan yang
memperkirakan hasil peramalan berdasarkan ekstrapolasi dari data produksi
periode sebelumnya. Model yang dirancang diolah dengan menggunakan jaringan
syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan peramalan secara statistikal.
Dari sisi on-farm dapat dikatakan bahwa jumlah produksi jagung tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh jumlah produksi pada periode-periode sebelumnya.
Produksi jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit,
pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006). Perubahan iklim dunia menyebabkan terjadinya perubahan musim
penghujan demikian pula musim kemarau di Indosnesia. Pada kondisi normal
peramalan dengan data time series dapat digunakan, namun dengan adanya
perubahan iklim serta pengaruh beberapa faktor tersebut terhadap produksi
jagung, maka model kausal lebih tepat untuk digunakan.
Model kausal dalam prediksi produksi jagung pada penelitian ini
menggunakan data numerik sebagai input dalam jaringan syaraf tiruan. Sebagai
variabel input adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada jumlah produksi
jagung, sedangkan variabel output adalah jumlah produksi jagung. Di antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung tersebut, terdapat dua
variabel yang bersifat numerik yaitu variabel luas panen (ha) dan curah hujan
(mm). Faktor penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat,
57
pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan penanganan proses panen
mempengaruhi produksi jagung, namun dalam model ini tidak digunakan. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa faktor-faktor tersebut merupakan kegiatan untuk
meningkatkan produksi dan bersifat kualitatif serta sulit terukur.
Luas
Luas
Panen
Panen
Alat
AlatBantu
Bantu
Analisis
Analisis
Hasil
HasilPrediksi
Prediksi
Produksi
Produksijagung
jagung
Curah
Curah
Hujan
Hujan
Gambar 20 Model konseptual prediksi produksi jagung.
Model konseptual prediksi produksi jagung dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar ini menunjukkan hubungan variabel luas panen dan curah hujan sebagai
variabel input yang berpengaruh terhadap produksi jagung sebagai variabel
output. Alat bantu analisis untuk memperoleh hasil prediksi adalah metode
peramalan yang digunakan. Alat analisis yang akan digunakan dalam model ini
adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dan peramalan secara statistikal.
Salah satu alat analisis dalam model prediksi produksi jagung ini adalah
jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan arsitektur jaringan seperti terlihat
pada Gambar 21. Siang (2009) menjelaskan bahwa backpropagation dapat
digunakan untuk melakukan peramalan (forecasting).
1
w10
v10
1
vj0
vp0
Z1
w11
v11
X1
Y
vj1
vp1
w1j
Zj
v12
X2
w1p
vj2
vp2
Zp
Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan model prediksi produksi jagung.
58
X1 adalah luas panen (ha), X2 merupakan variabel curah hujan (mm), dan Y
merupakan target yaitu produksi jagung (ton). Vji merupakan bobot hubungan
unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj merupakan bobot dari unit
layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan bobot dari neuron bias di
layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.Fungsi aktivasi yang digunakan adalah
fungsi sigmoid biner
Dalam model ini digunakan 2 variabel yang mempengaruhi produksi jagung yakni
luas panen (ha) dan curah hujan (mm).
mulai
mulai
Luas
Luas
lahan
lahan
produksi
produksi
Curah
Curah
hujan
hujan
Produksi
Produksi
jagung
jagungper
per
bulan
bulan
Perancangan struktur
jaringan
Pemisahan data
- data pelatihan
- data test
Transformasi data ke
input jaringan
Set parameter, nilai,
inisialisasi bobot
Simulasi JST
menggunakan data
pelatihan
Input
Inputdata
data
test
test
Simulasi JST
menggunakan
datatest
Input
Inputdata
data
prakiraan
prakiraan
Proses prakiraan
Denormalisasi
Hasil Prakiraan Produksi
Jagung
Selesai
Selesai
Gambar 22 Tahapan proses prediksi produksi jagung dengan jaringan syaraf
tiruan.
59
Gambar 22 menunjukkan tahapan proses pengolahan data menggunakan
jaringan syaraf tiruan pada model prediksi produksi jagung. Tahapan proses
peramalan ini dituangkan dalam bentuk program. Perangkat lunak MATLAB
R2010a digunakan untuk menjalan program dalam proses peramalan.
Tabel 9 Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah tahun 2010
Curah Hujan
BULAN
Luas Panen (ha)
(mm/bulan)
Produksi (ton)
Januari
79390
214
130251
Februari
145107
415
121080
Maret
53337
240
139750
April
35453
127
165350
Mei
51906
142
180790
Juni
62938
79
157210
Juli
35225
1
179190
Agustus
36325
3
184785
September
59431
1
285637
Oktober
47031
6
226038
Nopember
32481
197
156111
Desember
27961
76
134385
Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Balai Data dan Informasi SDA
(2010)
Tabel 9 merupakan data luas panen, curah hujan, dan produksi jagung tahun
2010 pada sentra jagung di Jawa Tengah. Data ini digunakan untuk menjalankan
program pada model ini. Data luas panen dan curah hujan merupakan variabel
input dan produksi jagung sebagai target dalam peramalan. Jaringan syaraf tiruan
akan melakukan proses pembelajaran, proses pengujian dan proses peramalan
(forecasting). Proses pengolahan data ini dilakukan dengan menjalankan program
secara berulang-ulang, dengan mengubah-ubah parameter hidden layer, fungsi
aktivasi, fungsi pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square
error (MSE). Proses ini dilakukan sehingga diperoleh hasil terbaik. Salah satu
contoh performansi pada layar monitor setelah menjalankan program dengan
60
MATLAB R2010a dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil yang diperoleh setelah
menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Lampiran 2. Ukuran
ketepatan peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan ini adalah Mean
Square Error (MSE). Hasil peramalan yang akan digunakan dalam memprediksi
produksi jagung adalah hasil peramalan dengan MSE yang mencapai target yang
ditentukan sebelumnya. Performansi dari hasil menjalankan program dapat dilihat
pada Lampiran 1, dan hasil peramalan produksi jagung dengan jaringan syaraf
tiruan terdapat pada Lampiran 2.
Pengolahan data dalam model prediksi ini juga menggunakan metode
peramalan dengan model regresi berganda (multiple regression). Dalam model ini
variabel luas panen dan curah hujan merupakan variabel independen, sedangkan
produksi jagung merupakan variabel dependen atau variabel respons.
Gambar 23 Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan.
Proses peramalan secara statistikal dalam model prediksi ini menggunakan
Perangkat lunak MINITAB Release 14 dari Minitab Inc. untuk menentukan
persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pengaruh
variabel luas panen dan curah hujan terhadap jumlah produksi jagung. Langkahlangkah dalam penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil peramalan produksi jagung berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh
tertuang pada Lampiran 4.
5.2 Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Salah satu kegiatan dalam proses pasca panen adalah proses klasifikasi dan
standarisasi mutu (Firmansyah, 2006). Model pengelompokan mutu jagung
pipilan ini dilakukan di akhir proses pasca panen pada tingkat pengumpul. Model
61
pengelompokan mutu jagung pipilan bertujuan untuk mengelompokkan mutu
jagung pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan jagung. Pentingnya
pengelompokan mutu karena saat ini mutu merupakan faktor penting dalam dunia
industri, dan dengan pengelompokan ini dapat diketahui kategori mutu jagung dan
peruntukannya. Dalam agroindustri berbasis jagung seperti industri pangan,
pakan, farmasi, dan industri olahan lainnya tuntutan konsumen terhadap mutu
merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional, keamanan pangan juga
merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik manusia maupun
hewan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan sesuai standar mutu yang
ditetapkan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Beberapa negara
penghasil jagung pipilan telah menetapkan standar mutu jagung pada negara
masing-masing. Indonesia telah menetapkan standar mutu jagung pipilan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3920-1995 (Dewan Standardisasi
Nasional, 1995). Beberapa parameter mutu sebagai persyaratan mutu jagung
adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah,
dan kotoran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Aflatoksin merupakan racun hasil metabolisme cendawan aspergilus flasus
yang dapat tumbuh pada biji jagung. Pemeriksaan terhadap kadungan aflatoksin
merupakan hal yang penting, karena racun ini berbahaya bagi kesehatan manusia
atau hewan apabila melewati batas maksimum yang diijinkan. Batas maksimum
yang diijinkan bagi manusia adalah 5 ppb, dan bagi hewan sebesar 50 ppb. Dalam
model ini pemeriksaan kandungan aflatoksin dilakukan pada pemeriksaan awal
sebelum dilakukan pengelompokan mutu jagung.
Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam jagung yang dinyatakan
dalam persentase dari berat basah. Pengujian kadar air dalam penentuan mutu
jagung penting dilakukan, karena kadar air yang berlebihan akan mengakibatkan
peluang mudah terjadinya kerusakan pada biji jagung, dan peluang tumbuhnya
cendawan yang akan menghasilkan racun aflatoksin. SNI menjelaskan bahwa cara
uji kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau Air Oven
Method. Berdasarkan hal tersebut maka jenis uji parameter kadar air digunakan
dalam model. Kadar air maksimum menurut SNI adalah 15%.
62
Menurut SNI 01-3920-1995, butir rusak adalah jagung, baik yang utuh
maupun yang pecah yang mengalami kerusakan karena pengaruh panas,
berkecambah, cuaca, cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan
fisik lainnya. Batas maksimu yang dipersyaratkan adalah sebesar 6%. Butir rusak
dalam model ini digunakan sebagai jenis uji, karena apabila hasil uji melampaui
batas yang diijinkan akan berakibat pada kemungkinan tumbuhnya cendawan dan
akan menularkannya kepada biji jagung yang lain.
Jenis uji berikutnya adalah butir warna lain. Butir warna lain adalah butir
jagung yang berwarna lain dari warna asli, disebabkan oleh lain varietas. Butir
warna lain menurut SNI tidak boleh melebihi 7%. Jenis jagung yang ditanam di
Indonesia pada umumnya adalah jagung kuning. Jagung kuning memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung putih dan banyak
dibutuhkan sebagai campuran ransum pada pakan ternak (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006). Dalam perancangan model ini, parameter butir warna lain tidak
digunakan, karena jagung pipilan yang dipasok dari pengumpul dan dipakai
sebagai bahan baku tepung jagung adalah jagung kuning. Hal ini dipertimbangkan
setelah mendapat konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Butir pecah merupakan parameter yang dipertimbangkan untuk model
pengelompokan mutu jagung pipilan. Butir pecah adalah butir jagung yang pecahpecah selama proses pengolahan yang memiliki ukuran sama atau lebih kecil dari
0.6 bagian jagung yang utuh. Persentase banyaknya butir pecah yang
diperbolehkan adalah sebesar 3%. Butir pecah merupakan jenis uji yang penting
karena dapat berakibat pada daya tahan saat penyimpanan yang tidak dapat
berlangsung lama. Butir pecah dalam kondisi kadar air yang tinggi membuat
jagung cepat rusak dan dapat ditumbuhi cendawan.
Parameter yang juga digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung
pipilan adalah kotoran. Kotoran adalah segala benda asing seperti butir tanah,
batu-batu kecil, pasir dan sisa-sisa batang, tongkol jagung, klobot, biji-bijian lain
yang bukan jagung dan sebagainya. Kotoran yang diperkenankan dalam
persyaratan mutu jagung menurut SNI maksimum sebanyak 2%. Kotoran yang
melebihi nilai tersebut akan berakibat pada kesehatan manusia.
63
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut
maka
parameter-
parameter yang digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan
adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini akan menghasilkan kelas mutu yakni
Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Kelompok Mutu 1 akan digunakan untuk pabrik
farmasi, kelompok Mutu 2 untuk pangan, dan kelompok Mutu 3 untuk pakan.
Jagung yang tidak masuk dalam ketiga kelompok mutu tersebut dpat digunakan
untuk bio-fuel atau bahan bakar.
Gambar 24 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan.
Perancangan model dimulai dengan model konseptual seperti terlihat pada
Gambar 24. Pada model ini terdapat dua sub model, yaitu sub model pemeriksaan
awal dan sub model pengelompokan mutu jagung pipilan. Hasil yang diharapkan
dari model ini adalah diperolehnya kelompok-kelompok mutu jagung pipilan yang
memenuhi standar mutu sesuai persyaratan dalam SNI.
Sub model pemeriksaan awal dibuat sebagai langkah awal untuk memeriksa
apakah kandungan aflatoksin memenuhi atau tidak memenuhi syarat mutu jagung.
Pemeriksaan terhadap aflatoksin dilakukan sebagai syarat mutu yang penting
karena menyangkut keamanan pangan. Apabila tidak memenuhi syarat, maka
jagung tidak akan digunakan sebagai bahan baku tepung jagung. Namun apabila
memenuhi syarat mutu, akan dilanjutkan pada pemeriksaan parameter-parameter
kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Kemungkinan yang terjadi pada
tahap pemeriksaan parameter-parameter tersebut adalah persyaratan mutu
memenuhi atau tidak memenuhi. Apabila jagung memenuhi persyaratan yang
ditetapkan, maka
selanjutnya jagung tersebut akan dikelompokkan ke dalam
kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Namun apabila tidak memenuhi syarat,
maka jagung tidak dapat diterima sebagai bahan baku tepung jagung.
64
Tahapan pemeriksaan pada sub model pemeriksaan awal mutu jagung
pipilan dapat dilihat pada Gambar 25. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
tahap ini dilakukan untuk menyeleksi apakah jagung pipilan memenuhi
persyaratan mutu atau tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Jagung
pipilan yang memenuhi persyaratan mutu, akan dikelompokkan pada sub model
berikutnya, yaitu sub model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Mulai
Mulai
Pemeriksaan
Pemeriksaanawal
awal
mutu
mutujagung
jagungpipilan
pipilan
Kandungan
Kandungan
Aflatoksin ≤ 50 ppb
Aflatoksin ≤ 50 ppb
Tidak
Industri
Industrinon
nonpangan,
pangan,
non
nonpakan,
pakan,non
non
farmasi
farmasi
ya
Kadar
Kadarair
air ≤≤15%
15%atau
atau
Butir
6%atau
atau
Butirrusak
rusak ≤≤6%
Butir
Butirpecah
pecah ≤≤3%
3%atau
atau
Kotoran
Kotoran≤≤2%
2%
Tidak
Kelompok
Kelompokjagung
jagung
pipilan
pipilantidak
tidak
memenuhi
memenuhistandar
standar
ya
Pengelompokan
Pengelompokanmutu
mutu
jagung
jagungpipilan
pipilan
Selesai
Selesai
Gambar 25 Tahapan pemeriksaan awal mutu jagung pipilan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat untuk menentukan ke
industri mana produk ini dipakai sebagai bahan baku. Pengelompokan ini
dilakukan berdasarkan kriteria pembeda jagung pipilan. Parameter jagung pipilan
menurut jenis uji digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan
mutu jagung pipilan. Gambar 26 menunjukkan model konseptual pengelompokan
mutu jagung pipilan. Penetapan jumlah kelompok yang akan dihasilkan pada
model ini didasarkan atas kelompok mutu sesuai standar SNI. Standar nasional
Indonesia menetapkan 3 kelompok mutu seperti yang tertuang pada Tabel 6.
65
Karakteristik
Karakteristik
Pembeda
Pembeda
- -Banyaknya
BanyaknyaKelompok
Kelompok
- -Kesamaan
KesamaanMutu
Mutu
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Jagung
Pipilan
Jagung Pipilan
FIS
Gambar 26 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan dengan FIS.
Gambar 27 menunjukkan model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Kriteria pembeda sebagai variabel masukan dalam model ini adalah kadar air,
butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Sebagai keluaran adalah kelompok Mutu 1,
Mutu 2, dan Mutu 3. Fuzzy Inference System (FIS) digunakan sebagai alat analisis
dalam model pengelompokan tersebut.
Kadar
Kadarair
air
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Jagung
JagungPipilan
Pipilan
Jumlah
Jumlahkelompok
kelompok==33
Butir
Butirrusak
rusak
Butir
Butirpecah
pecah
Fuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
Kotoran
Kotoran
Mutu
Mutu11
Mutu
Mutu22
Mutu
Mutu33
Gambar 27 Model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Variabel-variabel input dan variabel output dalam model ini selanjutnya
diagregasikan untuk dikelompokkan menjadi himpunan fuzzy. Gambar 28
menunjukkan agregasi dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan. Konsep
model ini yang akan dijadikan dasar untuk menjalankan proses inferensi dengan
Fuzzy Inference System (FIS). Model yang dipakai dalam FIS pada MATLAB
R2010a adalah model Sugeno. Variabel input dalam model Sugeno berupa
himpunan fuzzy, sedangkan variabel output berupa bilangan tegas (crisp).
66
Kadar Air
Baik
Sedang
Buruk
MUTU 1
Butir Rusak
Baik
Sedang
MUTU 2
Buruk
Butir Pecah
MUTU 3
Baik
Sedang
Buruk
Kotoran
Baik
Sedang
Buruk
Gambar 28 Agregasi mutu jagung pipilan.
Untuk menjalankan proses inferensi dalm pengelompokan mutu jagung,
perlu ditentukan terlebih dahulu nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy,
nilai domain setiap himpunan, representasi kurva, serta nilai parameter setiap
himpunan fuzzy. Penentuan semesta pembicaraan, nama himpunan fuzzy, domain,
representasi kurva, serta nilai parameter setiap variabel input ditentukan
berdasarkan persyaratan umum mutu yang ditentukan pada SNI dan berdasarkan
diskusi serta konfirmasi pakar.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dan berdasarkan
penelusuran literatur, maka dibuatkan klasifikasi mutu berdasarkan jenis uji. SNI
hanya menetapkan syarat maksimum setiap jenis uji untuk mengelompokkan
mutu jagung pipilan. Penggunaan logika fuzzy diperlukan dalam melakukan
pengelompokan ini. Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu
67
jagung pipilan yang digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu jagung pipilan
Fungsi
Input
Output
Variabel (Mutu
Semesta
Jagung Pipilan) Pembicaraan
Kadar air
[10 , 15]
Butir rusak
[0 , 6]
Butir pecah
[0 , 3]
Kotoran
[0 , 1]
Mutu Jagung
Pipilan
Nama
Himpunan
Fuzzy
Domain
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
[10 , 12]
[11 , 14]
[12 , 15]
[0 , 2]
[1 , 4]
[2 , 6]
[0 , 1]
[0.5 , 2]
[1 , 3]
[0 , 0.5]
[0.25 , 1]
[0.5 , 2]
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
Penentuan semesta pembicaraan variabel input dilakukan berdasarkan SNI
01-3920-1995, yaitu mengikuti parameter menurut jenis uji. Himpunan fuzzy
variabel input dikategorikan sebagai kategori baik, sedang, dan buruk. Nilai
domain untuk setiap kategori dibuat berdasarkan himpunan fuzzy masing-masing
kategori. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu3.
Representasi kurva variabel input mutu jagung pipilan pada setiap kategori
dalam himpunan fuzzy dan parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 11.
Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan diskusi dan
konfirmasi pakar. Penentuan nilai-nilai ini dilakukan pada setiap parameter mutu
untuk menentukan kelompok mutu jagung pipilan dengan menggunakan logika
fuzzy. Penentuan parameter pada setiap himpunan fuzzy dibuat berdasarkan nilai
domain yang diturunkan dari nilai semesta pembicaraan..
68
Tabel 11 Representasi kurva variabel mutu jagung pipilan
Fungsi
Input
Variabel (Mutu
Jagung Pipilan)
Kadar air
Butir rusak
Butir pecah
Kotoran
Output
Mutu Jagung
Pipilan
Nama
Himpunan
Fuzzy
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
baik
sedang
buruk
Jenis Kurva
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
Parameter
[10 10 12]
[11 13 14]
[13 15 15]
[0 0 2]
[1 2 4]
[2 6 6]
[0 0 1]
[0.5 1 3]
[1 3 3]
[0 0 0.5]
[0.25 0.5 1]
[0.5 2 2]
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
1
2
3
Pada proses pengelompokan mutu jagung pipilan diperlukan if-then-rules
yang akan dimasukkan pada perangkat lunak MATLAB R2010a. If-then-rules
dibangun berdasarkan diskusi dan informasi pakar terhadap masing-masing
variabel input dengan mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi. Aturan dalam if-then-rules yang dibangun sejumlah 81 buah aturan
karena terdapat 4 variabel input dengan 3 kategori dalam setiap himpunan fuzzy.
Adapun if-then-rules yang dibuat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Data variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran
dimasukkan kedalam program FIS berdasarkan nilai-nilai semesta pembicaraan,
himpunan fuzzy, domain, dan nilai-nilai parameter setiap kategori. Pada model
Sugeno, nilai variabel output yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3
merupakan nilai konstan atau berupa bilangan tegas. Aturan if-then yang telah
dibuat dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a, dengan
tampilan pada layar seperti ditunjukkan pada Lampiran 6.
Setelah pengisian nilai-nilai variabel input, variabel output, dan if-then rules
pada model Sugeno, program FIS dijalankan dan diperoleh hasil output berupa
69
mutu jagung sesuai kategorinya yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3.
Lampiran 6 menunjukkan tampilan output kategori mutu jagung sesuai nilai
variabel input yang dimasukkan.
5.3 Model Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Model
pengelompokan
mutu
tepung
jagung
bertujuan
untuk
mengelompokkan mutu tepung jagung yang dihasilkan industri tepung jagung.
Pengelompokan ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan mutu sesuai
permintaan industri pengguna tepung jagung. Industri farmasi, industri pangan,
dan industri pakan membutuhkan tepung jagung sebagai bahan baku dalam proses
produksi. Selain jumlah bahan baku untuk memenuhi target produksi, mutu bahan
baku merupakan hal yang dipentingkan. Tuntutan terhadap standar mutu yang
ketat adalah industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan dan industri
pakan. Mutu produk yang dihasilkan industri-industri tersebut berkaitan dengan
keamanan pangan yang menyangkut kesehatan.
Mulai
Mulai
Kriteria
Kriteriauji
ujimutu
mutu
tepung
jagung
tepung jagung
Penentuan
Penentuan kriteria
kriteriauji
ujiyang
yang
dipentingkan
dipentingkan
Penentuan
Penentuanbobot
bobot
kriteria
uji
menurut
kriteria uji menurut
jenis
jenisindustri
industri
Perancangan
Perancanganmodel
model
pengelompokan
pengelompokanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Selesai
Selesai
Gambar 29 Tahapan perancangan model pengelompokan tepung jagung.
70
Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan melalui
beberapa tahap. Sebagai tahap awal adalah tahap penentuan kriteria uji,
selanjutnya tahap penentuan bobot kriteria uji menurut jenis industri, dan tahap
pengelompokan mutu tepung jagung. Tahapan perancangan model ini dapat
dilihat pada Gambar 29.
Penentuan kriteria uji mutu tepung jagung yang dipentingkan.
Standar Nasional Indonesia telah menetapkan persyaratan mutu tepung
jagung seperti tercantum pada SNI 01–3727–1995 yang dapat dilihat pada Tabel
7. SNI menetapkan sejumlah kriteria uji sebagai persyaratan mutu tepung jagung.
Selain kriteria uji yang terdapat pada SNI, kandungan aflatoksin dalam tepung
jagung juga merupakan hal yang penting karena mengganggu kesehatan.
Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada atau tidak diperkenankan melampaui
batas maksimum yang diijinkan.
Berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dengan pihak pabrik tepung
jagung, dinyatakan bahwa tidak semua persyaratan mutu menurut SNI diuji pada
pemeriksaan mutu tepung jagung. Penentuan kriteria uji sebagai karakteristik
pembeda dalam model pengelompokan mutu, dilakukan melalui konsultasi pakar
dengan mengisi panduan konsultasi yang terdapat pada Lampiran 7. Panduan ini
diisi dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Skala 1 = sangat tidak penting; skala
2 = tidak penting; skala 3 = kurang penting; skala 4 = penting, dan skala 5 =
sangat penting.
Pengisian panduan ini didasarkan pada pengalaman pakar dan keadaan di
lapangan. Hasil pengisian panduan tersebut dan perhitungan tingkat kepentingan
dapat dilihat pada Tabel 12. Kriteria uji yang memiliki bobot tertinggi merupakan
kriteria uji yang dipentingkan dan akan digunakan dalam model pengelompokan
mutu tepung jagung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adalah kandungan
aflatoksin, kadar air, dan kadar abu memiliki tingkat kepentingan yang lebih
tinggi dibandingkan kriteria uji lainnya. Ketiga kriteria uji ini yang akan
digunakan sebagai karakteristik pembeda yang merupakan variabel input pada
model pengelompokan mutu tepung jagung.
71
Tabel 12 Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji
Kriteria uji
5
4
3
2
1
Nilai
Bobot
Bau
x
2
0,04878
Rasa
x
2
0,04878
Warna
x
2
0,04878
Benda asing
x
2
0,04878
Serangga
x
2
0,04878
1
0,02439
4
0,09756
Pati lain
x
Kehalusa
x
Kadar air
x
5
0,12195
Abu
x
5
0,12195
Silikat
x
2
0,04878
Serat kasar
x
2
0,04878
Derajat asam
x
2
0,04878
Cemaran seng
x
1
0,02439
Cemaran tembaga
x
1
0,02439
3
0,07317
5
0,12195
41
1
Cemaran mikroba
Aflatoksin
x
x
Total
Penentuan bobot kepentingan kriteria uji mutu menurut jenis industri.
Tahap setelah penentuan tingkat kepentingan kriteria uji adalah penentuan
bobot kepentingan setiap kriteria uji yang terpilih menurut jenis industri.
Penentuan bobot kepentingan dilakukan dengan mengisi lembar pengisian matriks
perbandingan berpasangan oleh pakar. Matriks perbandingan berpasangan dibuat
sesuai matriks perbandingan berpasangan pada metode Analytical Hierarchy
Process (Saaty, 1988). Jawaban pakar pada lembar isian tersebut harus konsisten,
sehingga dilakukan uji konsistensi terhadap hasil pengisiannya. Lembar pengisian
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Jenis industri yang menggunakan bahan
baku tepung jagung pada lembar tersebut adalah industri farmasi, industri pangan
dan industri pakan.
72
Gambar 30 memperlihatkan diagram alir
penentuan bobot kepentingan
kriteria uji dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Dalam
pengisian kuesioner ini diperlukan konsistensi jawaban pakar. Konsistensi
jawaban pakar ditunjukkan melalui nilai consistency ratio (CR). Jawaban pakar
konsisten bila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,1.
Mulai
Mulai
Penentuan
Penentuankriteria
kriteriauji
ujiyang
yang
akan
dibandingkan
akan dibandingkan
Perancangan
Perancangan
lembar
lembar
pengisian
pengisian
Penilaian
Penilaianperbandingan
perbandingan
antar
antarkriteria
kriteriauji
ujioleh
oleh
pakar
pakar
Tidak
Pengujian
Pengujiankonsistensi
konsistensi
ya
Penentuan
Penentuanbobot
bobotkriteria
kriteriauji
uji mutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagungmenurut
menurutjenis
jenis
industri
industri
Selesai
Selesai
Gambar 30 Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung.
Penentuan bobot kriteria uji mutu yang dipentingkan menurut industri
farmasi, pangan dan pakan bermanfaat untuk pembuatan model pengelompokan
mutu tepung jagung. Selain itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
ketika membuat if-then-rules pada FIS. Dalam matriks perbandingan berpasangan
variabel yang dibandingkan adalah K1, K2, dan K3. K1 adalah kandungan
aflatoksin, K2 adalah kadar air, K3 adalah kadar abu. K1, K2, dan K3
dibandingkan menurut industri Farmasi, industri Pangan, dan industri Pakan.
Penentuan bobot ketiga kriteria uji dilakukan dengan menghitung geometric mean
pada matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan nomalisasi. Hasil
pembobotan dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 .
73
Tabel 13 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri farmasi
Geometric
FARMASI
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
5,00
7,00
3,271
0,731
K2
0,20
1,00
3,00
0,843
0,188
K3
0,14
0,33
1,00
0,362
0,081
4,477
1,000
Konsistensi jawaban pakar diperlukan pada pengisian matriks perbandingan
berpasangan,
karena
penilaian
setiap
kriteria
dilakukan
dengan
membandingkannya terhadap kriteria yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan
ketidak-konsistenan dalam memberikan jawaban.
Jawaban yang diperoleh dari pakar pada pengisian perbandingan antar
kriteria berdasarkan kepentingan industri farmasi, memenuhi uji konsistensi pada
consistency ratio (CR) = 0,05594. Jawaban pakar konsisten bila nilai CR yang
diperoleh lebih kecil atau sama dengan 0,1. Dengan demikian hasil pembobotan
kriteria uji sesuai industri farmasi tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih
lanjut. Terlihat bahwa kandungan aflatoksin yang memiliki bobot 0,731
merupakan kriteria uji yang sangat dipentingkan dalam penentuan mutu tepung
jangung sebagai bahan baku industri farmasi.
Tabel 14 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pangan
Geometric
PANGAN
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
5,00
4,00
2,714
0,687
K2
0,20
1,00
2,00
0,737
0,186
K3
0,25
0,50
1,00
0,500
0,127
3,951
1,000
Pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria uji untuk industri
pangan diperoleh jawaban yang konsisten oleh pakar dengan CR = 0,08105.
74
Dalam industri pangan kandungan aflatoksin memiliki bobot sebesar 0,687 juga
merupakan kriteria uji yang lebih penting dengan bobot yang lebih besar dari pada
kriteria uji lainnya.
Konsistensi jawaban pakar pada matriks perbandingan berpasangan
perbandingan antara kriteria uji mutu untuk industri pakan diperoleh pada nilai
CR = 0,04623. Bobot variabel kandungan aflatoksin yang diperoleh sebesar 0,594
lebih tinggi dari bobot kepentingan kadar air dan kadar abu.
Tabel 15 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pakan
Geometric
PAKAN
K1
K2
K3
mean
Bobot
K1
1,00
3,00
3,00
2,080
0,594
K2
0,33
1,00
2,00
0,874
0,249
K3
0,33
0,50
1,00
0,550
0,157
3,504
1,000
Berdasarkan hasil penentuan kriteria uji yang dipentingkan menurut jenis
industri terlihat bahwa kandungan aflatoksin merupakan kriteria yang penting
untuk ketiga jenis industri. Bobot kepentingan yang tertinggi terdapat pada
industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan industri pakan. Selanjutnya
dalam pengelompokan mutu tepung jagung, variabel input yang digunakan adalah
kriteria uji kadungan aflatoksin, kadar air, dan kada abu.
Gambar 31 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung terdiri dari dua sub
model yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu
tepung jagung yang memenuhi standar. Model konseptual tersebut dapat dilihat
75
pada Gambar 31. Pada sub model pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan
terhadap kriteria uji mutu tepung jagung. Apabila nilai-nilai kriteria uji tersebut
berada di luar batas yang ditetapkan, maka tepung jagung ini akan masuk pada
kelompok yang tidak memenuhi standar mutu, dan tidak dapat digunakan pada
industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Namun apabila memenuhi
persyaratan, maka tepung jagung akan dikelompokkan kedalam kelompok mutu
dengan nama Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Pemberian nama Grade 1, Grade 2
dan Grade 3 hanya untuk membedakannya dengan nama Mutu 1, Mutu2, dan
Mutu 3 pada model pengelompokan mutu jagung pipilan. Tahapan pemeriksaan
awal terhadap mutu tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 32.
Mulai
Mulai
Pemeriksaan
Pemeriksaan awal
awal
mutu
mututepung
tepungjagung
jagung
Aflatoksin
Aflatoksin ≤≤5050ppb
ppbatau
atau
Kadar
air
≤
14%
Kadar air ≤ 14%atau
atau
Kadar
Kadarabu
abu ≤≤1,5%
1,5%
Tidak
Kelompok
Kelompoktepung
tepung
jagung
tidak
jagung tidak
memenuhi
memenuhistandar
standar
ya
Pengelompokan
Pengelompokanmutu
mutu
tepung
tepungjagung
jagung
Selesai
Selesai
Gambar 32 Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung jagung.
Persyaratan maksimum bagi kriteria uji kandungan aflatoksin yang
diperbolehkan bagi manusia sebesar 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb.
Kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI maksimum sebesar 10%. Berdasarkan
hasil konsultasi pakar dan keadaan di lapangan yaitu di pabrik tepung jagung,
76
pencapaian kadar air sebesar maksimum 10% merupakan hal yang sulit. Pabrik
tepung jagung dalam memproduksi tepung jagung menetapkan standar mutu
kadar air sebesar maksimum 14%. Dengan demikian dalam perancangan model
pengelompokan mutu tepung jagung di tetapkan kadar air maksimum sebesar
14%. Penetapan kadar abu disesuaikan dengan persyaratan mutu tepung jagung
oleh yaitu maksimum sebesar 1,5%.
Apabila persyaratan mutu ketiga kriteria uji tersebut melampaui batas
maksimum yang ditetapkan, maka tepung jagung yang dihasilkan tidak akan
dikelompokkan dan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi,
industri pangan dan industri pakan. Bila memenuhi persyaratan, akan dilanjutkan
pada tahap berikutnya yaitu tahap pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS dapat
dilihat pada Gambar 33. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan karakteristik
pembeda tepung jagung. Parameter tepung jagung menurut kriteria uji yang
digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu tepung
jagung adalah ketiga kriteria uji yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan model konseptual pada Gambar 33, diturunkan menjadi model
pengelompokan mutu tepung jagung dengan memasukkan ketiga kriteria uji
sebagai karakteristik pembeda.
Karakteristik
Karakteristik
Pembeda
Pembeda
- -Banyaknya
BanyaknyaKelompok
Kelompok
- -Kesamaan
Kesamaannilai
nilai
kriteria
kriteriauji
uji
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Tepung
Jagung
Tepung Jagung
FIS
Gambar 33 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS.
Terdapat tiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda pada perancangan
model pengelompokan mutu tepung jagung. Kriteria uji tersebut adalah
kandungan aflatoksin, kadar air dan kadar abu. Ketiga kriteria uji ini merupakan
variabel input pada fuzzy inference system. Variabel output dalam model ini
adalah tepung jagung Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Grade 1 diperuntukkan bagi
77
industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3 untuk industri
pakan. Model pengelompokan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 34.
Aflatoksin
Aflatoksin
Kelompok
KelompokMutu
Mutu
Tepung
TepungJagung
Jagung
Jumlah
Jumlahkelompok
kelompok==33
Kadar
Kadarair
air
Fuzzy
FuzzyInference
InferenceSystem
System
Kadar
Kadarabu
abu
Grade
Grade11
Grade
Grade22
Grade
Grade33
Gambar 34 Model pengelompokan mutu tepung jagung.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dibuatkan
klasifikasi mutu tepung jagung berdasarkan kriteria uji yang dipilih. Agregasi
mutu untuk model pengelompokan mutu tepung jagung dibuat untuk menentukan
semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain dan parameter himpunan
setiap kriteria uji. Gambar 35 menunjukkan agregasi mutu tepung jagung.
Aflatoksin
Rendah
Sedang
GRADE 1
Tinggi
GRADE 2
Kadar Air
Rendah
GRADE 3
Sedang
Tinggi
Kadar abu
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 35 Agregasi mutu tepung jagung.
78
Penentuan nilai-nilai bagi semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan
domain dalam bentuk logika fuzzy dibuat berdasarkan ketentuan pada SNI pada
Tabel 7, berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Kandungan aflatoksin yang diperbolehkan untuk manusia maksimum 5 ppb dan
untuk hewan maksimum 50 ppb. Berdasarkan hal ini maka semesta pembicaraan
untuk kandungan aflatoksin adalah [0,50]. Nilai domain himpunan rendah untuk
kriteria uji ini sebesar [0,1] karena himpunan rendah diharapkan akan masuk pada
Grade 1 yang diperuntukkan bagi industri farmasi. Himpunan sedang memiliki
domain kandungan aflatoksin sebesar [0.5,5] merupakan persyaratan batas
maksimum kandungan aflatoksin bagi manusia yakni 5 ppb. Himpunan tinggi
memiliki domain [3,50] didasarkan bahwa maksimum kandungan aflatoksin bagi
hewan yang diijinkan adalah sebesar 50 ppb. Kadar air yang baik bagi tepung
jagung sebagai zat pengisi untuk industri farmasi adalah kadar air rendah, agar
tidak cepat merusak produk yang dihasilkan. Dengan demikian nilai domain kadar
air bagi himpunan rendah adalah [10,12], himpunan sedang sebesar [11,13], dan
bagi himpunan tinggi sebesar [12,14].
Tabel 16 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung jagung
Fungsi
Input
Output
Variabel (Mutu
TepungJagung)
Aflatoksin
Semesta
Pembicaraan
[0 , 50]
Kadar air
[10 , 14]
Kadar abu
[0 , 1.5]
Mutu Tepung
Jagung
Nama
Himpunan
Fuzzy
Rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Domain
[0 , 1]
[0.5 , 5]
[3 , 50]
[10 , 12]
[11 , 13]
[12 , 14]
[0 , 0.5]
[0.25 , 1]
[0.5 , 1.5]
79
Semakin rendah kadar abu, mutu tepung jagung semakin baik. Nilai
maksimum yang ditentukan oleh SNI sebesar 1.5%. Kadar abu yang
dipersyaratkan untuk industri farmasi maksimum sebesar 0.5%. Nilai domain
kadar abu bagi himpunan rendah adalah [0, 0.5], bagi himpunan sedang sebesar
[0.25,1], dan bagi himpunan tinggi sebesar [0.5 ,1.5]. Nilai semesta pembicaraan,
himpunan fuzzy, dan domain mutu tepung jagung yang akan digunakan dalam
proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori rendah,
sedang, dan tinggi. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Grade 1, Grade 2,
dan Grade 3. Sebagaimana halnya dengan model yang dirancang sebelumnya,
metode
Sugeno
dalam
Fuzzy
Inference
System
(FIS)
dipakai
dalam
pengelompokan ini, karena variabel output dari model ini merupakan kelompok
tegas (crisp).
Representasi kurva variabel input mutu tepung jagung pada setiap kategori
dalam himpunan fuzzy berupa representasi kurva segi tiga, dan nilai parameter
setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Penetapan nilai-nilai pada setiap
kategori dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan pada Tabel 7 dan hasil
diskusi serta konfirmasi pakar.
Tabel 17 Representasi kurva variabel mutu tepung jagung
Fungsi
Input
Variabel (Mutu
Tepung Jagung)
Aflatoksin
Kadar air
Kadar abu
Output
Mutu Tepung
Jagung
Nama
Himpunan
Fuzzy
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
rendah
sedang
tinggi
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Jenis Kurva
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
segi tiga
Parameter
[0 0 1]
[0.5 3 5]
[3 50 50]
[10 10 12]
[11 12 13]
[12 14 14]
[0 0 0.5]
[0.25 0.5 1]
[0.5 1.51.5]
1
2
3
80
If-then rules dibangun berdasarkan pengaruh variabel aflatoksin, kadar air,
dan kadar abu terhadap mutu tepung jagung. Diskusi dan konfirmasi pakar
digunakan dalam membangun aturan tersebut, termasuk mempertimbangkan
bobot kepentingan yang telah dihitung bagi setiap kriteria uji sebagai variabel
input menurut jenis industri pengguna tepung jagung.
If-then-rules yang diperlukan untuk menjalankan FIS pada perangkat lunak
MATLAB R2010a ditunjukkan pada Lampiran 9. Nilai-nilai parameter fuzzy
masing-masing variabel input, variabel output dan aturan if-then seperti terlihat
pada Tabel 16 dan 17 dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB
R2010a. Hasil menjalankan program tersebut dan tampilan pada layar dapat
dilihat pada Lampiran 10.
5.4 Model Prediksi Permintaan Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri
farmasi, industri pangan dan industri pakan. Agar dapat menjaga kontinuitas
jalannya proses produksi pada industri pengguna tepung jagung, maka idustriindustri tersebut membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku dari industri
tepung jagung. Oleh sebab itu industri tepung jagung perlu menyediakan produk
tepung jagung sesuai permintaan industri-industri dimaksud. Agar tetap dapat
menyediakan jumlah tepung jagung sebagai bahan baku bagi industri
konsumennya, industri tepung jagung perlu mengetahui berapa jumlah permintaan
tepung jagung.
Permintaan
Permintaan
periode
periodelalu
lalu
Alat
AlatBantu
Bantu
Analisis
Analisis
Hasil
HasilPrediksi
Prediksi
Permintaan
PermintaanTepung
Tepung
Jagung
Jagung
Model Time Series
Gambar 36 Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung
Salah satu cara untuk mengetahui jumlah permintaan produknya yaitu
melakukan prediksi permintaan tepung jagung. Hal ini diperlukan agar tidak
terjadi produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, atau
81
terjadinya produksi yang berlebihan. Terjadinya produksi yang berlebihan akan
merugikan industri mengingat produk-produk agroindustri merupakan produk
yang tidak tahan lama (perishable product). Model prediksi permintaan tepung
jagung perlu dirancang untuk mengatasi hal tersebut.
Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung yang dirancang
menggunakan data permintaan periode sebelumnya sebagai variabel input, proses
prediksi dilakukan dengan alat analisis berupa metode-metode peramalan, dan
hasil prediksi permintaan tepung jagung merupakan variabel output dalam model
ini. Data permintaan untuk model ini berupa data time series, dimana variabel
permintaan merupakan fungsi waktu.
mulai
mulai
Permintaan
Permintaan
tepung
tepungjagung
jagung
Plot data permintaan
tepung jagung
Pengecekan pola data
Pilih Metode Peramalan
Sesuai pola
Sesuai pola
data?
data?
Tidak
Ya
Perhitungan peramalan
Pilih metode peramalan
sesuai kesalahan terkecil
Penentuan nilai peramalan
sesuai metode terbaik
Hasil prediksi permintaan
tepung jagung
Selesai
Selesai
Gambar 37 Tahapan peramalan permintaan tepung jagung.
Alat analisis dalam model prediksi permintaan tepung jagung adalah
metode-metode peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing,
Dekomposisi, dan Regresi. Selain itu jaringan syaraf tiruan digunakan pula
sebagai alat untuk melakukan proses peramalan. Keluaran dari model ini adalah
82
permintaan tepung jagung untuk periode mendatang. Gambar 36 menunjukkan
model
konseptual
prediksi
permintaan
tepung jagung.
Tahapan
untuk
menjalankan proses peramalan permintaan tepung jagung dapat dilihat pada
Gambar 37.
Penggunaan beberapa metode peramalan kuantitatif pada model prediksi
permintaan tepung jagung antara lain Moving Average, Double Moving Average,
Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis,
Dekomposisi, dan Jaringan Syaraf Tiruan. Data permintaan tepung jagung periode
sebelumnya pada model ini adalah data generate berdasarkan data permintaan
terendah dan data permintaan tertinggi per bulan pada pabrik tepung jagung.
Permintaan tepung jagung pada pabrik tepung jagung berkisar antara 300 ton
sampai 375 ton per bulan. Generate data sebanyak 24 periode dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Proses
peramalan dengan Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan menjalankan program
pada MATLAB R2010a, sedangkan proses peramalan dengan metode peramalan
lainnya dijalankan dengan perangkat lunak Minitab Release 14. Proses peramalan
dengan metode Double Moving Average dilakukan secara manual karena tidak
tersedia pada perangkat lunak Minitab Release 14.
5.4.1 Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series
Peramalan permintaan tepung jagung dengan metode-metode yang telah
disebutkan sebelumnya akan digunakan pada model ini. Sebelum memilih metode
peramalan yang sesuai, data permintaan diplot terlebih dahulu untuk mengetahui
pola data permintaan. Plot data permintaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14. Contoh hasil plot data
permintaan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab dapat dilihat pada
Gambar 38. Hasil plot data menunjukkan pola data horisontal, sehingga semua
metode peramalan yang telah disebutkan sebelumnya digunakan untuk proses
peramalan permintaan.
Perhitungan peramalan dengan metode-metode tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 12. Metode peramalan yang dipilih sebagai metode yang akan
digunakan untuk memprediksi permintaan tepung jagung adalah metode yang
83
memiliki nilai kesalahan terkecil. Nilai kesalahan yang digunakan adalah
MeanSquare Error (MSE).
Gambar 38 Plot data permintaan tepung jagung.
Perangkat lunak yang digunakan dalam peramalan permintaan dengan data
time series adalah MINITAB Release 14. Langkah-langkah penggunaan
perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
5.4.2 Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Prediksi permintaan tepung jagung yang diuraikan berikut ini adalah
peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Data yang digunakan
pada proses prediksi ini adalah data time series. Berbeda dengan peramalan yang
menggunakan model kausal, proses peramalan dengan jaringan syaraf tiruan yang
menggunakan data time series membuat pola data dengan membaginya menjadi
variabel input dan target ramalan sebagai variabel output. Adapun tahapan pada
prediksi permintaan tepung jagung dapat dilihar pada Gambar 39.
Pada
awalnya
dibuatkan
struktur
jaringan
sesuai
pendekatan
backpropagation. Data permintaan masa lalu digunakan untuk membuat pola data
terlebih dahulu. Selanjutnya pola data tersebut dibagi menjadi data training
(pelatihan) dan data testing (pengujian). Data dimasukkan ke dalam struktur
jaringan, kemudian set parameter nilai dan inisialisai bobot. Simulasi dilakukan
84
dengan menggunakan data pelatihan, kemudian dilakukan dengan data pengujian,
untuk selanjutnya dilakukan peramalan. Ukuran ketepatan peramalan adalah mean
square error (MSE).
mulai
mulai
Permintaan
Permintaan
tepung
tepung
jagung
jagung
Perancangan struktur
jaringan
Pemisahan data
- data pelatihan
- data test
Transformasi data ke
input jaringan
Set parameter, nilai,
inisialisasi bobot
Simulasi JST
menggunakan data
pelatihan
Input
Inputdata
data
test
test
Simulasi JST
menggunakan
datatest
Input
Inputdata
data
prakiraan
prakiraan
Proses prakiraan
Denormalisasi
Hasil Prakiraan
Permintaan Tepung
Jagung
Selesai
Selesai
Gambar 39 Tahapan prediksi permintaan tepung jagung dengan JST.
Peramalan dengan backpropagation didasarkan pada data yang diperoleh
pada masa lalu. Pada model peramalan time series, sejumlah data x1, x2, ..., xn
akan digunakan untuk memperkirakan nilai xn+1. Dengan backpropagation,
85
sebagian data dipakai sebagai pelatihan untuk mencapai bobot yang optimal.
Periode ditentukan secara intuitif tergantung variabel yang akan diprediksi.
Banyaknya data dalam satu periode digunakan sebagai banyaknya input dalam
backpropagation.
Model prediksi permintaan tepung jagung dirancang dengan menggunakan
arsitektur jaringan seperti terlihat pada Gambar 40. X1, X2 ....Xn merupakan
variabel input, dan Y merupakan target
yaitu prakiraan permintaan. Vji
merupakan bobot hubungan unit neuron input Xi ke unit layar tersembunyi Zj. Wkj
merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Zj ke unit output Yk. Wk0 merupakan
bobot dari neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Zk.Fungsi
aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner.
Pola data yang akan dibuat adalah empat data yang pertama sebagai x1, x2,
x3, x4, dan sebagai target adalah data yang kelima atau X5. Pola data ini yang
akan dibagi menjadi dua bagian yakni data untuk pelatihan dan data untuk
pengujian. Perangkat lunak MATLAB R2010a digunakan untuk menjalan
program untuk memperoleh hasil peramalan.
1
w10
v10
1
vj0
vp0
Z1
w11
v11
X1
Y
vj1
vp1
w1j
Zj
v12
Xn
w1p
vj2
vp2
Zp
Gambar 40 Struktur jaringan syaraf tiruan prediksi permintaan tepung jagung.
Proses menjalankan program dengan jaringan syaraf tiruan dilakukan
dengan mengubah-ubah jumlah neuron dalam hidden layer, fungsi aktivasi, fungsi
pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square error (MSE). Pada
86
proses pengolahan data dengan menjalankan program dilakukan simulasi dengan
mengubah nilai parameter, sehingga diperoleh hasil terbaik. Hasil yang diperoleh
setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Tabel yang
terdapat di Lampiran 15.
5.5 Verifikasi dan Validasi Model
Proses verifikasi model dilakukan melalui konsultasi dan konfirmasi dengan
pakar apakah model yang dibangun sesuai dengan sistem nyata. Proses verifikasi
ini dilakukan pada setiap model yang dirancang pada model penyediaan tepung
jagung ini. Verifikasi dilakukan dengan memperoleh konfirmasi tentang
komponen-komponen pada setiap model yang dirancang.
Pada model prediksi produksi jagung dilakukan dengan perunutan terhadap
variabel-variabel input yang mempengaruhi jumlah produksi jagung. Produksi
jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit,
pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya
Serealia, 2006).
Tabel 18 Perunutan variabel input pada model prediksi produksi jagung
Nama variabel input
0-1
Sifat data
Penggunaan bibit
0
Kualitatif
Pemanfaatan lahan
0
Kualitatif
Pemupukan secara tepat
0
Kualitatif
Pengendalian hama dan penyakit
0
Kualitatif
Pengairan
0
Kualitatif
Curah hujan (mm)
1
Kuantitatif
Penanganan proses panen
0
Kualitatif
Luas panen (ha)
1
Kuantitatif
Model prediksi produksi jagung menggunakan metode kuantitaif, sehingga
data yang dibutuhkan adalah data kuantitatif. Tabel 18 menunjukkan hasil
perunutan variabel input yang dapat dan tidak dapat digunakan pada model
87
peramalan kuatitatif. Angka 0 (nol) menunjukkan bahwa variabel tersebut bersifat
kualitatif dan tidak dapat digunakan pada model, sedangkan angka 1
menunjukkan bahwa variabel bersifat kuantitatif dan dapat digunakan pada model.
Proses verifikasi pada model pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan
melalui konsultasi pakar dan konfirmasi pada pihak pabrik tepung jagung. Hasil
verifikasi menunjukkan bahwa variabel input dalam model sesuai dengan SNI.
Variabel input butir warna lain tidak dimasukkan karena jagung yang ditanam di
sentra jagung, dan yang dipasok sebagai bahan baku pada pabrik tepung jagung
adalah jagung kuning, sehingga dipastikan bahwa terdapat keseragaman warna
jagung pipilan.
Verifikasi pada model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan
melalui konsultasi dengan pakar dan konfirmasi kepada pihak pabrik jagung.
Variabel input dalam pengelompokan mutu tepung jagung adalah kandungan
aflatoksin, kadar air, dan kadar abu. Hal ini diperkuat melalui hasil pengisian
panduan konsultasi oleh pakar pada Tabel 12.
Variabel input pada model prediksi permintaan merupakan data permintaan
berdasarkan hasil diskusi dan konfirmasi pada pabrik tepung jagung. Permintaan
tepung jagung dilakukan oleh industri farmasi, industri pangan, dan industri
pakan.
Tujuan validasi model adalah untuk ketepatan suatu model dalam
melakukan fungsinya sesuai rancangbangun model tersebut. Dalam perancangan
model prediksi produksi jagung, model sebab-akibat atau model kausal cukup
valid untuk digunakan dalam melakukan peramalan. Hal ini disebabkan produksi
jagung tidak dipengaruhi oleh waktu, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain hama, benih, pengairan, luas panen. Perangkat lunak Minitab Release
14 telah valid sebagai alat analisis untuk melakukan peramalan.
Validasi pada model prediksi permintaan tepung jagung, variabel waktu
dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi permintaan, sehingga
model peramalan time series dapat digunakan dalam model ini. Hasil peramalan
dengan jaringan syaraf tiruan telah menunjukkan hasil yang valid, bahwa nilai
permintaan tepung jagung berada pada kisaran antara nilai minimum dan nilai
88
maksimu permintaan tepung jagung berdasarkan data yang diperoleh dari pabrik
tepung jagung.
Validasi dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan model
pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan dengan mencoba memasukkan
nilai-nilai variabel input, dan kemudian dicek apakah kelompok mutu yang
diperoleh sesuai dengan hasil yang diinginkan dan sesuai dengan pendapat pakar.
89
6 IMPLEMENTASI MODEL
Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri
berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis
penyediaan tepung jagung pada industri tepung jagung secara terintegrasi dalam
suatu rantai pasok. Keterkaitan antar model yang satu terhadap model lainnya
menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan jumlah dan mutu produk pada
salah satu mata rantai akan berpengaruh kepada mata rantai berikutnya.
Selanjutnya akan dilakukan analisis pada setiap model yang dirancang.
6.1 Prediksi Produksi Jagung
Prediksi produksi jagung dalam model penyediaan tepung jagung
diperlukan untuk dapat memperkirakan berapa jumlah produksi jagung yang dapat
disediakan oleh sentra jagung. Dengan adanya prediksi jumlah produksi jagung
maka dapat diperkirakan pula berapa kuantitas jagung pipilan yang dihasilkan.
Berdasarkan diskusi dan konfirmasi pakar diperkirakan bahwa sekitar 50% dari
hasil produksi jagung digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan diskusi
diperoleh informasi bahwa sebanyak 4,5 – 5 juta ton digunakan untuk pakan,
sehingga perkiraan produksi jagung kurang lebih 10 juta ton per tahun. Kenyataan
ini sangat berbeda dengan data Departemen Pertanian (2011) yang mencatat
bahwa produksi jagung sebanyak lebih kurang 16.5 juta ton per tahun. Namun
hingga saat ini Indonesia masih mengimpor jagung pipilan.
Dengan adanya model prediksi produksi jagung, maka industri tepung
jagung dapat merencanakan penyediaan bahan baku untuk memproduksi produk
tepung jagung sesuai permintaan konsumennya. Pihak pengambil keputusan dapat
memperkirakan berapa jumlah bahan baku jagung yang dapat disediakan oleh
petani lokal dan berapa jumlah bahan baku yang harus diimpor dari negara lain.
Penggunaan alat analisis dalam model ini akan memudahkan pihak
pengguna untuk meramalkan permintaan produksi jagung pada tiap periode.
Prakiraan dengan kesalahan ramalan terkecil merupakan prakiraan yang
mendekati ketepatan. Ketersediaan data sebagai variabel input dalam peramalan
sangat diperlukan. Dalam hal ini pihak industri tepung jagung perlu melakukan
pencatatan data sehingga dengan data yang akurat akan diperoleh pula hasil
90
peramalan yang baik. Kerjasama antar elemen-elemen pada rantai pasok industri
berbasis jagung dalam hal pencatatan data
serta pemberian informasi akan
memungkinkan diperolehnya hasil peramalan yang lebih akurat.
Setiap wilayah di Indonesia memiliki curah hujan yang berbeda-beda,
sehingga proses peramalan tidak dapat dilakukan sekaligus secara menyeluruh
untuk wilayah Indonesia. Proses peramalan sebaiknya dilakukan per wilayah
sesuai keadaan curah hujan pada wilayah tersebut. Proses peramalan dalam model
ini menggunakan data luas panen (ha), curah hujan (mm), dan produksi jagung
(ton) di daerah Jawa Tengah. Peramalan ini menggunakan jaringan syaraf tiruan
dan model regresi berganda. Proses peramalan dan hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan lampiran 4. Hasilnya menunjukkan bahwa
jaringan syaraf tiruan lebih baik karena memiliki nilai MSE yang lebih kecil.
Hasil prediksi produksi
jagung Jawa Tengah dengan jaringan syaraf tiruan
terdapat pada Lampiran 2.
Model prediksi produksi jagung ini bermanfaat bagi beberapa pemangku
kepentingan antara lain: 1) Pengumpul jagung pipilan; 2) Pihak pabrik jagung; 3)
Pemegang kebijakan. Dengan adanya model ini faktor ketidak-pastian tentang
jumlah produksi jagung pada periode yang akan datang yang mempengaruhi
fluktuasi harga jagung, dapat diperkecil.
Model ini bermanfaat bagi pihak pengumpul karena dengan diperolehnya
prediksi jumlah produksi jagung pada beberapa periode ke depan, para pengumpul
dapat merencanakan pembelian jagung dari petani dan dapat merencanakan
penjualan serta rencana distribusi jagung pipilan kepada industri-industri
pengolahan jagung.
Manfaat yang diperoleh pabrik jagung dengan penggunaan model ini adalah
pabrik jagung dapat mengetahui jumlah bahan baku yang dapat diperoleh dari
sentra jagung, sehingga dapat merencanakan impor bahan baku bila sentra jagung
dalam negeri tak dapat memenuhinya. Berdasarkan hasil prediksi ini, pihak pabrik
jagung dapat membuat perencanaan produksi dengan lebih matang.
Manfaat model ini bagi pihak pemegang kebijakan adalah pemegang
kebijakan dapat menggunakannya untuk memprediksi produksi jagung di sentrasentra jagung secara parsial. Dengan demikian penjumlahan produksi jagung yang
91
diprediksi pada sentra-sentra jagung merupakan hasil prediksi produksi jagung
secara nasional. Dengan diperolehnya hasil prediksi produksi jagung secara
nasional, pihak pemegang kebijakan dapat membuat kebijakan tentang usahausaha untuk meningkatkan produktivitas jagung, dan kebijakan lainnya tentang
ketahanan pangan.
6.2 Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Pengelompokan mutu jagung pipilan merupakan salah satu bagian dari
proses pasca panen jagung. Proses pasca panen jagung terdiri dari kegiatankegiatan: 1) pemanenan, 2) pengupasan, 3) pengeringan, 4) pemipilan,; 5)
penyimpanan, 6) pengangkutan, dan 7) Klasifikasi dan standarisasi mutu
(Firmansyah et al. 2006). Kegiatan-kegiatan pada pasca panen jagung sangat
berpengaruh kepada hasil panen yang diperoleh. Proses pasca panen yang tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil
panen.
Menurut Firmansyah et al. (2006), permasalahan pasca panen jagung antara
lain adalah susut kuantitas dan mutu, serta keamanan pangan. Kehilangan
kuantitatif hasil panen merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang pada
waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif
merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji
keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan.
Sedangkan masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan adalah penundaan
penanganan pascapanen jagung. Penundaan ini berpeluang untuk meningkatkan
infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam
meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas
50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Toksin yang
dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak.
Penurunan mutu biji jagung pipilan juga dapat terjadi karena masalah
transportasi. Jarak dan waktu transportasi yang lama, dan cara penanganan
pascapanen yang kurang baik mengakibatkan kemungkinan terjadinya perubahan
kadar air, dan tumbuhnya cendawan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan
mutu saat jagung tiba di tempat yang dituju.
92
Tujuan penanganan pasca panen jagung yang baik adalah untuk
memperoleh butiran jagung dengan mutu yang baik, yang dimulai dengan
penentuan umur panen yang tepat, mengurangi susut panen dan perontokan, cepat
melakukan penjemuran biji dan penyimpanan pada kadar air dan wadah yang
tepat, sehingga mendapatkan harga jual yang tinggi (Balai Besar Litbang Pasca
Panen, 2010).
Model pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat dalam kegiatan
klasifikasi mutu pada proses pasca panen. Model ini juga bermanfaat bagi
pengumpul sehingga dapat mendistribusikan jagung pipilan menurut kelompok
mutu sesuai jenis industri sasarannya. Jagung yang mengandung aflatoksin
melebihi batas yang diijinkan, tak dapat dipasok sebagai bahan baku bagi industri
tepung jagung. Dalam memproduksi tepung jagung, industri tepung jagung
membutuhkan bahan baku jagung pipilan yang memenuhi stadar mutu yang
ditetapkan. Jenis uji pada parameter mutu kadar air, butir rusak, butir pecah, dan
kotoran merupakan variabel masukan yang berpengaruh kepada kelompok mutu
jagung pipilan.
Walaupun telah dikeringkan namun adanya kadar air yang berlebih karena
penyimpanan akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya aflatoksin. Standar
Nasional Indonesia menetapkan batas kandungan aflatoksin untuk jagung pipilan
yaitu maksimum 5 ppb bagi manusia dan maksimum 50 ppb bagi hewan. Bila
kandungan aflatoksin lebih dari 50 ppb maka jagung pipilan tidak dapat
digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung. Pengelompokan mutu
jagung pipilan berdasarkan kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran dapat
dilakukan setelah melewati pengujian aflatoksin terlebih dahulu. Hal ini
disebabkan karena industri sasaran yang dijadikan konsumen jagung pipilan
adalah industri tepung jagung.
Variabel input yang cukup penting selain kadar air adalah butir rusak dan
butir pecah. Bagi industri farmasi disyaratkan tidak boleh ada butir yang pecah.
Butir pecah dapat terjadi pada saat proses pengeringan dan proses pemipilan.
Akibat dari butir yang pecah adalah terdapatnya telur-telur serangga yang akan
merusak butir jagung. Telur serangga tidak mati pada air mendidih dan tidak mati
pada proses mekanis.
93
Butir rusak jagung pipilan diakibatkan karena dimakan burung. Untuk
industri pangan butir rusak merupakan syarat mutu yang penting, karena butir
rusak dapat berpotensi adanya telur serangga dan kutu. Selain itu butir rusak pada
jagung akan mengakibatkan kemungkinan tumbuhnya cendawan.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang telah dirancang
dijalankan dengan perangkat lunak MATLAB R2010a, dengan memasukkan nilai
domain setiap variabel input, dan nilai parameter pada setiap himpunan fuzzy.
Salah satu hasil memasukkan variabel input jenis uji butir rusak dapat dilihat pada
Gambar 41.
Gambar 41 Himpunan fuzzy variabel butir rusak jagung pipilan.
Aturan if-then yang telah dirancang dimasukkan kedalam program
MATLAB R2010a, dan tampilannya terlihat pada Gambar 42. Tampilan lainnya
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Setelah semua variabel input dimasukkan kedalam FIS editing, dan aturan
yang dibuat telah dimasukkan ke dalam program tersebut, maka hasil yang
diperoleh terlihat seperti pada Gambar 43. Hasil menjalankan FIS pada perangkat
lunak MATLAB R2010a selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
94
Gambar 42 Tampilan If-then rules mutu jagung pipilan pada MATLAB R2010a.
Gambar 43 Keluaran mutu jagung pipilan kelompok Mutu 2
Model pengelompokan mutu jagung pipilan yang dirancang, tidak
mempertimbangkan faktor penanganan pascapanen, serta
transportasi
distribusi
dan
antar setiap mata rantai. Diasumsikan bahwa penanganan pasca
panen telah dilakukan dengan baik, serta tidak terjadi gangguan saat distribusi dan
transportasi.
95
6.3 Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Model pengelompokan mutu tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung
jagung dan bagi industri pengguna tepung jagung. Industri tepung jagung dapat
mengelompokkan produk yang dihasilkan, sehingga akan dengan mudah
mengirimkan produk sesuai permintaan industri tujuannya. Kelompok Grade 1
ditujukan untuk bahan baku industri farmasi, kelompok Grade 2 untuk industri
pangan, dan kelompok Grade 3 untuk industri pakan. Model ini juga bermanfaat
bagi industri pengguna tepung jagung, sehingga industri tersebut dapat memesan
bahan baku tepung jagung pada kelompok yang sesuai dengan jenis industrinya.
Model pengelompokan mutu tepung jagung ini dijalankan dengan program
FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a. Variabel input dimasukkan sesuai
domain setiap himpunan fuzzy, dan nilai parameter yang telah ditentukan. Contoh
tampilan pada MATLAB R2010a setelah memasukkan variabel aflatoksin beserta
domain setiap himpunan fuzzy dengan kategori rendah, sedang , dan tinggi dapat
dilihat pada Gambar 44. Tampilan variabel input lainnya pada FIS terdapat pada
Lampiran 10.
Gambar 44 Himpunan fuzzy variabel aflatoksin pada tepung jagung.
Aturan if-then sebanyak 27 aturan yang telah dirancang dimasukkan satu
persatu ke dalam program FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a.
96
Tampilan hasil masukan aturan tersebut ke dalam program FIS dapat dilihat pada
tampilan Gambar 45.
Gambar 45 Tampilan If-then rules mutu tepung jagung pada MATLAB R2010a.
Setelah semua nilai-nilai variabel input , nilai variabel output, dan aturan
keputusan dimasukkan kedalam program MATLAB, maka hasilyang diperoleh
terlihat seperti pada Gambar 46. Hasil lainnya dapat dilihat pada lampiran 10.
Gambar 46 Keluaran mutu tepung jagung kelompok Grade 3.
97
Gambar 46 menunjukkan bahwa dengan nilai variabel input aflatoksin
sebesar 25 ppb, kadar air sebesar 12%, dan kadar abu 0.75 %. Hasil yang
diperoleh adalah tepung jagung tersebut masuk dalam kelompok mutu Grade 3.
Model pengelompokan mutu tepung jagung yang dirancang pada penelitian
ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu
tepung jagung selama proses produksi berlangsung. Faktor-faktor tersebut antara
lain: setting mesin, metode kerja, ketrampilan dan keahlian operator, lingkungan
kerja dan lain-lainnya.
6.4 Prediksi Permintaan Tepung Jagung
Model prediksi permintaan tepung jagung bermanfaat bagi pabrik tepung
jagung. Manfaat yang diperoleh adalah pabrik ini dapat membuat perencanaan
produksi dengan target produksi sesuai permintaan konsumennya. Tersedianya
data permintaan masa lalu akan memudahkan proses peramalan permintaan ke
depan. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan model ini adalah tidak
tersedianya data permintaan masa lalu. Informasi yang diperoleh dari pihak pabrik
adalah jumlah permintaan minimum sebesar 300 ton per bulan dan jumlah
permintaan maksimum sebesar 375 ton per bulan.
Model prediksi permintaan tepung jagung dibuat untuk data time series.
Variabel yang akan diramalkan pada model ini hanya dipengaruhi oleh horison
waktu. Peramalan permintaan dilakukan dengan pendekatan metode-metode time
series dan dengan jaringan syaraf tiruan. Metode yang digunakan pada
pendekatan time series adalah Moving Average, Double Moving Average, Single
Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Anlaysis dan
metode Dekomposisi.
Data yang digunakan dalam menjalankan model ini adalah data yang digenerate dengan permintaan periode sebelumnya yang berkisar antara 300 ton
sampai dengan 375 ton per bulan. Data ini diperoleh berdasarkan informasi dari
pabrik tepung jagung. Generate data selama 24 bulan dengan nilai minimum 300
ton dan nilai maksimum 375 ton dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil
pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 13. Pada
pendekatan tersebut metode dekomposisi memberikan hasil terbaik dengan nilai
MSE yang lebih kecil sebesar 329,954. Namun demikian jaringan syaraf tiruan
98
memberikan hasil yang lebih akurat seperti terlihat pada Lampiran 14 dan
Lampiran 15. Lampiran 14 menunjukkan hasil menjalankan program jaringan
syaraf tiruan sebanyak 18 kali dengan perangkat lunak MATLAB R2010a.
Lampiran 15 adalah rangkuman hasil menjalankan program dengan jaringan
syaraf tiruan beserta hasil peramalan permintaan tepung jagung.
6.5 Keterbatasan Model
Beberapa keterbatasan dalam model yang dirancang adalah sebagai berikut:
-
Model tidak dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan yang
mengintegrasikan sub-sub model dalam suatu sistem, sehingga dapat
membantu pengambil keputusan melakukan tindakan secara lebih tepat
dan cepat.
-
Model penyediaan tepung jagung dalam rantai pasok industri berbasis
jagung ini masih bersifat parsial, sehingga perlu diintegrasikan dengan
mempertimbangkan faktor penanganan pasca panen, distribusi dan
transportasi antar mata rantai. Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan
karena penanganan pasca panen yang kurang baik, jarak dan waktu
transportasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu bahan baku.
-
Model prediksi hanya terbatas pada prediksi secara kuantitatif , sehingga
faktor-faktor penting yang bersifat kualitatif masih diasumsikan tidak
mempengaruhi hasil prediksi.
-
Implementasi model prediksi produksi jagung hanya untuk satu wilayah,
dengan asumsi bahwa model ini akan dapat digunakan untuk wilayah lain
dan dapat di kembangkan untuk memprediksi produksi jagung nasional.
-
Aturan keputusan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan dan
pengelompokan mutu tepung jagung, tidak didukung oleh pencatatan data
mutu yang cukup, sehingga tidak dapat dilakukan pengurangan jumlah
aturan dalam if-then rules.
-
Perancangan model pengelompokan mutu jagung pipilan
belum
mempertimbangkan model sampling penerimaan bahan baku (acceptance
sampling model) di industri tepung jagung.
-
Model prediksi permintaan tepung jagung hanya menggunakan data
permintaan secara keseluruhan dan bukan berupa permintaan per jenis
99
industri. Namun demikian model ini dapat digunakan untuk memprediksi
permintaan setiap jenis industri pengguna tepung jagung, sehingga
perencanaan penyediaan tepung jagung dalam jumlah dan mutu yang
sesuai dapat dibuat untuk masing-masing jenis industri pengguna tepung
jagung.
6.6 Implikasi Teoritis
Hasil dari model prediksi produksi jagung menunjukkan bahwa penggunaan
jaringan syaraf tiruan lebih akurat dari pada metode peramalan menggunakan
model regresi. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Zhang et
al. (2004), dimana penelitian ini membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
model univariat serta model multivariat, dan memperoleh bahwa hasil peramalan
jaringan syaraf tiruan lebih baik dari pada metode statistikal. Erdinç dan Satman
(2005) dalam penelitiannya membandingkan jaringan syaraf tiruan dengan
regresi linier, dan diperoleh hasil bahwa jaringan syaraf tiruan lebih baik daripada
regresi linier dalam melakukann peramalan.
Selain itu hasil ini menkonfirmasi penelitian Setyawati (2003) yang
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk univariat dan multivariat time series
dalam melakukan peramalan, dan memperoleh bahwa jaringan syaraf tiruan lebih
akurat dari pada metode lainnya. Model prediksi yang dirancang telah
mengkonfirmasi penelitian Nam dan Schaefer (1995) yang melakukan peramalan
penumpang pesawat udara dengan jaringan syaraf tiruan. Azadeh et al. (2008)
menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan penggunaan energi listrik.
Ferreira et al. (2011) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk meramalkan
harga dalam konteks agribisnis.
Konfirmasi lainnya dilakukan terhadap penelitian Bhuvanes et al. (2007)
menggunakan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk memprediksi
jumlah pasien pada beberapa bagian perawatan di Virtua Health, New Jersey.
Penelitian ini membandingkan model peramalan menggunakan backpropagation
neural network dengan peramalan menggunakan statistical forecasting models,
dan menyimpulkan bahwa BPPN lebih akurat.
100
6.7 Implikasi Manajerial
Model yang dirancang masih bersifat parsial, namun model ini dapat
digunakan bagi pemangku kepentingan pada rantai pasok industri berbasis jagung.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan dapat digunakan oleh pengumpul
sebelum produk jagung pipilan didistribusikan ke industri pengolahan jagung
sesuai jenis industri. Penggunaan model ini akan menyebabkan penurunan
penolakan produk yang dikirim bila tidak sesuai dengan kebutuhan industri
pengolahan jagung. Kelompok Mutu 1 dan Mutu 2 dapat dipasok kepada industri
tepung jagung, dan kelompok Mutu 3 dapat dipasok kepada industri pakan.
Penerapan rancangbangun model bermanfaat bagi perencanaan produksi
pada industri tepung jagung. Pemanfaatan model prediksi produksi jagung akan
mengurangi ketidak-pastian dalam masalah perencanaan jumlah bahan baku yang
akan dipesan. Bila terjadi kekurangan bahan baku, industri tepung jagung dapat
segera
mengantisipasi
dengan
melakukan
impor
bahan
baku.
Model
pengelompokan mutu jagung pipilan pada pengumpul, juga bermanfaat bagi
industri tepung jagung. Dengan adanya pengelompokan mutu jagung pipilan ini,
industri tepung jagung akan mendapat pasokan bahan baku yang sesuai dari
pengumpul, sehingga penolakan bahan baku yang tidak sesuai dapat dikurangi.
Penggunaan model prediksi permintaan tepung jagung pada industri tepung
jagung akan memudahkan bagian perencanaan pada industri tersebut membuat
perencanaan produksi per periode. Perencanaan produksi yang dibuat dapat
dikaitkan dengan hasil prediksi produksi jagung, hasil pengelompokan mutu
jagung pipilan, untuk membuat perencanaan pemesanan bahan baku.
6.8 Analisis Penggunaan Model dan Kebijakan
Analisis pemanfaatan model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok
industri berbasis jagung dilakukan terhadap model prediksi produksi jagung,
model pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung
jagung, dan model prediksi permintaan tepung jagung.
Dari hasil menjalankan proses peramalan pada model prediksi produksi
jagung sesuai Lampiran 1 sampai Lampiran 4, diperoleh bahwa nilai peramalan
terbaik adalah peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan nilai
MSE sebesar 0.0000993. Nilai MSE ini yang paling mendekati target performansi
101
sebesar 0.0001. Hasil ini merupakan hasil peramalan produksi jagung daerah
Jawa Tengah, yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Prediksi produksi jagung
empat periode ke depan sebesar 115946 ton, 115926 ton, 116 226 ton, dan 116218
ton. Jumlah ini merupakan produksi jagung berupa jagung pipilan kering panen.
Apabila periode analisis yang diambil adalah periode 1, maka jumlah produksi
jagung panen kering panen adalah sebesar 115946 ton. Jumlah ini akan
mengalami susut panen secara kuantitatif dan kualitatif. Kadar air jagung kering
panen sebesar 25 - 30%, sedangkan jagung pipilan yang memenuhi persyaratan
mutu memiliki kadar air 13 – 15%. Susut berat akibat penurunan kadar air
mengakibatkan penurunan berat sebesar 15%, sehingga jumlah produksi jagung
pipilan sebesar 115946 ton menjadi 98554.1 ton atau sekitar 100000 ton per
bulan. Bila susut panen akibat mutu yang tidak memenuhi standar diasumsikan
sebesar 20%, dan jumlah jagung yang diproduksi 50 % digunakan untuk pakan
ternak, maka jumlah jagung pipilan menjadi 40000 ton per bulan. Jumlah ini akan
menyusut akibat penurunan mutu pada saat transportasi. Bila diasumsikan susut
mutu akibat transportasi sebesar 5%, maka jumlah jagung pipilan yang memenuhi
persyaratan mutu sebagai bahan baku adalah sebesar 38000 ton per bulan.
Kapasitas terpasang pabrik tepung jagung yang diambil sebagai sampel
adalah sebesar 5000 ton per bulan. Pabrik ini berproduksi dengan 50 % kapasitas
atau 2500 ton per bulan. Tepung jagung yang dihasilkan pabrik merupakan
produk sampingan, karena produk utamanya adalah grits. Jumlah grits yang
dihasilkan sebesar 65 – 70 % dari jumlah bahan baku, dan tepung jagung sebesar
12% dari jumlah bahan baku. Apabila prediksi permintaan tepung jagung pada
periode 1 sebesar 330 ton seperti terlihat pada Lampiran 15, maka untuk
memproduksi tepung jagung pada pabrik ini diperlukan bahan baku sejumlah
2750 ton. Perhitungan ini tidak memperhitungkan permintaan grits. Sehingga bila
ditinjau dari kebutuhan bahan baku, sentra jagung Jawa Tengah masih dapat
memenuhi pasokan bahan baku bagi pabrik.
Analisis ini hanya dilakukan untuk memperkirakan kebutuhan bahan baku
jagung pipilan pada satu pabrik tepung jagung. Analisis ini
tidak
mempertimbangkan banyak industri pengolahan jagung lainnya yang tersebar di
beberapa wilayah di Indonesia selain pabrik tepung jagung.
102
Beberapa kebijakan yang perlu dilakukan apabila terdapat kekurangan
bahan baku jagung pipilan antara lain:
-
Melakukan impor jagung dari negara luar
-
Usaha peningkatan produktivitas jagung bagi petani
-
Memberikan kemudahan memperoleh benih jagung yang bermutu bagi
petani
-
Memberikan kemudahan meperoleh pengetahuna tentang panen dan pasca
panen bagi petani
-
Kemudahan memperoleh sarana produksi bagi petani
-
Kemudahan mendapat pasokan bahan baku dari petani kepada pengumpul
-
Penerapan peraturan dagang yang konsisten bagi pengumpul
-
Kemudahan akses informasi bagi semua pemangku kepentingan
103
7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1.
Model penyediaan tepung jagung pada rantai pasokan tepung jagung terdiri
atas model prediksi produksi jagung, model pengelompokan mutu jagung
pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung, dan model prediksi
permintaan tepung jagung oleh industri pengguna tepung jagung.
2.
Model prediksi produksi jagung menggunakan model kausal dengan alat
analisis jaringan syaraf tiruan dan pendekatan regresi. Variabel input dalam
model ini adalah luas panen (ha) dan curah hujan (mm/bulan), sedangkan
variabel output adalah jumlah produksi jagung (ton/bulan).
3.
Model pengelompokan mutu jagung pipilan menggunakan pendekatan fuzzy
inference system dengan variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah dan
kotoran. Sebagai variabel output adalah jagung pipilan mutu 1, mutu 2 dan
mutu 3.
4.
Model pengelompokan mutu tepung jagung menggunakan pendekatan fuzzy
inference system dengan variabel input kandungan aflatoksin, kadar air,
cemaran seng dan cemaran tembaga. Sebagai variabel output adalah tepung
jagung grade 1, grade 2 dan grade 3. Grade 1 sebagai bahan baku industri
farmasi, grade 2 sebagai bahan baku industri pangan dan grade 3 untuk
industri pakan ternak.
5.
Model prediksi permintaan tepung jagung menggunakan model time series.
Alat analisis yang digunakan dalam model ini adalah jaringan syaraf tiruan
dan metode peramalan untuk data time series.
6.
Model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung
yang dirancang masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain: model
belum
dilengkapi
dengan
sistem
pendukung
keputusan
yang
mengintegrasikan elemen-elemen dalam sistem, model masih parsial dan
belum mempertimbangkan semua komponen dalam rantai pasok, model
pengelompokan mutu jagung pipilan belum mempertimbangkan pengaruh
104
penanganan pasca panen jagung, model prediksi permintaan masih belum
menggunakan data aktual yang terjadi di lapangan.
7.2 Saran
1.
Model ini dapat dikembangkan dan dapat dilengkapi dengan sistem
pendukung keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan melakukan
antisipasi dalam penyediaan tepung jagung sesuai permintaan industri
pengguna tepung jagung.
2.
Model ini dapat disempurnakan dengan mengintegrasikan semua komponen
dalam rantai pasok dalam analisis rantai pasok industri berbasis jagung secara
menyeluruh.
RANCANGBANGUN
MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG PADA RANTAI
PASOK INDUSTRI BERBASIS JAGUNG
Dorina Hetharia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
105
DAFTAR PUSTAKA
Adam EE, Ronald JE. 1992. Production and Operation Management. Ed ke-5.
New Jersey: Prentice Hall.
Azadeh A, Ghaderi SF, Sohrabkhani S. 2008. A Simulation Based Neural
Network Algorithm for Forecasting Electrical Energy Consumption. Di
dalam: Proceeding of IIE Annual Conference. hlm 1119-1124.
Bhuvanesh A, Wang S, Lam S, Khasawneh M, Srihari K. 2007. Using Artificial
Neural Networks for Forecasting in Healthcare: Methodology and Findings.
Di dalam: Proceeding of IIE Annual Conference. hlm 382-387.
Carrera DA, Mayorga RV. 2008. Supply Chain Management: A Modular Fuzzy
Inference System Approach in Supplier Selection for New Product
Development. Int. J. Intelligent Manufacturing 19 (1): 1-12.
Cruz AM, Denis ER. 2005. A Fuzzy Inference System to Evaluate Contract
Service Provider Performance. J. Biomedical Instrumentation & Technology
39 (4): 320-325
[Deptan] Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
2006. Pembuatan Tepung Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah.
[Deptan] Departemen Pertanian, Balai Besar Litbang Pasca Panen. 2010.
Penanganan Pasca Panen Jagung. Jakarta
[Deptan] departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat
Budidaya Serealia. 2006. Petunjuk Peningkatan Produktivitas
Pengembangan Jagung. Jakarta.
[Deprin] Departemen Perindustrian, Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Standar
Nasional Indonesia: Jagung. Jakarta.
Erdinç A, Satman MH. 2005. Stock Market Forecasting: Artificial Neural
Network And Linear Regression Comparison In An Emerging Market. J.
Financial Management & Analysis 18. 2 : 18-33.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.
Bogor: IPB Press.
Erol I, Ferrel Jr, William G. 2004. A Methodology to Support Decision Making
Across the Supply Chain of An Industrial Distributor. Int. J. Production
Economics 89:119-129.
106
Fausett L. 1994. Fundamentals of Neural Networks, Architectures, Algorithms,
and Applications. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Ferreira L, de Moura GL, Borenstein D, Américo FA, 2011. The Use of Artificial
Neural Networks as A Strategy For Forecasting Prices in the Context of
Agribusiness. Revista De Administração E Inovação. RAI 8 (4) : 6.
Firmansyah IU, Saenong S, Abidin B, Suarni, Sinuseng Y. 2006. Laporan Hasil
Penelitian. Proses Pasca Panen untuk Menunjang Perbaikan Produk Biji
Jagung Berskala Industri dan Ekspor. Maros: Balai Penelitian Tanaman
Serealia.
Gryna FM. 2001. Quality Planning and Analysis, from Product Development
Through Use. Ed ke-4. McGraw Hill International Edition, Industrial
Engineering Series.
Johnson LA. 2000. Corn: The Major Cereal of the Americas, Handbook of Cereal
Science and Technology. Ed ke-2. Marcel Dekker Inc: New York.
Jong Jek Siang. 2009. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya
menggunakan Matlab. Ed ke-2. Yogyakarta: Andi Offset.
Krajewski LJ, Larry PR. 2002. Operation Management, Strategy and Analysis.
Ed ke-6. Prentice Hall International Inc: USA.
Kusumadewi S. 2002. Artificial Intelligence:
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Teknik dan Aplikasinya.
Kusumadewi S, Hari P. 2004. Alikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Law R. 1998. Room Occupancy Rate Forecasting: A Neural Network Approach.
J. Contemporary Hospitality Management 10 (6): 234-239
Lisa WW. 1996. Partnership Satisfaction: Using Underlying Dimensions of
Supply Chain Partnership to Measure Current and Expected Levels of
Satisfaction. J. Business Logistics 17 no 2.
Liker JK, Morgan JM. 2006. The Toyota Way in Service, J. Academy of
Management Perspectives 20 (2): 5 – 20.
Lockamy III, Archie S, Wilbur I. 2000. Target Costing for Supply Chain
Management: Criteria and Selection. J. Industrial Management & Data
Systems 100 (5): 210-218.
Luo W. 1998. An Integrated Inventory System for Perishable Goods with Back
Ordering. Int. J. Computers Industrial Engineering 34 (3): 685-693.
107
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1983. Forecasting Methods and
Application. Ed ke-2. USA: John Wiley & Sons.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: PT Grasindo.
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
Nam K, Schaefer T. 1995. Forecasting International Airline Passenger Traffic
Using Neural Networks. J. Logistics and Transportation Review 31 (3) :
239.
Nayak PC, Rao YR, Satyaji, Sudheer KP. 2006. Groundwater Level Forecasting
in a Shallow Aquifer Using Artificial Neural Network Approach. J. Water
Resources 20 (1): 77-90.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Penerbit Guna Widya.
Render B et al. 1997. Principles of Operations Management. Ed ke-2. New
Jersey: Pearson Prentice-Hall. Inc.
Riyani. 2007. Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas
Unggul Nasional. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Saaty TL. 1988. Decision making for leaders : The Analytical Hierarchy
Process for Decisions in a complex world. United States of America :
RWS Publications.
Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen
no. 134. PT Pustaka Binaman Pressindo. (Terjemahan).
Saaty TL. 1993. Fundamentals of Decision Making. United States of America:
RWS Publications.
Saaty TL. 1996. Decision Making With Dependence and Feedback : The Analytic
Network Process. Pittsburgh: RWS Publications.
Septiani W, Marimin. 2005. Sistem Intelijen Prediksi dan Penilaian Kualitas
Susu Pasteurisasi dengan Menggunakan Logika Fuzzy dan Jaringan
Syaraf Tiruan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi. ISBN :979-756-061-6 Yogyakarta.
Setyawati BR, Creese RC, Jaraiedi M. 2003. Neural Networks for Univariate and
Multivariate Time Series Forecasting. Di dalam: Proceeding of IIE Annual
Conference. hlm 1-6.
108
Slim C. 2009. Hybrid Approach in Neural Network Design Applied to Financial
Time Series Forecasting. J. American Academy of Business 15 (1): 294-300.
Suryana A, Hermanto. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Jagung. Jakarta:
Badan Litbang Pertanian.
Suryawijaya I. 2009. Rancang Bangun Sistem Intelijen untuk Enterprise Resource
Planning (ERP) pada Industri Tepung Jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wahyu, Afriyanti. 2009. Aplikasi Fuzzy Inference System Metode Tsukamoto
pada Simulasi Traficc Light Menggunakan Java. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISBN:1907-5022.
Yogyakarta.
Wang W, Zu Z, Lu JW. 2003. Three Improved Neural Network Models for Air
Quality Forecasting. J. Engineering Computations 20 (2): 192-210.
Wisner JD et al. 2005. Principles of Supply Chain Management, a Balanced
Approach. South-Western, Ohio: Thomson.
Yan X, Luo J, Chen Z. 2010. Forecasting of the Demand of Alumina Based on the
Coupling Phase-space Reconstruction and Neural Network. Int. J. Business
and Management 5 (6): 146-153.
Zhang W, Cao Q, Schniederjans MJ. 2004. Neural Network Earnings per Share
Forecasting Models: A Comparative Analysis of Alternative Methods. Int.
J. Decision Sciences 35 (2) : 205-237.
109
Lampiran 1 Prediksi Produksi Jagung Jawa Tengah dengan Jaringan Syaraf
Tiruan
Data yang digunakan untuk memprediksi produksi jagung adalah data yang
tercantum pada Tabel 9.
Variabel input adalah luas panen (ha) dan curah hujan (mm/bulan). Sebagai
variabel output adalah jumlah produksi jagung (ton/bulan)
Menu utama yang ditampilkan dalam program
Hasil menjalankan program dengan MATLAB R2010a
110
1. Running program 1
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 77; testing :2 ; forecasting : 2
MSE : 6,17 x 10-23
Hasil peramalan:
bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
111
2. Running program 2
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 136; testing :3 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000981
Hasil peramalan: bulan 1 : 116634 ton
bulan 2 : 115680 ton
bulan 3 : 115560 ton
bulan 4 : 115562 ton
112
3. Running program 3
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 419; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,00000246
Hasil peramalan: bulan 1 : 115720 ton
bulan 2 : 115346 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
113
4. Running program 4
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 69; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,0000517
Hasil peramalan: bulan 1 : 115951 ton
bulan 2 : 115935 ton
bulan 3 : 115882 ton
bulan 4 : 115999 ton
114
5. Running program 5
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 163; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 3,4 x 10-9
Hasil peramalan: bulan 1 : 115552 ton
bulan 2 : 115549 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
115
6. Running program 6
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 173; testing : 1 ; forecasting : 5
MSE : 0,000002
Hasil peramalan: bulan 1 : 115644 ton
bulan 2 : 115647 ton
bulan 3 : 115594 ton
bulan 4 : 115597 ton
116
7. Running program 7
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 92; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,00002
Hasil peramalan: bulan 1 : 115859 ton
bulan 2 : 115874 ton
bulan 3 : 115686 ton
bulan 4 : 115689 ton
117
8. Running program 8
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 231; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,000000859
Hasil peramalan: bulan 1 : 115648 ton
bulan 2 : 115562 ton
bulan 3 : 115549 ton
bulan 4 : 115549 ton
118
9. Running program 9
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 12; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000988
Hasil peramalan: bulan 1 : 116514 ton
bulan 2 : 115857 ton
bulan 3 : 115890 ton
bulan 4 : 115791 ton
119
10. Running program 10
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 88; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000273
Hasil peramalan: bulan 1 : 115818 ton
bulan 2 : 116045 ton
bulan 3 : 115622 ton
bulan 4 : 115619 ton
120
11. Running program 11
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 100; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 6,87 x 10-15
Hasil peramalan: bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
121
12. Running program 12
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 77; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 6,17 x 10-23
Hasil peramalan: bulan 1 : 115546 ton
bulan 2 : 115546 ton
bulan 3 : 115546 ton
bulan 4 : 115546 ton
122
13. Running program 13
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 66; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000485
Hasil peramalan: bulan 1 : 115573 ton
bulan 2 : 116313 ton
bulan 3 : 115598 ton
bulan 4 : 115600 ton
123
14. Running program 14
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 56; testing : 1 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000993
Hasil peramalan: bulan 1 : 116441 ton
bulan 2 : 116121 ton
bulan 3 : 115765 ton
bulan 4 : 115737 ton
124
15. Running program 15
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 43; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,0000242
Hasil peramalan: bulan 1 : 116064 ton
bulan 2 : 115715 ton
bulan 3 : 115562 ton
bulan 4 : 115561 ton
125
16. Running program 16
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 59; testing : 1 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000531
Hasil peramalan: bulan 1 : 116261 ton
bulan 2 : 115917 ton
bulan 3 : 115585 ton
bulan 4 : 115577 ton
126
17. Running program 17
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 37; testing : 1 ; forecasting : 2
MSE : 0,00005
Hasil peramalan: bulan 1 : 116283 ton
bulan 2 : 115780 ton
bulan 3 : 115637 ton
bulan 4 : 115634 ton
127
18. Running program 18
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 69; testing : 1 ; forecasting : 4
MSE : 0,0000993
Hasil peramalan: bulan 1 : 115946 ton
bulan 2 : 115926 ton
bulan 3 : 116226ton
bulan 4 : 116218 ton
128
129
Lampiran3 Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 peramalan data kausal
1. Masukkan data input ke dalam Worksheet: C1, C2, ..., Cn
2. Klik Stat
130
3. Pilih Regression
4. Klik Regression
-
Masukkan variabel response
-
Masukkan variabel predictors
-
Klik OK
131
Lampiran 4 Peramalan Produksi Jagung dengan MINITAB Release 14
Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah
Tahun 2010
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Luas Panen
(ha)
79390
145107
53337
35453
51906
62938
35225
36325
59431
47031
32481
27961
Curah Hujan
(mm)
214
415
240
127
142
79
1
3
1
6
197
76
Produksi (ton)
130251
121080
139750
165350
180790
157210
179190
184785
285637
226038
156111
134385
Regression Analysis: PRODUKSI JGNG versus LUAS PANEN; CURAH
HUJAN
The regression equation is
PRODUKSI JGNG = 180508 + 0,693 LUAS PANEN - 378 CURAH HUJAN
Predictor
Constant
LUAS PANEN
CURAH HUJAN
Coef
180508
0,6927
-377,9
S = 33419,1
SE Coef
20432
0,4634
117,4
R-Sq = 57,1%
T
8,83
1,49
-3,22
P
0,000
0,169
0,010
R-Sq(adj) = 47,6%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
DF
2
9
11
SS
13379618390
10051497884
23431116274
MS
6689809195
1116833098
F
5,99
P
0,022
Prediksi Produksi Jagung Jawa Tengah Tahun 2011
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Luas panen
(ha)
70000
125500
52525
30100
Curah hujan
(mm)
150
250
150
100
Produksi
(ton)
172318,00
172979,50
160207,83
163567,30
132
Lampiran 5 Aturan (If – then – rules) mutu jagung pipilan
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (1)
1
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
2
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
3
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
4
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 1)
5
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
6
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
7
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
8
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
9
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
10
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedadng) then (output is Mutu 1)
11
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
12
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
13
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
14
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
133
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (2)
15
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
16
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
17
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
18
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
19
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 1)
20
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
21
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
22
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
23
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
24
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
25
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
26
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
baik) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
27
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is baik)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
28
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
134
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (3)
29
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
30
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
31
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
32
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
33
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
34
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
35
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
36
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
37
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
38
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
39
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
40
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
41
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
42
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
135
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (4)
43
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
44
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
45
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
46
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is sedang)
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
47
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
48
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
49
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
50
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
51
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
52
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
53
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
54
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
sedang) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
55
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
56
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
57
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
136
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (5)
58
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
59
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
60
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
61
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 2)
62
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
63
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is baik) then (output is Mutu 3)
64
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
65
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
66
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
67
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 2)
68
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
69
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
70
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
71
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
72
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
buruk) and (Kotoran is sedang) then (output is Mutu 3)
137
Aturan untuk Mutu Jagung Pipilan (6)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
73
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
74
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is baik) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is buruk)
75
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is
76
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
77
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is sedang) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
78
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is baik) and (Butir pecah is buruk)
79
and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 2)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is sedang) and (Butir pecah is
80
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
If (Kadar air is buruk) and (Butir rusak is buruk) and (Butir pecah is
81
buruk) and (Kotoran is buruk) then (output is Mutu 3)
138
Lampiran 6 Representasi Model Sugeno pada MATLAB R2010a
Representasi Model Sugeno
Representasi Model Mamdani
139
Fuzzy Inference System (FIS) Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Tampilan Model Sugeno untuk Pengelompokan Jagung Pipilan
Representasi Variabel Input Kadar Air
140
Representasi Variabel Input Butir Rusak
Representasi Variabel Input Butir Pecah
141
Representasi Variabel Input Kotoran
Representasi Variabel Output Kelompok Mutu Jagung Pipilan
142
Tampilan Pengisian Aturan pada FIS
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 1)
143
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 2)
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan (Mutu 3)
144
Lampiran 7 Panduan konsultasi pakar untuk penentuan tingkat kepentingan
kriteria uji mutu tepung jagung
Responden yang terhormat,
Dalam rangka penelitian tentang mutu tepung jagung, dengan ini saya mohon
kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner untuk menentukan tingkat
kepentingan kriteria uji mutu tepung jagung, yang tertuang dalam bentuk tabel
berikut. Kuesioner ini diisi dengan memberikan tanda [X] pada kolom yang
sesuai.
Atas kesediannya sebelumnya saya ucapkan terima kasih
1 = sangat tidak penting
2 = tidak penting
3 = kurang penting
4 = penting
5 = sangat penting
KRITERIA UJI
Bau
Rasa
Warna
benda asing
Serangga
pati lain
Kehalusan
Kadar air
Abu
Silikat
serat kasar
derajat asam
cemaran seng
cemaran tembaga
cemaran mikroba
Aflatoksin
5
4
3
2
1
145
Lampiran 8 Pengisian matriks perbandingan berpasangan kriteria uji mutu
tepung jagung berdasarkan industri pengolahan jagung
Responden yang terhormat,
Dalam rangka penelitian tentang
mutu tepung jagung, dengan ini dimohon
kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner untuk menentukan tingkat
kepentingan kriteria uji mutu tepung jagung untuk masing-masing industri
pengolahan jagung, yang tertuang dalam bentuk tabel berikut. Kuesioner ini
berupa matriks perbandingan berpasangan dan diisi dengan memberikan angka 1
– 9 sesuai keterangan di dalam kuesioner ini.
Atas kesediannya sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
FARMASI K1
K1
K2
K3
1
K2
1
K3
K1
K1
1
K2
K2
K3
K1
1
K3
K2
K3
1
1
K1 Aflatoksin
K2: Kadar air
1
K3
K1
K2
1
PAKAN
PANGAN
K3 : Kadar abu
1
Nilai
1
3
5
7
9
2,4,6,8
1/(1-9)
Keterangan
Sama penting (equal)
Sedikit lebih penting (moderate)
Jelas lebih penting (strong)
Sangat jelas lebih penting (very strong)
Mutlak lebih penting (extreme)
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kebalikan dari nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
146
Lampiran 9 Aturan (If – then – rules) Mutu Tepung Jagung
Aturan untuk Mutu Tepung Jagung (1)
1
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
2
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
3
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
4
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
5
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
6
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air issedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
7
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
8
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
9
If (Aflatoksin is rendah) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 2)
10
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
11
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 1)
12
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
13
rendah) then (output is Grade 1)
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
14
sedang) then (output is Grade 1)
147
Aturan untuk Mutu Tepung Jagung (2)
15
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 2)
16
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 1)
17
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 2)
18
If (Aflatoksin is sedang) and (Kadar air is tinggi) and Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 2)
19
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 2)
20
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 2)
21
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is rendah) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 3)
22
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
rendah) then (output is Grade 2)
23
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 3)
24
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is sedang) and (Kadar abu is
tinggi) then (output is Grade 3)
25
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is rendah)
then (output is Grade 3)
26
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is
sedang) then (output is Grade 3)
27
If (Aflatoksin is tinggi) and (Kadar air is tinggi) and (Kadar abu is tinggi)
then (output is Grade 3)
148
Lampiran 10 Fuzzy Inference System Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Tampilan Model Sugeno untuk Pengelompokan Tepung Jagung
Representasi Variabel Input Kandungan Aflatoksin
149
Representasi Variabel Input Kadar Air
Representasi variabel input kadar abu
150
Representasi Variabel Output Kelompok Mutu Tepung Jagung
Tampilan Pengisian Aturan pada FIS – Mutu Tepung Jagung
151
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 1)
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 2)
152
Tampilan Hasil Pengelompokan Mutu Tepung Jagung (Grade 3)
153
Lampiran 11
Langkah-langkah penggunaan MINITAB 14 untuk peramalan
dengan data Timeseries.
5. Masukkan data input ke dalam Worksheet: C1, C2, ..., Cn
6. Klik Stat
7. Pilih Timeseries
154
8. Klik Time Series plot untuk plot data
Klik OK
9. Klik Trend Analysis untuk Regresi data Time Series
-
Masukkan variabel input
155
-
Pilih model type
-
Masukkan jumlah periode peramalan pada generate forecast
-
Klik OK
10.
Klik Moving average untuk metode rata-rata bergerak
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan jumlah rata-rata bergerak pada MA length
-
Masukkan jumlah periode peramalan pada Generate forecast
-
Klik OK
11.
Klik Single Exponential Smoothing untuk metode pemulusan tunggal
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan nilai alpha
-
Untuk mendapatkan alpha optimal, pilih optimal Arima
156
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
12.
Klik Double Exponential Smoothing untuk metode pemulusan ganda
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan nilai alpha dan gamma
-
Untuk mendapatkan nilai alpha dan gamma optimal, klik optimal Arima
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
13.
Klik Dekomposition untuk metode Dekomposisi
-
Masukkan variabel input
-
Masukkan panjang musiman
-
Piliha Model Type
-
Masukkan jumlah periode peramalan
-
Klik OK
157
Lampiran 12 Peramalan Permintaan Tepung Jagung dengan MINITAB Release
14 for windows
Data permintaan tepung jagung yang digunakan adalah hasil generate data
dengan nilai minimum 300 ton per bulan hingga 375 ton per bulan. Nilai ini
diperoleh dari hasil pengamatan dan diskusi dengan Manager Produksi pabrik
tepung jagung PT Amylum Corn Grits Mills. Pabrik tersebut mendapat
permintaan tepung jagung sejumlah 300 ton sampai 375 ton per bulan dari industri
pangan dan farmasi.
Data permintaan tepung jagung selama 24 periode (bulan) tertuang dalam Tabel
berikut:
Periode
Permintaan
Periode
Permintaan
1
349
13
340
2
351
14
368
3
355
15
371
4
342
16
305
5
369
17
350
6
335
18
321
7
347
19
363
8
341
20
353
9
350
21
334
10
368
22
306
11
348
23
371
12
369
24
301
158
Plot data permintaan tepung jagung
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 2
Period Forecast
25
336
26
336
27
336
28
336
Lower
286,872
286,872
286,872
286,872
Upper
385,128
385,128
385,128
385,128
159
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 3
Period Forecast
25
326
26
326
27
326
28
326
Lower
278,165
278,165
278,165
278,165
Upper
373,835
373,835
373,835
373,835
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 4
Period Forecast
25
328
26
328
27
328
28
328
Lower
280,721
280,721
280,721
280,721
Upper
375,279
375,279
375,279
375,279
160
Peramalan Permintaan dengan Moving Average N = 5
Period Forecast
25
333
26
333
27
333
28
333
Lower
286,841
286,841
286,841
286,841
Upper
379,159
379,159
379,159
379,159
Peramalan permintaan tepung jagung dengan Single Exponential Smoothing
Period Forecast
25
342,291
26
342,291
27
342,291
28
342,291
Lower
303,332
303,332
303,332
303,332
Upper
381,250
381,250
381,250
381,250
161
Peramalan permintaan tepung jagung dengan Double Exponential Smoothing
Period Forecast
25
329,730
26
327,652
27
325,575
28
323,497
Lower
286,425
283,381
280,261
277,071
Upper
373,035
371,924
370,888
369,923
Peramalan Permintaan dengan Trend Analysis (Regresi linear sederhana)
Per
samaan regresi : Yt = 357,543 - 0,913478*t
Period Forecast
25
26
27
28
334,707
333,793
332,880
331,966
162
Peramalan Permintaan dengan metode Dekomposisi
Additive Model
Fitted Trend Equation
Yt = 357,613 - 0,919022*t
Period Forecast
25
337,481
26
325,062
27
340,518
28
329,974
163
Lampiran 13 Peramalan permintaan tepung jagung dengan Double Moving
Average
Double Moving Average N = 2
Periode Aktual
S't
S''t
at
Bt
Ramal
1
349
2
351
350,00
3
355
353,00 351,50 354,50
4
342
348,50 350,75 346,25
5
369
355,50 352,00 359,00
6
335
352,00 353,75 350,25
7
347
341,00 346,50 335,50 -11,00 346,75
8
341
344,00 342,50 345,50
9
350
10
Error
Error^2
3,00
-4,50 357,50 -15,50
7,00 341,75
240,25
27,25
742,56
-3,50 366,00 -31,00
961,00
0,25
0,06
3,00 324,50
16,50
272,25
345,50 344,75 346,25
1,50 348,50
1,50
2,25
368
359,00 352,25 365,75
13,50 347,75
20,25
410,06
11
348
358,00 358,50 357,50
-1,00 379,25 -31,25
976,56
12
369
358,50 358,25 358,75
13
340
14
0,50 356,50
12,50
156,25
354,50 356,50 352,50
-4,00 359,25 -19,25
370,56
368
354,00 354,25 353,75
-0,50 348,50
19,50
380,25
15
371
369,50 361,75 377,25
15,50 353,25
17,75
315,06
16
305
338,00 353,75 322,25 -31,50 392,75 -87,75 7700,06
17
350
327,50 332,75 322,25 -10,50 290,75
18
321
335,50 331,50 339,50
8,00 311,75
9,25
85,56
19
363
342,00 338,75 345,25
6,50 347,50
15,50
240,25
20
353
358,00 350,00 366,00
16,00 351,75
1,25
1,56
21
334
343,50 350,75 336,25 -14,50 382,00 -48,00 2304,00
22
306
320,00 331,75 308,25 -23,50 321,75 -15,75
23
371
338,50 329,25 347,75
18,50 284,75
24
301
336,00 337,25 334,75
-2,50 366,25 -65,25 4257,56
59,25 3510,56
248,06
86,25 7439,06
332,25 MSE
329,75
327,25
324,75
1457,80
164
Double Moving Average N = 3
Periode Aktual
S't
S''t
at
bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
351,67
4
342
349,33
5
369
355,33 352,11 358,56
6
335
348,67 351,11 346,22
-2,44 361,78 -26,78
7
347
350,33 351,44 349,22
-1,11 343,78
3,22
10,38
8
341
341,00 346,67 335,33
-5,67 348,11
-7,11
50,57
9
350
346,00 345,78 346,22
0,22 329,67
20,33
413,44
10
368
353,00 346,67 359,33
6,33 346,44
21,56
464,64
11
348
355,33 351,44 359,22
3,89 365,67 -17,67
312,11
12
369
361,67 356,67 366,67
5,00 363,11
13
340
352,33 356,44 348,22
14
368
359,00 357,67 360,33
1,33 344,11
23,89
570,68
15
371
359,67 357,00 362,33
2,67 361,67
9,33
87,11
16
305
348,00 355,56 340,44
-7,56 365,00 -60,00 3600,00
17
350
342,00 349,89 334,11
-7,89 332,89
17,11
292,79
18
321
325,33 338,44 312,22 -13,11 326,22
-5,22
27,27
19
363
344,67 337,33 352,00
7,33 299,11
63,89 4081,79
20
353
345,67 338,56 352,78
7,11 359,33
-6,33
40,11
21
334
350,00 346,78 353,22
3,22 359,89 -25,89
670,23
22
306
331,00 342,22 319,78 -11,22 356,44 -50,44 2544,64
23
371
337,00 339,33 334,67
-2,33 308,56
24
301
326,00 331,33 320,67
-5,33 332,33 -31,33
3,22
5,89
717,05
34,68
-4,11 371,67 -31,67 1002,78
62,44 3899,31
315,33 MSE
310,00
304,67
299,33
981,78
1042,18
165
Double Moving Average N = 4
Periode Aktual
S't
S''t
at
Bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
4
342
349,25
5
369
354,25
6
335
350,25
7
347
348,25 350,50 346,00
-1,50
8
341
348,00 350,19 345,81
-1,46 344,50
-3,50
12,25
9
350
343,25 347,44 339,06
-2,79 344,35
5,65
31,88
10
368
351,50 347,75 355,25
2,50 336,27
31,73 1006,74
11
348
351,75 348,63 354,88
2,08 357,75
-9,75
95,06
12
369
358,75 351,31 366,19
4,96 356,96
12,04
145,00
13
340
356,25 354,56 357,94
1,13 371,15 -31,15
970,06
14
368
356,25 355,75 356,75
0,33 359,06
8,94
79,88
15
371
362,00 358,31 365,69
2,46 357,08
13,92
193,67
16
305
346,00 355,13 336,88
-6,08 368,15 -63,15 3987,40
17
350
348,50 353,19 343,81
-3,13 330,79
19,21
368,96
18
321
336,75 348,31 325,19
-7,71 340,69 -19,69
387,60
19
363
334,75 341,50 328,00
-4,50 317,48
20
353
346,75 341,69 351,81
3,38 323,50
29,50
870,25
21
334
342,75 340,25 345,25
1,67 355,19 -21,19
448,91
22
306
339,00 340,81 337,19
-1,21 346,92 -40,92 1674,17
23
371
341,00 342,38 339,63
-0,92 335,98
24
301
328,00 337,69 318,31
-6,46 338,71 -37,71 1421,92
45,52 2072,15
35,02 1226,46
311,85 MSE
305,40
298,94
292,48
881,90
166
Double Moving Average N = 5
Periode Aktual
S't
S''t
at
bt
Ramal
Error
Error^2
1
349
2
351
3
355
4
342
5
369
353,20
6
335
350,40
7
347
349,60
8
341
346,80
9
350
348,40 349,68 347,12
-0,64
10
368
348,20 348,68 347,72
-0,24 346,48
21,52
463,11
11
348
350,80 348,76 352,84
1,02 347,48
0,52
0,27
12
369
355,20 349,88 360,52
2,66 353,86
15,14
229,22
13
340
355,00 351,52 358,48
1,74 363,18 -23,18
537,31
14
368
358,60 353,56 363,64
2,52 360,22
7,78
60,53
15
371
359,20 355,76 362,64
1,72 366,16
4,84
23,43
16
305
350,60 355,72 345,48
-2,56 364,36 -59,36 3523,61
17
350
346,80 354,04 339,56
-3,62 342,92
7,08
50,13
18
321
343,00 351,64 334,36
-4,32 335,94 -14,94
223,20
19
363
342,00 348,32 335,68
-3,16 330,04
32,96 1086,36
20
353
338,40 344,16 332,64
-2,88 332,52
20,48
419,43
21
334
344,20 342,88 345,52
0,66 329,76
4,24
17,98
22
306
335,40 340,60 330,20
23
371
345,40 341,08 349,72
24
301
333,00 339,28 326,72
-2,60 346,18 -40,18 1614,43
2,16 327,60
43,40 1883,56
-3,14 351,88 -50,88 2588,77
323,58 MSE
320,44
317,30
314,16
848,09
167
Lampiran 14. Hasil menjalankan program dengan MATLAB R2010a untuk
meramalkan permintaan tepung jagung
1. Running program 1
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 23 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000286
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,94 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 331,04 ton
bulan 4 : 331,04 ton
168
2. Running program 2
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 51; testing : 16 ; forecasting : 4
MSE : 8,21 x 10-12
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
169
3. Running program 3
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 55; testing : 14 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000496
Hasil peramalan:
bulan 1 : 331,35 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,77 ton
bulan 4 : 330,76 ton
170
4. Running program 4
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 28 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000889
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,89 ton
bulan 2 : 330,77 ton
bulan 3 : 331,54 ton
bulan 4 : 330,78 ton
171
5. Running program 5
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 66; testing : 20 ; forecasting : 1
MSE : 6,86 x 10-9
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
172
6. Running program 6
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 54; testing : 20 ; forecasting : 1
MSE : 8,13 x 10-8
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,77 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
173
7. Running program 7
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 23 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000286
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,94 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 331,04 ton
bulan 4 : 331,04 ton
174
8. Running program 8
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 54; testing : 22 ; forecasting : 2
MSE : 5,58 x 10-36
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
175
9. Running program 9
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,1
Jumlah iterasi : training : 42; testing : 28 ; forecasting : 3
MSE : 0,0000889
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,89 ton
bulan 2 : 330,77 ton
bulan 3 : 331,54 ton
bulan 4 : 330,78 ton
176
10. Running program 10
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 38; testing : 21 ; forecasting : 2
MSE : 1,03 x 10-13
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
177
11. Running program 11
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 4; testing : 20 ; forecasting : 3
MSE : 0,00000464
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,76 ton
bulan 2 : 330,76 ton
bulan 3 : 330,93 ton
bulan 4 : 330,75 ton
178
12. Running program 12
Jumlah neuron pada hidden layer 10
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 48; testing : 14 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000966
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 331,18 ton
bulan 3 : 330,83 ton
bulan 4 : 331,46 ton
179
13. Running program 13
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 40; testing : 24 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000292
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,88 ton
bulan 2 : 331,02 ton
bulan 3 : 330,95 ton
bulan 4 : 331,04 ton
180
14. Running program 14
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 29; testing : 22 ; forecasting : 5
MSE : 0,00000363
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,76 ton
bulan 2 : 330,80 ton
bulan 3 : 330,76 ton
bulan 4 : 330,90 ton
181
15. Running program 15
Jumlah neuron pada hidden layer 8
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 61; testing : 30 ; forecasting : 2
MSE : 2,89 x 10-83
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,75 ton
182
16. Running program 16
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 40; testing : 12 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000553
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,93 ton
bulan 2 : 331,33 ton
bulan 3 : 330,90 ton
bulan 4 : 330,83 ton
183
17. Running program 17
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 64; testing : 29 ; forecasting : 1
MSE : 0,0000114
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,77 ton
bulan 2 : 331,01 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,87 ton
184
18. Running program 18
Jumlah neuron pada hidden layer 12
Fungsi aktivasi : logsig
Fungsi pembelajaran : traincgb
Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000 ; Learning rate : 0,5
Jumlah iterasi : training : 51; testing : 25 ; forecasting : 1
MSE : 0,00000195
Hasil peramalan:
bulan 1 : 330,75 ton
bulan 2 : 330,75 ton
bulan 3 : 330,75 ton
bulan 4 : 330,87 ton
185
Lampiran 2 Hasil menjalankan program prediksi produksi jagung dengan JST pada MATLAB R2010a
Run
ke-
Learning
rate
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Transfer function: logsig ; Training function: traincgb ; Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000
Iterasi
Forecast (ton/bulan)
Hidden
Training Testing Forecasting Mean Square Error
1
2
3
layer
10
10
10
8
8
8
12
12
12
10
10
10
8
8
8
12
12
12
77
136
419
69
163
173
92
231
12
88
100
77
66
56
43
59
37
69
2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
3
1
4
4
5
4
2
1
1
2
2
1
3
2
1
2
4
6,17x 10^-23
0,0000981
0,00000246
0,0000517
3,4x10^-9
0,000002
0,00002
0,000000859
0,0000988
0,0000273
0,0000687
6,17 x10^-23
0,0000485
0,0000993
0,0000242
0,0000531
0,00005
0,0000993
115546
116634
115720
115951
115552
115644
115859
115648
116514
115818
115546
115546
115573
116441
116064
116261
116283
115946
115546
115680
115546
115935
115549
115647
115874
115562
115857
116045
115546
115546
116313
116121
115715
115917
115780
115926
115546
115560
115546
115882
115546
115594
115686
115549
115890
115622
115546
115546
115598
115765
115562
115585
115637
116226
4
115546
115562
115546
115999
115546
115597
115689
115549
115791
115619
115546
115546
115600
115737
115561
115577
115634
116218
Lampiran 15 Hasil menjalankan program prediksi permintaan tepung jagung dengan JST pada MATLAB R2010a
Run
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Transfer function: logsig ; Training function: traincgb ; Goal : 0,0001 ; Epoch : 1000
Iterasi
Forecast (ton/bulan)
Learning rate Hidden layer Training Testing Forecasting
Mean Square Error
1
2
3
4
0,1
10
42
23
1
0,0000286
330,94 330,8 331,04 331,04
0,1
10
51
16
4
8,21x10^-12
330,75 330,75 330,75 330,75
0,1
10
55
14
1
0,0000496
331,35 330,76 330,77 330,76
0,1
8
42
28
3
0,0000889
330,89 330,77 331,54 330,78
0,1
8
66
20
1
6,86 x 10^-9
330,75 330,76 330,75 330,75
0,1
8
54
20
1
8,13 x 10^-8
330,77 330,75 330,75 330,75
0,1
12
42
23
1
0,0000286
330,94 330,8 331,04 331,04
0,1
12
54
22
2
5,58 x 10^-36
330,75 330,75 330,75 330,75
0,1
12
42
28
3
0,0000889
330,89 330,77 331,54 330,78
0,5
10
38
21
2
1,03 x 10^-13
330,75 330,75 330,75 330,75
0,5
10
4
20
3
0,00000464
330,76 330,76 330,93 330,75
0,5
10
48
14
1
0,0000966
330,75 331,18 330,83 331,46
0,5
8
40
24
1
0,0000292
330,88 331,02 330,95 331,04
0,5
8
29
22
5
0,00000363
330,76 330,8 330,76 330,9
0,5
8
61
30
2
2,89 x 10^-83
330,75 331,75 330,75 330,75
0,5
12
40
12
1
0,0000553
330,93 331,33 330,9 330,83
0,5
12
64
29
1
0,0000114
330,77 331,01 330,75 330,87
0,5
12
51
25
1
0,00000195
330,75 330,75 330,75 330,87
Informasi dokumen
Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Analisis Kebutuhan Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Analisis Penggunaan Model dan Kebijakan Aplikasi fungsi implikasi Logika Fuzzy Arsitektur Jaringan Jaringan syaraf tiruan Identifikasi Permasalahan Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Identifikasi Sistem Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Implikasi Manajerial Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Implikasi Teoritis Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Jagung Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Kerangka Pemikiran Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Keterbatasan Model Implikasi Teoritis Keterbatasan Model Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Kondisi Rantai Pasok Jagung Latar Belakang Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Manajemen Rantai Pasok Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Manfaat Penelitian Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan Model Pengelompokan Mutu Tepung Jagung Model Prediksi Produksi Jagung Mutu Jagung Pipilan Tepung Jagung Mutu Tepung Jagung Tepung Jagung Pembentukan himpunan fuzzy Logika Fuzzy Penelitian Terdahulu Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan Pengelompokan Mutu Tepung Jagung Pengumpulan dan Pengolahan Data Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Prediksi Permintaan Tepung Jagung Prediksi Produksi Jagung Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Proses Hirarki Analitik Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Saran Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Simpulan Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Tahapan Penelitian Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Tujuan Penelitian Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung Verifikasi dan Validasi Model
Dokumen baru