Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin
ABSTRACT
Egg Production and Qualities of Reciprocal Crosses
betweenAlabio and Pekin Ducks
Keynesandy, A. W., R. R. Noor, L. H. Prasetyo
The aim of this study was to evaluate the stability of egg production and quality of
the reciprocal crosses between Alabio and Pekin ducks. The total number of ducks
used in this study was 180 ducks, consisted of PA and AP genotypes. They were
maintained at individual cages for 11 months. The parameters observed were egg
production, age at first laying, first egg weight, body weight at laying and egg
quality. The result shows that different genotype did not affect the egg production
(P>0,05).Different genotypes did not affect egg quality (P>0,05) in almost all
parameters. Based on the observed of egg production and quality, itcan be conducted
that the stability of egg production of Alabio duck was high enough to produce
crossedducks that had height body and egg production.
Keywords: Alabio, reciprocal, egg production, egg quality
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan jenis ternak yang dapat menghasilkan daging dan telur.
Populasi itik di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 40.680.000 ekor atau
meningkat sebesar 2,1% dibandingkan dengan tahun 2008. Berdasarkan jumlah
tersebut komoditas itik mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging
nasional lebih dari 258.000 ton dan telur 2.364.000 ton (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Seiring dengan meningkatnya produksi itik
secara nasional, kebutuhan nasional akan produk itik berupa telur dan daging juga
meningkat melebihi tingkat produksinya.
Permasalahan
tersebut
dapat
diatasi
dengan
mengembangkan
dan
memanfaatkan potensi sumber daya ternak lokal yang terdapat di Indonesia salah
satunya adalah jenis itik yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya
Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu itik Alabio. Itik Alabio telah cukup dikenal
sebagai itik petelur yang sangat potensial dengan produksi telur yang tinggi dan
penampilan fisik yang sangat berbeda dengan jenis unggas atau itik lain yang ada di
pulau Jawa dan merupakan plasma nuftah ternak yang layak dibanggakan.
Dewasa ini itik Alabio telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia,
terutama di pulau Jawa. Sejalan dengan perkembangannya, itik Alabio ternyata
masih banyak dibudidayakan secara tradisional oleh para peternak yang
memungkinkan terjadinya perkawinan yang tidak diharapkan seperti perkawinan
antara itik Alabio dengan itik tipe petelur lainnya bahkan mungkin dapat terjadi
perkawinan antara itik Alabio dengan itik tipe pedaging seperti itik Pekin. Itik Pekin
yang terdapat di Indonesia saat ini berasal dari daratan China dan ternyata memiliki
kemampuan yang cukup baik untuk beradaptasi, sehingga populasinya semakin
banyak. Karakteristik itik Pekin lebih umum dikenal sebagai jenis itik pedaging
karena postur dan bobot badannya yang besar. Persilangan tak terstruktur antara itik
Alabio dan itik Pekin tersebut memungkinkan dapat menyebabkan perubahan mutu
genetik dari itik Alabio itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya pengamatan
terhadap kestabilan sifat produksi dan kualitas telur pada itik Alabio yang
disilangkan secara resiprokal dengan itik Pekin, sehingga dapat diketahui seberapa
kuat sifat produksi dari itik Alabio yang diwariskan. Beberapa sifat produksi yang
1
diamati dalam penelitian ini adalah produksi telur, umur pertama bertelur, bobot
pertama bertelur, dan kualitas telur yang dihasilkannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengevaluasi kestabilan sifat produksi
dan kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin.
Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil
persilangan resiprokal.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Alabio
Itik alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai
keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di
Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai
Tengah (HST), dan Hulu Sungai Utara (HSU).Itik Alabio memiliki ciri warna bulu
coklat dengan bintik-bintik putih di seluruh badan dengan garis putih di sekitar mata.
Pada itik jantan, warna bulu cenderung gelap, sayapnya terdapat beberapa helai bulu
suri berwarna hijau kebiruan mengkilap, warna paruh dan kaki kuning terang. Berat
badan bobot badan itik betina umur 6 bulan 1,60 kg dan jantan 1,75 kg dan produksi
telur rata-rata 220-250 butir/ekor/tahun (Haqiqi, 2008).
Gambar 1. Itik Alabio
Sulaiman dan Rahmatullah (2011) mengatakan bahwa itik Alabio memiliki
karakteristik
eksterior
dari
segi
posisi
tubuhitik
Alabio(sudutelevasi)pada
0
saatpenelitiandidapatkanbesarsudutyang sama yaitu 60 , sedangkanbentuktubuhdari
hasilpengamatandi lapangan itikAlabio lebihmiripmenyerupai bentukbotol pada saat
dilihatdari
atas
kepala
padasaatdiammemilikibentuksegitiga
sampai
dilihat
kaki
saat
dari
tegak,sedangkan
sampingdan
pada
saatitiktersebutdiam.Warnabulu itik Alabiosecara umumnyaberwarnabulu coklatagak
kelabudan seluruhbulunyaterdapat warna bercak-bercak(fleck)hitam.Itik Alabio
memiliki variasi warna paruh yaitu warna kuning hingga jingga dan memiliki warna
pada kaki (shank) yang juga bervariasi dari warna kuning muda hingga jingga.
3
Produksi Telur
Produktivitas itik ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu genetik dan
lingkungan (Ketaren et al., 1999). Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan
kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi
dari gen yang menyusunnya, sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan
tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh
karena itu, perbaikan mutu bibit, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan
meningkatkan produktivitas itik tersebut. Purbaet al. (2001) mengemukakan bahwa
rata-rata produksi telur itik Alabio pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih
stabil bila dibandingkan dengan sistem kandang litter.Prasetyo et al. (2003)
menyatakan bahwa produksi itik MA (Mojosari-Alabio) dan MM (MojosariMojosari) selama 3 bulan pada umur 7 bulan produksi masing-masing sebesar 79,4%
dan 52,47%.
Umur Pertama Bertelur
Menurut Ketaren et al. (1999) umur bertelur pertama tidak mencerminkan
tingkat produktivitas telur itik. Hal ini terbukti bahwa dari hasil penelitiannya
menunjukkan itik yang paling terakhir mulai bertelur (umur 130 hari) memiliki
kemampuan produksinya lebih tinggi dari itik yang lebih dahulu bertelur. Pada hasil
penelitiannya umur pertama bertelur itik Alabio dicapai pada umur 130; 116 dan
121hari dengan rataannya 122hari. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Prasetyo
dan Susanti (2000) dimana hasil tersebut menyatakan bahwa itik yang memiliki umur
bertelur lebih cepat dapat menghasilkan produksi telur yang lebih banyak. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitiannya dimana itik MA memiliki umur bertelur pertama
paling cepat (153 hari) dan produksi telurnya lebih banyak dibandingkan dengan itik
AA; MM dan AM. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu
jumlah dan jenis pakan yang diberikan serta cara pemeliharaannya.Itik Cihateup
yang berasal dari daerah Tasikmalaya dan Garut memiliki umur pertama bertelur
lebih cepat yang masing-masing dicapai pada 145,75 dan 139,94 hari memiliki
produksi telur selama 7 minggu produksi sebesar 79,22% dan 86,70% (Suretno,
2006). Berbeda dengan itik Cihateup, hasil penelitian Purna(1999) menunjukkan
bahwa rataan umur pertama bertelur itik Mojosari dan itik Tegal secara berturut-turut
sebesar 206,02 hari dan 211,24 hari.
4
Susanti (2003) menemukan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio dicapai
pada 150,3 hari atau 21,5 minggu berbedaPrasetyo dan Susanti (2000) menyatakan
bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169,89 hari.Itik yang bertelur terlalu
cepat, akan menghasilkan telur yang kecil-kecil dan masa produksi tidak lama. Oleh
sebab itu, umur pertama bertelur harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi
disamping produksi telur, karena umur pertama bertelur akan mempengaruhi bobot
telur, dan bobot DOD sertabobot badan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi
populasi itik yang memiliki bobot badan yang rendah di masa yang akan datang
sebagai akibat seleksi yang kurang tepat (Susanti, 2003).
Bobot Telur Pertama
Konsekuensi umur pertama bertelur yang lebih cepat akan menyebabkan
rendahnya bobot telur yang menyebabkan rendahnya bobot DOD (Susanti, 2003).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ketaren et al. (1999) dimana itik Alabio yang
memiliki umur pertama bertelur relatif lebih cepat dengan rataan 122 hari memiliki
rataan bobot telur itik pertama yang relatif kecil juga berkisar antara 42-48 g. Setelah
itu, rataan bobot telur meningkat menjadi 58,5 g dan kemudian naik 71,1 g pada
umur 280-301hari.Berbeda dengan Suretno (2006) yang mengamati umur pertama
bertelur itik Cihateup yang lebih cepat yaitu 145,75 dan 139,94 hari namun memiliki
bobot telur pertama yang lebih tinggi sebesar 51,75 dan 52,90 g. Prasetyo dan
Susanti (2000) menyatakan bahwa bobot telur pertama pada itik AA; MM; AM dan
MAmasing-masing sebesar 56,39; 53,69; 56,07 dan 56,66. Purna (1999) menyatakan
bahwa bobot telur pertama itik Tegal sebesar 57,87g.
Bobot Badan Pertama Bertelur
Bobot itik pada saat pertama bertelur sangat berpengaruh terhadap berat telur
pertama, dimana itik yang memiliki bobot badan yang ringan saat bertelur cenderung
akan menghasilkan bobot telur pertama yang kecil, sebaliknya itik yang memiliki
bobot badan yang berat saat bertelur cenderung akan menghasilkan bobot telur yang
berat pula (Prasetyo dan Susanti, 2000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bobot
badan pertama saat bertelur pada itik AA; MM; AM dan MA masing-masing adalah
1906; 1616; 1741 dan 1803 g. Suretno (2006) menyatakan bobot badan pertama
bertelur itik Cihateup yang berasal dari Tasikmalaya dan Garut masing-masing
5
sebesar 1503,17 dan 1531,97 g, sedangkan bobot badan pertama bertelur itik Tegal
sebesar 1651,27 g (Purna, 1999).
Itik Pekin
Itik Pekin merupakan salah satu jenis itik pedaging unggul yang berasal dari
China.Kokoszynski et al. (2007) menyatakan bahwa itik Pekin memiliki variasi yang
cukup tinggi pada bobot telur fase awal produksi dengan rataan bobot telur sebesar
71,7 g dan bobot telurnya terus meningkat sampai fase akhir produksi dengan nilai
sebesar 86,7 g.Produksi telur itik Pekin selama 3 bulan pada umur produksi 8 sampai
10 bulan pada tiga lokasi peternakan yang berbeda secara berturut-turut sebesar
57,31%; 56,84% dan 55,51% sehingga rataan produksi telur itik pekin pada
penelitian Monica (2010) sebesar 56,55%.
Gambar 2. Itik Pekin
Kualitas Telur
Menurut Prasetyo dan Susanti (2000), pada penelitiannya kualitas telur dapat
diketahui dengan mengamati berat kuning telur, warna kuning telur, berat kerabang
basah, berat kerabang kering, tebal kerabang, berat putih telur dan nilai HU. Hasil
pada penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil penelitian Zubaidah (2001) menyebutkan bahwa itik Alabio memiliki
bobot kerabang sebesar 5,99 g dengan ketebalan kerabang 40,2 mm. Hasil lainnya
menyebutkan nilai HU pada itik Alabio sebesar 86,06 dengan skor warna kuning
telur 8,12.
Itik Pekin menurut Kokoszynski et al. (2007) memiliki rataan bobot telur
sebesar 80,7 g, rataan bobot putih telur sebesar 47,9 g, rataan bobot kuning telur
6
sebesar 24,9 g, rataan nilai HU sebesar 79,9 dan rataan warna kuning telur sebesar
3,5.
Tabel 1. Parameter Kualitas TelurItik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan Bali Coklat
Parameter
Genotipa
1
AA
1
MM
1
AM
1
MA
2
Bali Putih
2
Bali Coklat
Berat Kuning Telur (g)
15,97
16,65
14,74
16,58
16,76
17,94
Warna Kuning Telur
6,09
5,61
7,31
6,21
8,48
8,56
Berat Kerabang Basah (g)
7,04
6,52
6,63
7,01
6,38
6,69
Berat Kerabang Kering (g)
5,67
5,14
5,44
5,56
5,26
5,43
Tebal Kerabang (mm)
36,33
34,74
33,94
36,47
32,98
33,73
Berat Putih telur (g)
40,87
38,04
38,45
40,43
33,70
35,13
HU
120,6
115,3
116,5
116
102,84
101,80
Keterangan : AA: Alabio; MM: Mojosari; AM: Alabio x Mojosari; MA: Mojosari x Alabio. 1Hasil
penelitian Prasetyo dan Susanti (2000).2Hasil penelitian Setioko et al. (2002).
Indeks Telur
Indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh sifat
genetik, bangsa, dan juga dapat disebabkan oleh proses-proses yang terjadi selama
pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus(Dharma et
al., 2002). Pengukuran indeks telur dilakukan dengan mengukur perbandingan lebar
dan panjang telur. Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks
yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan
memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79%
penampilannya akan lebih bulat.Noyansa (2004) menyatakan bahwa indeks telur itik
Alabio; Mojosari; Alabio x Mojosari dan Mojosari x Alabio masing-masing sebesar
78,78%; 81,36%; 81,81% dan 77,30%. Indeks telur itik Cihateup memiliki rataan
sebesar 80,18% dan 81,37% (Suretno, 2006).Indeks telur itik Pekin pada fase awal;
pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%;
74,5% dan 75% (Kokoszynski et al., 2007).
Resiprokal
Persilangan yang mungkin dilakukan pada dua bangsa unggas menurut Noor
(2001) adalah persilangan resiprokal, backcross, sintetik optimum atau sintetik
seimbang. Persilangan resiprokal adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua
induk berperan sebagai pejantan dalam suatu persilangan, dan sebagai betina dalam
7
persilangan yang lain. Seleksi berulang resiprokal memperbaiki kemampuan
berkombinasi spesifik maupun umum. Caranya adalah dengan melakukan seleksi
terhadap dua populasi dalam waktu yang bersamaan. Pada perkawinan pertama induk
pertama difungsikan sebagai induk betina, adapun induk kedua, berfungsi sebagai
induk jantan. Sebaliknya pada perkawinan ke dua, induk pertama sebagai induk
jantan dan induk kedua sebagai induk betina(A ♀ x B ♂ ; B ♀ x A ♂).
8
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Pengamatan sifat produksi dan kualitas telur dilakukan di kandang percobaan
itik Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian dilakukan selama 11 bulan
mulai pada Desember 2010 sampai dengan November 2011.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik betina PA
(pejantan Pekin-betina Alabio) 90 ekor dan itik betina AP (pejantan Alabio-betina
Pekin) 90 ekor yang merupakan hasil dari persilangan resiprokal antara itik Alabio
(Anas Platyrhynchos Borneo) dengan itik Pekin (Anas Platyrhynchos domesticus) di
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sesuai standar yang biasa diberikan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, yaitu
konsentrat itik 25% dan campuran dedak dengan katul 75% dimana kadar Protein
Kasar yang dihasilkan sekitar 18%.Selain itu, jumlah pakan yang diberikan untuk
kedua jenis itik sama yaitu sekitar 250 g/ekor/hari.Air minum diberikan ad libitum.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
(cages) yang telah diberikan nomor sebanyak 180 unit beserta tempat pakan, minum
dan pengkoleksian telur, gelas pakan, egg tray, timbangan Mettler P1210, cawan
kaca, Haugh Units (HU) meter, Yolk Colour Fan, jangka sorong, mikrometer serta
alat tulis dan catatan.
Prosedur
Populasi dasar (P0) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu itik Alabio
(Anas Platyrhynchos Borneo) dan itik Pekin(Anas Platyrhynchos domesticus)
dengan umur sekitar 4 bulan (menjelang bertelur) yang sudah dikoleksi di Balai
Penelitian Ternak sejak tahun 2010. Itik Alabio yang digunakan sebanyak 25 ekor (5
ekor jantan dan 20 ekor betina), sedangkan itik Pekin yang digunakan sebanyak 23
ekor terdiri atas 5 ekor jantan dan 18 ekor betina. Persilangan kedua jenis itik
tersebut dilakukan secara resiprokal, sehingga didapatkan keturunan berupa 90 ekor
itik betina PA dan 90 ekor itik betina AP.
9
P0
F1
Pekin Jantan
X
Alabio Betina
Alabio Jantan
PA Betina PA Jantan
X
Pekin Betina
AP Betina AP Jantan
Gambar3. Skema persilangan resiprokal itik Alabio dan itik Pekin
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur pertama bertelur,
bobot badan pertama bertelur, bobot telur pertama dan peubah lainnya yang juga
diamati adalah kualitas telur.
Pengamatan sifat produksi yang diamati meliputi:
1. Umur pertama bertelur:diketahui dengan menghitung dari tanggal DOD
menetas sampai dengan tanggal pertama kali bertelur.
2. Bobot badan pertama bertelur:diperoleh melalui penimbangan pada hari saat
individu itik pertama kali bertelur.
3. Bobot telur pertama:diukur dengan menimbang telur yang pertama kali
dihasilkan oleh masing-masing individu itik.
4. Produksi telur 3 bulan: diperoleh melalui pengoleksian telur selama 3 bulan
(umur 8 bulan sampai 10 bulan produksi) dari masing-masing genotipayang
memiliki umur pertama bertelur dengan selang 164-172 hari.
5. Kualitas Telur: dilakukan dengan mengamati 10 sampai 20 butir telur yang
meliputi:
a) Indeks Telur: pengukuran meliputi panjang dan lebar telur. Telur yang
akan diamati sebelumnya dilakukan proses pembersihan. Panjang dan
lebar telur diukur dengan menggunakan jangka sorong.
b) Bobot Telur: diukur dengan menggunakan timbangan Mettler P1210.
Pengukuran bobot telur dilakukan bertujuan untuk dapat menghitung nilai
Haugh Unit telur.
c) Haugh Unit:dilakukan dengan menggunakan HU meter. Pengukuran
dilakukan pada ketinggian putih telur yang dihubungkan terhadap bobot
telur.
d) Warna Kuning Telur: dilakukan dengan menyesuaikan warna kuning telur
dengan menggunakan Yolk Colour Fan.
10
e) Bobot Putih dan Kuning Telur: dilakukan dengan menggunakan
timbangan ukur yang telah dilapisi cawan kaca sebagai wadah putih atau
kuning telur.
f) Kerabang: meliputi bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering
yang dilakukan dengan menimbang kerabang. Selain itu, pengukuran
pada kerabang juga dilakukan dengan mengukur ketebalan dari kerabang
kering yang telah dibersihkan dari selaput putih telurnya dengan
menggunakan mikrometer.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan dua taraf perlakuan berupa genotipa hasil persilangan
itik Alabio dan Pekin,yaitu AP dan PA. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis of variance (ANOVA).Menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2006), model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Gi+ εij
Keterangan: Yij=rataan sifat produksi pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-jµ
=rataan umum
Gi = pengaruh genotipa ke-i
εij=pengaruh acak dari pengamatan setiap telur
Pengujian parameter indeks telur dilakukan dengan menggunakan ttest.Irianto (2008) menerangkan bahwa rumus t-test yang digunakan adalah sebagai
berikut:
μ
Keterangan
μ
:
= rataan sampel a
= rataan sampel b
μ = rataan populasi a
μ = rataan populasi b
sba = simpangan baku a
sbb = simpangan baku b
n = jumlah sampel
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Itik
Kestabilan sifat produksi dari itik Alabio dapat diketahui dengan melakukan
persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin dimana induk itik Alabio
pada satu persilangan bertindak sebagai pejantan dan pada persilangan lain bertindak
sebagai induk. Persilangan resiprokal tersebut menghasilkan itik PA (pejantan Pekin
dengan betina Alabio) dan itik AP (pejantan Alabio dengan betina Pekin). Itik PA
dan itik AP dari hasil persilangan tersebut kemudian dilakukan pemeliharaan dan
diberikan pakan yang sama untuk mendapatkan sifat produksi dan kualitas telur yang
dihasilkan. Sifat produksi dari itik PA dan itik AP akan memberikan nilai yang dapat
menggambarkan tentang kestabilan sifat produksi dari itik Alabio tersebut. Hasil
penelitian pada sifat-sifat produksi telur itik PA dan AP yaitu umur pertama bertelur,
bobot telur pertama, bobot badan pertama bertelur dan produksi telur tercantum pada
Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Produksi Itik PA dan AP
PA
AP
x ± s.e
x ± s.e
Umur Pertama Bertelur (hari)
168,95 ± 3,42
172,82 ± 3,44
Bobot Telur Pertama (g)
62,12 ± 0,80
62,15 ± 0,98
Bobot Badan Pertama Bertelur (g)
2445,7 ± 26,2
2430 ± 34,3
84,7 ± 1,49
78,1 ± 4,52
Parameter
Produksi Telur 3 Bulan (%)
Keterangan:Nilai tanpa superskrips pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata
(P>0,05). PA = pejantan Pekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin
Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa umur pertama bertelur itik PA
dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05), demikian pula dengan bobot telur pertama,
bobot badan pada saat bertelur pertama dan produksi telur selama 3 bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa itik Alabio baik sebagai pejantan maupun betina menghasilkan
keturunan yang memiliki sifat produksi yang tidak berbeda, dalam arti lain itik
Alabio memiliki sifat produksi yang stabil.
Secara umum, sifat produksi itik PA dan AP cenderung mirip dengan galur
murninya yaitu itik Alabio jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan
12
Susanti (2000) yang menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah
169.89 hari. Susanti (2003) menyatakan bahwa umur pertama bertelur dapat
mempengaruhi produktivitas itik. Konsekuensi umur pertama bertelur yang relatif
cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang akan menyebabkan rendahnya
bobot DOD. Oleh sebab itu, umur pertama bertelurjuga harus dipertimbangkan
sebagai kriteria seleksi disamping sifat produksi lainnya.
Rataan bobot telur pertama itik PA dan AP yang diperoleh pada penelitian ini
masing-masing sebesar 62,12 g dan 62,15 g. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan
rataan bobot telur pertama hasil persilangan resiprokal itik Alabio dan Mojosari
masing-masing sebesar 56,66 g dan 56,07 g. Perbedaan hasil tersebut diduga
dipengaruhi oleh faktor genetik dimana itik Pekin memiliki performa tubuh yang
lebih besar sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan bobot telurnya. Hal tersebut
juga terjadi pada parameter bobot badan saat pertama bertelur dimana diduga
terdapat pengaruh genetik antara itik PA dan AP yang masing masing memiliki
bobot sebesar 2445,7 g dan 2430 g dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti
(2000) yang menyatakan bahwa bobot badan itik MA dan AM saat pertama bertelur
masing-masing sebesar 1803 g dan 1741 g.
Produksi telur merupakan hal yang sangat penting dalam pemeliharaan itik
karena merupakan salah satu kriteria seleksi yang umum dipertimbangkan oleh para
peternak.Berdasarkan hasil analisis statistik dengan keragaman yang tidak homogen
diketahui bahwa produksi telur itik PA dan AP selama 3 bulan pada umur 7 bulan
produksi tidak berbeda nyata dengan nilai sebesar 84,7% dan 78,1%. Hasil tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi itik MA dan MM pada penelitian
Prasetyo et al. (2003) dimana produksi itik MA dan MM selama 3 bulan pada umur 7
bulan produksi masing-masing sebesar 79,4% dan 52,47%. Produksi telur pada
penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi telur itik Pekin
pada penelitian Monica (2010) dimana rataan produksi telur itik Pekin selama 3
bulan pada umur 8 sampai 10 bulan produksi mencapai 56,55%. Hal ini disebabkan
karena performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan
kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi
13
dari gen yang menyusunnya,sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan
tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh
karena itu perbaikan mutu genetik, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan
meningkatkan produktivitas itik tersebut.
Kualitas Telur
Pengukuran kualitas telur dalam penelitian ini dilakukan pada bobot telur,
kuning telur, putih telur, kerabang basah dan kering, serta nilai HU, warna kuning
telur dan tebal kerabang. Pengamatan dilakukan pada telur pertama, 1 bulan dan 2
bulan. Hasil pengamatan kualitas telur pertama itik PA dan AP dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama
Telur Pertama
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
62,64±0,80
AP
x ± s.e
62,74±1,00
Bobot Kuning Telur (g)
17,07±0,39
17,94±0,41
Bobot Putih Telur (g)
39,29±0,44
38,44±0,54
Bobot Kerabang Basah (g)
7,53a±0,08
7,87b±0,10
Bobot Kerabang Kering (g)
6,27a±0,07
6,57b±0,09
108,23a ±0,32
106,51b±0,34
Warna Kuning Telur
10,92±0,10
10,70±0,14
Tebal Kerabang (mm)
39,16±0,37
38,85±0,30
Indeks Telur (%)
74,7a ±2,87
72,84b±3,06
H.U.
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 3. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur
pertama yang dihasilkannya, hanya pada beberapa parameter seperti bobot kerabang
basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada kualitas telur pertama. Pengamatan
pada kualitas telur pertama menunjukkan bahwa bobot kerabang basah dan kering
itik AP lebih besar daripada itik PA.
14
Bobot kerabang kering itik AP lebih besar dibandingkan itik PA, hal ini
dikarenakan nilai dari kerabang kering merupakan penyusutan dari bobot kerabang
basah selama pengeringan dimana bobot kerabang basah itik AP juga lebih tinggi
dari itik PA. Bobot kerabang basah dan kering telur itik PA dan itik AP lebih tinggi
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang
menyatakan bobot kerabang basah dan kering masing-masing pada telur Alabio
sebesar 7,04 g dan 5,67 g.
Nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi dibanding itik AP.Hal
yang sama juga terlihat pada indeks telur itik PA yang memiliki nilailebih tinggi
dibanding itik AP.Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks
yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan
memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79%
penampilannya akan lebih bulat, sehingga indeks telur yang didapatkan dari hasil
penelitian ini memiliki bentuk yang relatif panjang. Indeks telur yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks
telur itik Alabio pada Noyansa (2004) yang mengatakan bahwa indeks telur itik
Alabio sebesar 78,78% namun cenderung lebih mirip kepada indeks telur itik Pekin
pada penelitian Kokoszynski et al. (2007) yang menyatakan bahwa indeks telur itik
Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki
rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75%. Dharma et al. (2002) menjelaskan bahwa
indeks telur yang mencerminkan bentuk telur dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa
serta proses pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan
isthmus.
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 4. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur 1
bulan yang dihasilkan hanya pada bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal
kerabang pada kualitas telur 1 bulan. Pengamatan pada kualitas telur 1 bulan
menunjukkan bahwa bobot kerabang kering itik PA memiliki nilai yang berbeda
nyata dengan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bobot kerabang
kering itik AP. Hal ini diduga adanya keragaman proporsi sisa putih telur yang
menempel pada kerabang saat pengamatan mengingat bobot kerabang basah yang
dihasilkannya tidak berbeda nyata dengan proses pengeringan yang sama.
15
Tabel 4. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 1 Bulan
1 Bulan
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
71,23±1,59
AP
x ± s.e
75,8±2,32
Bobot Kuning Telur (g)
21,20±0,55
22,26±0,30
Bobot Putih Telur (g)
42,76±1,02
45,66±1,93
Bobot Kerabang Basah (g)
9,15±0,25
9,4±0,24
Bobot Kerabang Kering (g)
7,27a±0,14
7,88b±0,19
105,05a±0,52
108,13b±0,89
9,7±0,21
9,63±0,46
Tebal Kerabang (mm)
a
36,33 ±0,37
38,29b±0,55
Indeks Telur (%)
76,48±2,23
75,26±2,35
H.U.
Warna Kuning Telur
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Nilai HU yang dihasilkan pada telur 1 bulan menunjukkan bahwa adanya
perbedaan hasil dengan pengamatan telur pertama. Hal ini dapat dilihat bahwa pada
telur pertama nilai HU itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik PA,
sedangkan pada pengamatan telur 1 bulan nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.
Tebal kerabang itik PA lebih rendah dibandingkan dengan itik AP pada
pengamatan telur 1 bulan.Tebal kerabang akan memberikan pengaruh pada
terjaganya kualitas telur selama proses penyimpanan, selain itu tebal kerabang juga
akan mempengaruhi daya tetas selama penetasan. Kerabang yang memiliki ketebalan
yang tinggi dapat menghambat proses peretakan yang terjadi saat DOD akan keluar
dari telur, namun kerabang yang memiliki ketebalan yang rendah dapat
memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba selama proses menetas. Romonoff
dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa tebal kerabang normal berkisar antara 30 –
50 mm, sehingga tebal kerabang dari hasil penelitian ini masih termasuk normal.
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 5. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur 2
bulan yang dihasilkan hanya pada parameter bobot putih telur, nilai HU dan warna
kuning telur. Bobot putih telur pada pengamatan telur 2 bulan menunjukkan bahwa
16
bobot putih telur itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot putih telur itik
AP.
Tabel 5. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 2 Bulan
2 Bulan
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
77,01±1,06
AP
x ± s.e
74,18±1,03
Bobot Kuning Telur (g)
23,5±0,45
23,55±0,44
a
45,95 ±0,64
43,32b±0,65
Bobot Kerabang Basah (g)
9,23±0,16
9,29±0,15
Bobot Kerabang Kering (g)
7,57±0,13
7,31±0,12
H.U.
110,21a±0,66
106,39b±0,70
Warna Kuning Telur
10,76a±0,24
9,75b±0,20
Tebal Kerabang (mm)
37,63±0,59
36,65±0,42
Indeks Telur (%)
75,27±2,75
75,26±2,35
Bobot Putih Telur (g)
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Pengamatan pada nilai HU di telur 2 bulan menunjukkan nilai yang berbeda
jika dibandingkan dengan pengamatan pada telur 1 bulan. Nilai HU telur 2 bulan
menunjukkan bahwa itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan itik AP. Walaupun terdapat perbedaan pada kualitas telur pertama, 1 bulan
dan 2 bulan, nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai HU pada itik Alabio pada penelitian Prasetyo dan Susanti
(2000) yang menyatakan bahwa nilai HU itik Alabio sebesar 120,6. Namun nilai HU
yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih termasuk dalam kategori telur yang
memiliki kualitas AA (>72), hal ini dikarenakan bahwa telur-telur yang diamati
merupakan telur segar. Hal ini didukung oleh Stadelman dan Cotterill (1995) yang
menyatakan bahwa telur yang memiliki kualitas AA memiliki nilai HU sebesar 72
atau lebih.
Itik PA dan AP yang merupakan hasil persilangan resiprokal antara itik
Alabio dan itik Pekin berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan memiliki sifat
produksi yang sama dan juga kualitas telur yang tidak jauh berbeda. Walaupun
17
demikian sifat produksi dan kualitas telur itik PA dan AP memiliki nilai yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan galur murninya yaitu itik Alabio meskipun terdapat
beberapa faktor yang berbeda seperti nutrisi pakan yang diberikan dan kondisi
lingkungan saat pengamatan berlangsung.menunjukkan bahwa bobot putih telur dan
nilai HU itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.
18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan Pekin (PA dan AP)
memiliki performa sifat produksi yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
menggambarkan bahwa kestabilan sifat produksi dari itik Alabio cukup tinggi. Selain
itu, nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata, hanya pada beberapa
parameter seperti bobot kerabang basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada
kualitas telur pertama; bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal kerabang pada
kualitas telur 1 bulan serta bobot putih telur, nilai HU dan warna kuning telur pada
kualitas telur 2 bulan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui nilai heterosis
yang dihasilkan dari persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan Itik
Pekin.Selain itu, juga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengetahui
faktor yang bertanggung jawab terhadap timbulnya pengaruh maternal pada
persilangan tersebut.
19
PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR
HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA
ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN
SKRIPSI
ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR
HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA
ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN
SKRIPSI
ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
RINGKASAN
ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY. D14080311. 2012. Performa Sifat
Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio
dengan Itik Pekin.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M.Agr
Itik Alabio merupakan sumber daya ternak lokal di Indonesiayang berpotensi
untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai penghasil daging dan
telur.Namun, itik Alabio lebih umum dikenal sebagai itik penghasil telur
dibandingkan sebagai itik penghasil daging.Pada umumnya itik Alabio
dibudidayakan secara tradisional oleh para peternak yang memungkinkan terjadinya
perkawinan tidak terstruktur yang dapat mengakibatkan perubahan sifat produksi dari
itik Alabio tersebut.
Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin yang telah dilakukan
oleh BPT Ciawi diamati untuk dapat mengetahui kestabilan sifat produksi dari hasil
persilangan resiprokal tersebut.Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik
Pekin yang menghasilkan sebanyak 90 ekor itik betina PA (pejantan Pekin-betina
Alabio) dan 90 ekor itik betina AP (pejantan Alabio-betina Pekin) selanjutnya
dipelihara selama 11 bulan dalam kandang baterai dengan perlakuan pakan yang
sama. Pengamatan dilakukan terhadap sifat produksi dan kualitas telur yang
dihasilkan masing-masing genotipa.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sifat produksi diantaranya umur
pertama bertelur (UPB), bobot telur pertama (BTP), bobot badan pertama bertelur
(BBPT) dan produksi telur 3 bulan dari itik PA dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil pengamatan kualitas telur secara umum juga menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (P>0,05) hanya pada beberapa peubah yang memiliki nilai berbeda
nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil pengamatan pada sifat produksi dan kualitas telur
yang dihasilkan dapat diketahui bahwa kestabilan dari sifat produksi itik Alabio
cukup tinggi bahkan persilangan tersebut dapat menghasilkan bangsa itik yang
memiliki bobot badan dan produksi telur yang tinggi.
Kata-kata Kunci: Alabio, pekin, resiprokal, produksi telur, kualitas telur
ii
ABSTRACT
Egg Production and Qualities of Reciprocal Crosses
betweenAlabio and Pekin Ducks
Keynesandy, A. W., R. R. Noor, L. H. Prasetyo
The aim of this study was to evaluate the stability of egg production and quality of
the reciprocal crosses between Alabio and Pekin ducks. The total number of ducks
used in this study was 180 ducks, consisted of PA and AP genotypes. They were
maintained at individual cages for 11 months. The parameters observed were egg
production, age at first laying, first egg weight, body weight at laying and egg
quality. The result shows that different genotype did not affect the egg production
(P>0,05).Different genotypes did not affect egg quality (P>0,05) in almost all
parameters. Based on the observed of egg production and quality, itcan be conducted
that the stability of egg production of Alabio duck was high enough to produce
crossedducks that had height body and egg production.
Keywords: Alabio, reciprocal, egg production, egg quality
iii
PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR
HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA
ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN
ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY
D14080311
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iv
Judul
: Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan
Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin
Nama : Achdyawan Wenda Keynesandy
NIM
: D114080311
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc)
NIP. 19610210 198603 1 003
(Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M.Agr)
NIP. 19510917 197901 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc)
NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 25 Mei 2012
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1990 di Balikpapan, Kalimantan
Timur.Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs.
Wiek Suripto dan Ibu Dra.Henny Widiastuti.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2002 di Sekolah
Dasar Negeri (SDN) 011 pagi Palmerah, Jakarta.Sekolah Menengah Pertama
diselesaikan pada tahun 2005 di SLTP Negeri 88 Slipi, Jakarta dan Sekolah
Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2008 di SMU Negeri 23 Jakarta.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008 dan terdaftar
sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
sebagai
anggota
Badan
Eksekutif
Mahasiswa
pada
Departemen
Sosial
Kemasyarakatan selama periode 2009-2010. Selain itu penulis juga aktif dalam
kegiatan kepanitian diantaranya Bina Desa ‘Neglasari’ BEM-D sebagai Koordinator
Lapangan, Dekan Cup BEM-D sebagai Ketua Divisi Basket, Fapet Show Time
BEM-D sebagai Ketua Divisi Fapet In Action serta anggota tim Basket Fakultas
Peternakan pada Olimpiade Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (OMI) periode
2010-2011.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmannirrohim,
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat-Nya sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul “Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil
Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin” dalam rangka
penyelesaian studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Isntitut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tidak lupa penulis
haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat
serta orang-orang yang senantiasa lurus di jalan-Nya.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan
November 2011 di Kandang Percobaan Itik Balai Penelitian Ternak Ciawi,
Bogor.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kestabilan sifat produksi dan
kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin.Selain
itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil
persilangan tersebut sehingga diharapkan hasilnya dapat dijadikan acuan dalam
sistem pemuliabiakan itik Alabio.
Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
semangat, membantu dan mengizinkan untuk mempergunakan materi-materi yang
digunakan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.Penulis juga menyadari dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan didalamnya.Oleh karena itu, saran
dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan penulis untuk perbaikan di masa
mendatang.
Bogor, Juni 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................
ii
ABSTRACT.......................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
xii
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan ....................................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
Itik Alabio ..............................................................................................
Produksi Telur............................................................................
Umur Pertama Bertelur ..............................................................
Bobot Telur Pertama ..................................................................
Bobot Badan Bertelur Pertama ..................................................
Itik Pekin ................................................................................................
Kualitas Telur ........................................................................................
Indeks Telur ...........................................................................................
Resiprokal ..............................................................................................
3
3
4
5
5
6
6
7
8
MATERI DAN METODE ................................................................................. 9
Lokasi dan Waktu ..................................................................................
Materi .....................................................................................................
Prosedur .................................................................................................
Rancangan dan Analisis Data ............................................................................
9
9
10
11
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 12
Produksi Telur........................................................................................ 12
Kualitas Telur ........................................................................................ 14
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 19
Kesimpulan ............................................................................................ 19
Saran ...................................................................................................... 19
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................
20
viii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
LAMPIRAN....................................................................................................... 23
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Parameter Kualitas Telur Itik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan
Bali Coklat .............................................................................................
7
2. Sifat Produksi Itik PA dan AP ......................................................................
12
3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama ..................................................
14
4. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 1 Bulan ..............................................
16
5. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 2 Bulan ......................................................
17
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Itik Alabio ...............................................................................................
3
2. Itik Pekin ...................................................................................................
6
3. Skema Persilangan Resiprokal Itik Alabio dan Itik Pekin ......................
9
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil ANOVA Bobot Badan Pertama Bertelur ......................................
24
2. Hasil ANOVA Umur Pertama Bertelur ........................................................
24
3. Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama ............................................................
24
4. Hasil ANOVA Produksi Telur 3 Bulan ........................................................
24
5. Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama ............................................................
24
6. Hasil ANOVA Bobot Telur 1 Bulan.............................................................
24
7. Hasil ANOVA Bobot Telur 2 Bulan ...........................................................
24
8. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur Pertama ...............................................
25
9. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 1 Bulan................................................
25
10. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 2 Bulan..............................................
25
11. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur Pertama ...............................................
25
12. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 1 Bulan ...............................................
25
13. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 2 Bulan .................................................
25
14. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Pertama ........................................
25
15. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah 1 Bulan .......................................
26
16. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah 2 Bulan .........................................
26
17. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Pertama ......................................
26
18. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering 1 Bulan ......................................
26
19. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering 2 Bulan........................................
26
20. Hasil ANOVA Nilai HU Pertama .............................................................
26
21. Hasil ANOVA Nilai HU 1 Bulan .............................................................
26
22. Hasil ANOVA Nilai HU 2 Bulan ...............................................................
27
23. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur Pertama ..........................................
27
24. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 1 Bulan ...........................................
27
25. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 2 Bulan ...........................................
27
26. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Pertama ..................................................
27
27. Hasil ANOVA Tebal Kerabang 1 Bulan ....................................................
27
28. Hasil ANOVA Tebal Kerabang 2 Bulan ..................................................
27
29. Hasil Uji T-Test Indeks Telur Pertama .....................................................
28
30. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 1 Bulan .....................................................
28
xii
31. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 2 Bulan .....................................................
32. Peralatan dalam Penelitian: (a). Timbangan Mettler P1210, (b). Alat Uji
Kualitas, (c)Haugh Units (HU) meter, (d). Jangka Sorong, (e).
Mikrometer, (f).Serok, (g).Yolk Colour,(h). Cawan Kaca,
(i). Koleksi Telur ……………………………………………………..
28
28
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan jenis ternak yang dapat menghasilkan daging dan telur.
Populasi itik di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 40.680.000 ekor atau
meningkat sebesar 2,1% dibandingkan dengan tahun 2008. Berdasarkan jumlah
tersebut komoditas itik mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging
nasional lebih dari 258.000 ton dan telur 2.364.000 ton (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Seiring dengan meningkatnya produksi itik
secara nasional, kebutuhan nasional akan produk itik berupa telur dan daging juga
meningkat melebihi tingkat produksinya.
Permasalahan
tersebut
dapat
diatasi
dengan
mengembangkan
dan
memanfaatkan potensi sumber daya ternak lokal yang terdapat di Indonesia salah
satunya adalah jenis itik yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya
Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu itik Alabio. Itik Alabio telah cukup dikenal
sebagai itik petelur yang sangat potensial dengan produksi telur yang tinggi dan
penampilan fisik yang sangat berbeda dengan jenis unggas atau itik lain yang ada di
pulau Jawa dan merupakan plasma nuftah ternak yang layak dibanggakan.
Dewasa ini itik Alabio telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia,
terutama di pulau Jawa. Sejalan dengan perkembangannya, itik Alabio ternyata
masih banyak dibudidayakan secara tradisional oleh para peternak yang
memungkinkan terjadinya perkawinan yang tidak diharapkan seperti perkawinan
antara itik Alabio dengan itik tipe petelur lainnya bahkan mungkin dapat terjadi
perkawinan antara itik Alabio dengan itik tipe pedaging seperti itik Pekin. Itik Pekin
yang terdapat di Indonesia saat ini berasal dari daratan China dan ternyata memiliki
kemampuan yang cukup baik untuk beradaptasi, sehingga populasinya semakin
banyak. Karakteristik itik Pekin lebih umum dikenal sebagai jenis itik pedaging
karena postur dan bobot badannya yang besar. Persilangan tak terstruktur antara itik
Alabio dan itik Pekin tersebut memungkinkan dapat menyebabkan perubahan mutu
genetik dari itik Alabio itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya pengamatan
terhadap kestabilan sifat produksi dan kualitas telur pada itik Alabio yang
disilangkan secara resiprokal dengan itik Pekin, sehingga dapat diketahui seberapa
kuat sifat produksi dari itik Alabio yang diwariskan. Beberapa sifat produksi yang
1
diamati dalam penelitian ini adalah produksi telur, umur pertama bertelur, bobot
pertama bertelur, dan kualitas telur yang dihasilkannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengevaluasi kestabilan sifat produksi
dan kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin.
Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil
persilangan resiprokal.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Alabio
Itik alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai
keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di
Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai
Tengah (HST), dan Hulu Sungai Utara (HSU).Itik Alabio memiliki ciri warna bulu
coklat dengan bintik-bintik putih di seluruh badan dengan garis putih di sekitar mata.
Pada itik jantan, warna bulu cenderung gelap, sayapnya terdapat beberapa helai bulu
suri berwarna hijau kebiruan mengkilap, warna paruh dan kaki kuning terang. Berat
badan bobot badan itik betina umur 6 bulan 1,60 kg dan jantan 1,75 kg dan produksi
telur rata-rata 220-250 butir/ekor/tahun (Haqiqi, 2008).
Gambar 1. Itik Alabio
Sulaiman dan Rahmatullah (2011) mengatakan bahwa itik Alabio memiliki
karakteristik
eksterior
dari
segi
posisi
tubuhitik
Alabio(sudutelevasi)pada
0
saatpenelitiandidapatkanbesarsudutyang sama yaitu 60 , sedangkanbentuktubuhdari
hasilpengamatandi lapangan itikAlabio lebihmiripmenyerupai bentukbotol pada saat
dilihatdari
atas
kepala
padasaatdiammemilikibentuksegitiga
sampai
dilihat
kaki
saat
dari
tegak,sedangkan
sampingdan
pada
saatitiktersebutdiam.Warnabulu itik Alabiosecara umumnyaberwarnabulu coklatagak
kelabudan seluruhbulunyaterdapat warna bercak-bercak(fleck)hitam.Itik Alabio
memiliki variasi warna paruh yaitu warna kuning hingga jingga dan memiliki warna
pada kaki (shank) yang juga bervariasi dari warna kuning muda hingga jingga.
3
Produksi Telur
Produktivitas itik ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu genetik dan
lingkungan (Ketaren et al., 1999). Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan
kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi
dari gen yang menyusunnya, sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan
tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh
karena itu, perbaikan mutu bibit, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan
meningkatkan produktivitas itik tersebut. Purbaet al. (2001) mengemukakan bahwa
rata-rata produksi telur itik Alabio pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih
stabil bila dibandingkan dengan sistem kandang litter.Prasetyo et al. (2003)
menyatakan bahwa produksi itik MA (Mojosari-Alabio) dan MM (MojosariMojosari) selama 3 bulan pada umur 7 bulan produksi masing-masing sebesar 79,4%
dan 52,47%.
Umur Pertama Bertelur
Menurut Ketaren et al. (1999) umur bertelur pertama tidak mencerminkan
tingkat produktivitas telur itik. Hal ini terbukti bahwa dari hasil penelitiannya
menunjukkan itik yang paling terakhir mulai bertelur (umur 130 hari) memiliki
kemampuan produksinya lebih tinggi dari itik yang lebih dahulu bertelur. Pada hasil
penelitiannya umur pertama bertelur itik Alabio dicapai pada umur 130; 116 dan
121hari dengan rataannya 122hari. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Prasetyo
dan Susanti (2000) dimana hasil tersebut menyatakan bahwa itik yang memiliki umur
bertelur lebih cepat dapat menghasilkan produksi telur yang lebih banyak. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitiannya dimana itik MA memiliki umur bertelur pertama
paling cepat (153 hari) dan produksi telurnya lebih banyak dibandingkan dengan itik
AA; MM dan AM. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu
jumlah dan jenis pakan yang diberikan serta cara pemeliharaannya.Itik Cihateup
yang berasal dari daerah Tasikmalaya dan Garut memiliki umur pertama bertelur
lebih cepat yang masing-masing dicapai pada 145,75 dan 139,94 hari memiliki
produksi telur selama 7 minggu produksi sebesar 79,22% dan 86,70% (Suretno,
2006). Berbeda dengan itik Cihateup, hasil penelitian Purna(1999) menunjukkan
bahwa rataan umur pertama bertelur itik Mojosari dan itik Tegal secara berturut-turut
sebesar 206,02 hari dan 211,24 hari.
4
Susanti (2003) menemukan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio dicapai
pada 150,3 hari atau 21,5 minggu berbedaPrasetyo dan Susanti (2000) menyatakan
bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169,89 hari.Itik yang bertelur terlalu
cepat, akan menghasilkan telur yang kecil-kecil dan masa produksi tidak lama. Oleh
sebab itu, umur pertama bertelur harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi
disamping produksi telur, karena umur pertama bertelur akan mempengaruhi bobot
telur, dan bobot DOD sertabobot badan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi
populasi itik yang memiliki bobot badan yang rendah di masa yang akan datang
sebagai akibat seleksi yang kurang tepat (Susanti, 2003).
Bobot Telur Pertama
Konsekuensi umur pertama bertelur yang lebih cepat akan menyebabkan
rendahnya bobot telur yang menyebabkan rendahnya bobot DOD (Susanti, 2003).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ketaren et al. (1999) dimana itik Alabio yang
memiliki umur pertama bertelur relatif lebih cepat dengan rataan 122 hari memiliki
rataan bobot telur itik pertama yang relatif kecil juga berkisar antara 42-48 g. Setelah
itu, rataan bobot telur meningkat menjadi 58,5 g dan kemudian naik 71,1 g pada
umur 280-301hari.Berbeda dengan Suretno (2006) yang mengamati umur pertama
bertelur itik Cihateup yang lebih cepat yaitu 145,75 dan 139,94 hari namun memiliki
bobot telur pertama yang lebih tinggi sebesar 51,75 dan 52,90 g. Prasetyo dan
Susanti (2000) menyatakan bahwa bobot telur pertama pada itik AA; MM; AM dan
MAmasing-masing sebesar 56,39; 53,69; 56,07 dan 56,66. Purna (1999) menyatakan
bahwa bobot telur pertama itik Tegal sebesar 57,87g.
Bobot Badan Pertama Bertelur
Bobot itik pada saat pertama bertelur sangat berpengaruh terhadap berat telur
pertama, dimana itik yang memiliki bobot badan yang ringan saat bertelur cenderung
akan menghasilkan bobot telur pertama yang kecil, sebaliknya itik yang memiliki
bobot badan yang berat saat bertelur cenderung akan menghasilkan bobot telur yang
berat pula (Prasetyo dan Susanti, 2000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bobot
badan pertama saat bertelur pada itik AA; MM; AM dan MA masing-masing adalah
1906; 1616; 1741 dan 1803 g. Suretno (2006) menyatakan bobot badan pertama
bertelur itik Cihateup yang berasal dari Tasikmalaya dan Garut masing-masing
5
sebesar 1503,17 dan 1531,97 g, sedangkan bobot badan pertama bertelur itik Tegal
sebesar 1651,27 g (Purna, 1999).
Itik Pekin
Itik Pekin merupakan salah satu jenis itik pedaging unggul yang berasal dari
China.Kokoszynski et al. (2007) menyatakan bahwa itik Pekin memiliki variasi yang
cukup tinggi pada bobot telur fase awal produksi dengan rataan bobot telur sebesar
71,7 g dan bobot telurnya terus meningkat sampai fase akhir produksi dengan nilai
sebesar 86,7 g.Produksi telur itik Pekin selama 3 bulan pada umur produksi 8 sampai
10 bulan pada tiga lokasi peternakan yang berbeda secara berturut-turut sebesar
57,31%; 56,84% dan 55,51% sehingga rataan produksi telur itik pekin pada
penelitian Monica (2010) sebesar 56,55%.
Gambar 2. Itik Pekin
Kualitas Telur
Menurut Prasetyo dan Susanti (2000), pada penelitiannya kualitas telur dapat
diketahui dengan mengamati berat kuning telur, warna kuning telur, berat kerabang
basah, berat kerabang kering, tebal kerabang, berat putih telur dan nilai HU. Hasil
pada penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil penelitian Zubaidah (2001) menyebutkan bahwa itik Alabio memiliki
bobot kerabang sebesar 5,99 g dengan ketebalan kerabang 40,2 mm. Hasil lainnya
menyebutkan nilai HU pada itik Alabio sebesar 86,06 dengan skor warna kuning
telur 8,12.
Itik Pekin menurut Kokoszynski et al. (2007) memiliki rataan bobot telur
sebesar 80,7 g, rataan bobot putih telur sebesar 47,9 g, rataan bobot kuning telur
6
sebesar 24,9 g, rataan nilai HU sebesar 79,9 dan rataan warna kuning telur sebesar
3,5.
Tabel 1. Parameter Kualitas TelurItik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan Bali Coklat
Parameter
Genotipa
1
AA
1
MM
1
AM
1
MA
2
Bali Putih
2
Bali Coklat
Berat Kuning Telur (g)
15,97
16,65
14,74
16,58
16,76
17,94
Warna Kuning Telur
6,09
5,61
7,31
6,21
8,48
8,56
Berat Kerabang Basah (g)
7,04
6,52
6,63
7,01
6,38
6,69
Berat Kerabang Kering (g)
5,67
5,14
5,44
5,56
5,26
5,43
Tebal Kerabang (mm)
36,33
34,74
33,94
36,47
32,98
33,73
Berat Putih telur (g)
40,87
38,04
38,45
40,43
33,70
35,13
HU
120,6
115,3
116,5
116
102,84
101,80
Keterangan : AA: Alabio; MM: Mojosari; AM: Alabio x Mojosari; MA: Mojosari x Alabio. 1Hasil
penelitian Prasetyo dan Susanti (2000).2Hasil penelitian Setioko et al. (2002).
Indeks Telur
Indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh sifat
genetik, bangsa, dan juga dapat disebabkan oleh proses-proses yang terjadi selama
pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus(Dharma et
al., 2002). Pengukuran indeks telur dilakukan dengan mengukur perbandingan lebar
dan panjang telur. Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks
yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan
memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79%
penampilannya akan lebih bulat.Noyansa (2004) menyatakan bahwa indeks telur itik
Alabio; Mojosari; Alabio x Mojosari dan Mojosari x Alabio masing-masing sebesar
78,78%; 81,36%; 81,81% dan 77,30%. Indeks telur itik Cihateup memiliki rataan
sebesar 80,18% dan 81,37% (Suretno, 2006).Indeks telur itik Pekin pada fase awal;
pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%;
74,5% dan 75% (Kokoszynski et al., 2007).
Resiprokal
Persilangan yang mungkin dilakukan pada dua bangsa unggas menurut Noor
(2001) adalah persilangan resiprokal, backcross, sintetik optimum atau sintetik
seimbang. Persilangan resiprokal adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua
induk berperan sebagai pejantan dalam suatu persilangan, dan sebagai betina dalam
7
persilangan yang lain. Seleksi berulang resiprokal memperbaiki kemampuan
berkombinasi spesifik maupun umum. Caranya adalah dengan melakukan seleksi
terhadap dua populasi dalam waktu yang bersamaan. Pada perkawinan pertama induk
pertama difungsikan sebagai induk betina, adapun induk kedua, berfungsi sebagai
induk jantan. Sebaliknya pada perkawinan ke dua, induk pertama sebagai induk
jantan dan induk kedua sebagai induk betina(A ♀ x B ♂ ; B ♀ x A ♂).
8
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Pengamatan sifat produksi dan kualitas telur dilakukan di kandang percobaan
itik Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian dilakukan selama 11 bulan
mulai pada Desember 2010 sampai dengan November 2011.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik betina PA
(pejantan Pekin-betina Alabio) 90 ekor dan itik betina AP (pejantan Alabio-betina
Pekin) 90 ekor yang merupakan hasil dari persilangan resiprokal antara itik Alabio
(Anas Platyrhynchos Borneo) dengan itik Pekin (Anas Platyrhynchos domesticus) di
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sesuai standar yang biasa diberikan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, yaitu
konsentrat itik 25% dan campuran dedak dengan katul 75% dimana kadar Protein
Kasar yang dihasilkan sekitar 18%.Selain itu, jumlah pakan yang diberikan untuk
kedua jenis itik sama yaitu sekitar 250 g/ekor/hari.Air minum diberikan ad libitum.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
(cages) yang telah diberikan nomor sebanyak 180 unit beserta tempat pakan, minum
dan pengkoleksian telur, gelas pakan, egg tray, timbangan Mettler P1210, cawan
kaca, Haugh Units (HU) meter, Yolk Colour Fan, jangka sorong, mikrometer serta
alat tulis dan catatan.
Prosedur
Populasi dasar (P0) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu itik Alabio
(Anas Platyrhynchos Borneo) dan itik Pekin(Anas Platyrhynchos domesticus)
dengan umur sekitar 4 bulan (menjelang bertelur) yang sudah dikoleksi di Balai
Penelitian Ternak sejak tahun 2010. Itik Alabio yang digunakan sebanyak 25 ekor (5
ekor jantan dan 20 ekor betina), sedangkan itik Pekin yang digunakan sebanyak 23
ekor terdiri atas 5 ekor jantan dan 18 ekor betina. Persilangan kedua jenis itik
tersebut dilakukan secara resiprokal, sehingga didapatkan keturunan berupa 90 ekor
itik betina PA dan 90 ekor itik betina AP.
9
P0
F1
Pekin Jantan
X
Alabio Betina
Alabio Jantan
PA Betina PA Jantan
X
Pekin Betina
AP Betina AP Jantan
Gambar3. Skema persilangan resiprokal itik Alabio dan itik Pekin
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur pertama bertelur,
bobot badan pertama bertelur, bobot telur pertama dan peubah lainnya yang juga
diamati adalah kualitas telur.
Pengamatan sifat produksi yang diamati meliputi:
1. Umur pertama bertelur:diketahui dengan menghitung dari tanggal DOD
menetas sampai dengan tanggal pertama kali bertelur.
2. Bobot badan pertama bertelur:diperoleh melalui penimbangan pada hari saat
individu itik pertama kali bertelur.
3. Bobot telur pertama:diukur dengan menimbang telur yang pertama kali
dihasilkan oleh masing-masing individu itik.
4. Produksi telur 3 bulan: diperoleh melalui pengoleksian telur selama 3 bulan
(umur 8 bulan sampai 10 bulan produksi) dari masing-masing genotipayang
memiliki umur pertama bertelur dengan selang 164-172 hari.
5. Kualitas Telur: dilakukan dengan mengamati 10 sampai 20 butir telur yang
meliputi:
a) Indeks Telur: pengukuran meliputi panjang dan lebar telur. Telur yang
akan diamati sebelumnya dilakukan proses pembersihan. Panjang dan
lebar telur diukur dengan menggunakan jangka sorong.
b) Bobot Telur: diukur dengan menggunakan timbangan Mettler P1210.
Pengukuran bobot telur dilakukan bertujuan untuk dapat menghitung nilai
Haugh Unit telur.
c) Haugh Unit:dilakukan dengan menggunakan HU meter. Pengukuran
dilakukan pada ketinggian putih telur yang dihubungkan terhadap bobot
telur.
d) Warna Kuning Telur: dilakukan dengan menyesuaikan warna kuning telur
dengan menggunakan Yolk Colour Fan.
10
e) Bobot Putih dan Kuning Telur: dilakukan dengan menggunakan
timbangan ukur yang telah dilapisi cawan kaca sebagai wadah putih atau
kuning telur.
f) Kerabang: meliputi bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering
yang dilakukan dengan menimbang kerabang. Selain itu, pengukuran
pada kerabang juga dilakukan dengan mengukur ketebalan dari kerabang
kering yang telah dibersihkan dari selaput putih telurnya dengan
menggunakan mikrometer.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan dua taraf perlakuan berupa genotipa hasil persilangan
itik Alabio dan Pekin,yaitu AP dan PA. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis of variance (ANOVA).Menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2006), model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Gi+ εij
Keterangan: Yij=rataan sifat produksi pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-jµ
=rataan umum
Gi = pengaruh genotipa ke-i
εij=pengaruh acak dari pengamatan setiap telur
Pengujian parameter indeks telur dilakukan dengan menggunakan ttest.Irianto (2008) menerangkan bahwa rumus t-test yang digunakan adalah sebagai
berikut:
μ
Keterangan
μ
:
= rataan sampel a
= rataan sampel b
μ = rataan populasi a
μ = rataan populasi b
sba = simpangan baku a
sbb = simpangan baku b
n = jumlah sampel
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Itik
Kestabilan sifat produksi dari itik Alabio dapat diketahui dengan melakukan
persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin dimana induk itik Alabio
pada satu persilangan bertindak sebagai pejantan dan pada persilangan lain bertindak
sebagai induk. Persilangan resiprokal tersebut menghasilkan itik PA (pejantan Pekin
dengan betina Alabio) dan itik AP (pejantan Alabio dengan betina Pekin). Itik PA
dan itik AP dari hasil persilangan tersebut kemudian dilakukan pemeliharaan dan
diberikan pakan yang sama untuk mendapatkan sifat produksi dan kualitas telur yang
dihasilkan. Sifat produksi dari itik PA dan itik AP akan memberikan nilai yang dapat
menggambarkan tentang kestabilan sifat produksi dari itik Alabio tersebut. Hasil
penelitian pada sifat-sifat produksi telur itik PA dan AP yaitu umur pertama bertelur,
bobot telur pertama, bobot badan pertama bertelur dan produksi telur tercantum pada
Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Produksi Itik PA dan AP
PA
AP
x ± s.e
x ± s.e
Umur Pertama Bertelur (hari)
168,95 ± 3,42
172,82 ± 3,44
Bobot Telur Pertama (g)
62,12 ± 0,80
62,15 ± 0,98
Bobot Badan Pertama Bertelur (g)
2445,7 ± 26,2
2430 ± 34,3
84,7 ± 1,49
78,1 ± 4,52
Parameter
Produksi Telur 3 Bulan (%)
Keterangan:Nilai tanpa superskrips pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata
(P>0,05). PA = pejantan Pekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin
Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa umur pertama bertelur itik PA
dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05), demikian pula dengan bobot telur pertama,
bobot badan pada saat bertelur pertama dan produksi telur selama 3 bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa itik Alabio baik sebagai pejantan maupun betina menghasilkan
keturunan yang memiliki sifat produksi yang tidak berbeda, dalam arti lain itik
Alabio memiliki sifat produksi yang stabil.
Secara umum, sifat produksi itik PA dan AP cenderung mirip dengan galur
murninya yaitu itik Alabio jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan
12
Susanti (2000) yang menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah
169.89 hari. Susanti (2003) menyatakan bahwa umur pertama bertelur dapat
mempengaruhi produktivitas itik. Konsekuensi umur pertama bertelur yang relatif
cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang akan menyebabkan rendahnya
bobot DOD. Oleh sebab itu, umur pertama bertelurjuga harus dipertimbangkan
sebagai kriteria seleksi disamping sifat produksi lainnya.
Rataan bobot telur pertama itik PA dan AP yang diperoleh pada penelitian ini
masing-masing sebesar 62,12 g dan 62,15 g. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan
rataan bobot telur pertama hasil persilangan resiprokal itik Alabio dan Mojosari
masing-masing sebesar 56,66 g dan 56,07 g. Perbedaan hasil tersebut diduga
dipengaruhi oleh faktor genetik dimana itik Pekin memiliki performa tubuh yang
lebih besar sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan bobot telurnya. Hal tersebut
juga terjadi pada parameter bobot badan saat pertama bertelur dimana diduga
terdapat pengaruh genetik antara itik PA dan AP yang masing masing memiliki
bobot sebesar 2445,7 g dan 2430 g dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti
(2000) yang menyatakan bahwa bobot badan itik MA dan AM saat pertama bertelur
masing-masing sebesar 1803 g dan 1741 g.
Produksi telur merupakan hal yang sangat penting dalam pemeliharaan itik
karena merupakan salah satu kriteria seleksi yang umum dipertimbangkan oleh para
peternak.Berdasarkan hasil analisis statistik dengan keragaman yang tidak homogen
diketahui bahwa produksi telur itik PA dan AP selama 3 bulan pada umur 7 bulan
produksi tidak berbeda nyata dengan nilai sebesar 84,7% dan 78,1%. Hasil tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi itik MA dan MM pada penelitian
Prasetyo et al. (2003) dimana produksi itik MA dan MM selama 3 bulan pada umur 7
bulan produksi masing-masing sebesar 79,4% dan 52,47%. Produksi telur pada
penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi telur itik Pekin
pada penelitian Monica (2010) dimana rataan produksi telur itik Pekin selama 3
bulan pada umur 8 sampai 10 bulan produksi mencapai 56,55%. Hal ini disebabkan
karena performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan
kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi
13
dari gen yang menyusunnya,sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan
tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh
karena itu perbaikan mutu genetik, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan
meningkatkan produktivitas itik tersebut.
Kualitas Telur
Pengukuran kualitas telur dalam penelitian ini dilakukan pada bobot telur,
kuning telur, putih telur, kerabang basah dan kering, serta nilai HU, warna kuning
telur dan tebal kerabang. Pengamatan dilakukan pada telur pertama, 1 bulan dan 2
bulan. Hasil pengamatan kualitas telur pertama itik PA dan AP dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama
Telur Pertama
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
62,64±0,80
AP
x ± s.e
62,74±1,00
Bobot Kuning Telur (g)
17,07±0,39
17,94±0,41
Bobot Putih Telur (g)
39,29±0,44
38,44±0,54
Bobot Kerabang Basah (g)
7,53a±0,08
7,87b±0,10
Bobot Kerabang Kering (g)
6,27a±0,07
6,57b±0,09
108,23a ±0,32
106,51b±0,34
Warna Kuning Telur
10,92±0,10
10,70±0,14
Tebal Kerabang (mm)
39,16±0,37
38,85±0,30
Indeks Telur (%)
74,7a ±2,87
72,84b±3,06
H.U.
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 3. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur
pertama yang dihasilkannya, hanya pada beberapa parameter seperti bobot kerabang
basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada kualitas telur pertama. Pengamatan
pada kualitas telur pertama menunjukkan bahwa bobot kerabang basah dan kering
itik AP lebih besar daripada itik PA.
14
Bobot kerabang kering itik AP lebih besar dibandingkan itik PA, hal ini
dikarenakan nilai dari kerabang kering merupakan penyusutan dari bobot kerabang
basah selama pengeringan dimana bobot kerabang basah itik AP juga lebih tinggi
dari itik PA. Bobot kerabang basah dan kering telur itik PA dan itik AP lebih tinggi
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang
menyatakan bobot kerabang basah dan kering masing-masing pada telur Alabio
sebesar 7,04 g dan 5,67 g.
Nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi dibanding itik AP.Hal
yang sama juga terlihat pada indeks telur itik PA yang memiliki nilailebih tinggi
dibanding itik AP.Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks
yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan
memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79%
penampilannya akan lebih bulat, sehingga indeks telur yang didapatkan dari hasil
penelitian ini memiliki bentuk yang relatif panjang. Indeks telur yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks
telur itik Alabio pada Noyansa (2004) yang mengatakan bahwa indeks telur itik
Alabio sebesar 78,78% namun cenderung lebih mirip kepada indeks telur itik Pekin
pada penelitian Kokoszynski et al. (2007) yang menyatakan bahwa indeks telur itik
Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki
rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75%. Dharma et al. (2002) menjelaskan bahwa
indeks telur yang mencerminkan bentuk telur dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa
serta proses pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan
isthmus.
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 4. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur 1
bulan yang dihasilkan hanya pada bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal
kerabang pada kualitas telur 1 bulan. Pengamatan pada kualitas telur 1 bulan
menunjukkan bahwa bobot kerabang kering itik PA memiliki nilai yang berbeda
nyata dengan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bobot kerabang
kering itik AP. Hal ini diduga adanya keragaman proporsi sisa putih telur yang
menempel pada kerabang saat pengamatan mengingat bobot kerabang basah yang
dihasilkannya tidak berbeda nyata dengan proses pengeringan yang sama.
15
Tabel 4. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 1 Bulan
1 Bulan
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
71,23±1,59
AP
x ± s.e
75,8±2,32
Bobot Kuning Telur (g)
21,20±0,55
22,26±0,30
Bobot Putih Telur (g)
42,76±1,02
45,66±1,93
Bobot Kerabang Basah (g)
9,15±0,25
9,4±0,24
Bobot Kerabang Kering (g)
7,27a±0,14
7,88b±0,19
105,05a±0,52
108,13b±0,89
9,7±0,21
9,63±0,46
Tebal Kerabang (mm)
a
36,33 ±0,37
38,29b±0,55
Indeks Telur (%)
76,48±2,23
75,26±2,35
H.U.
Warna Kuning Telur
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Nilai HU yang dihasilkan pada telur 1 bulan menunjukkan bahwa adanya
perbedaan hasil dengan pengamatan telur pertama. Hal ini dapat dilihat bahwa pada
telur pertama nilai HU itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik PA,
sedangkan pada pengamatan telur 1 bulan nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.
Tebal kerabang itik PA lebih rendah dibandingkan dengan itik AP pada
pengamatan telur 1 bulan.Tebal kerabang akan memberikan pengaruh pada
terjaganya kualitas telur selama proses penyimpanan, selain itu tebal kerabang juga
akan mempengaruhi daya tetas selama penetasan. Kerabang yang memiliki ketebalan
yang tinggi dapat menghambat proses peretakan yang terjadi saat DOD akan keluar
dari telur, namun kerabang yang memiliki ketebalan yang rendah dapat
memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba selama proses menetas. Romonoff
dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa tebal kerabang normal berkisar antara 30 –
50 mm, sehingga tebal kerabang dari hasil penelitian ini masih termasuk normal.
Berdasarkan analisa stastistik yang diperlihatkan pada Tabel 5. menunjukkan
bahwa secara umum nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata pada telur 2
bulan yang dihasilkan hanya pada parameter bobot putih telur, nilai HU dan warna
kuning telur. Bobot putih telur pada pengamatan telur 2 bulan menunjukkan bahwa
16
bobot putih telur itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot putih telur itik
AP.
Tabel 5. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 2 Bulan
2 Bulan
Parameter
Bobot Telur (g)
PA
x ± s.e
77,01±1,06
AP
x ± s.e
74,18±1,03
Bobot Kuning Telur (g)
23,5±0,45
23,55±0,44
a
45,95 ±0,64
43,32b±0,65
Bobot Kerabang Basah (g)
9,23±0,16
9,29±0,15
Bobot Kerabang Kering (g)
7,57±0,13
7,31±0,12
H.U.
110,21a±0,66
106,39b±0,70
Warna Kuning Telur
10,76a±0,24
9,75b±0,20
Tebal Kerabang (mm)
37,63±0,59
36,65±0,42
Indeks Telur (%)
75,27±2,75
75,26±2,35
Bobot Putih Telur (g)
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabiobetina Pekin
Pengamatan pada nilai HU di telur 2 bulan menunjukkan nilai yang berbeda
jika dibandingkan dengan pengamatan pada telur 1 bulan. Nilai HU telur 2 bulan
menunjukkan bahwa itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan itik AP. Walaupun terdapat perbedaan pada kualitas telur pertama, 1 bulan
dan 2 bulan, nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai HU pada itik Alabio pada penelitian Prasetyo dan Susanti
(2000) yang menyatakan bahwa nilai HU itik Alabio sebesar 120,6. Namun nilai HU
yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih termasuk dalam kategori telur yang
memiliki kualitas AA (>72), hal ini dikarenakan bahwa telur-telur yang diamati
merupakan telur segar. Hal ini didukung oleh Stadelman dan Cotterill (1995) yang
menyatakan bahwa telur yang memiliki kualitas AA memiliki nilai HU sebesar 72
atau lebih.
Itik PA dan AP yang merupakan hasil persilangan resiprokal antara itik
Alabio dan itik Pekin berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan memiliki sifat
produksi yang sama dan juga kualitas telur yang tidak jauh berbeda. Walaupun
17
demikian sifat produksi dan kualitas telur itik PA dan AP memiliki nilai yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan galur murninya yaitu itik Alabio meskipun terdapat
beberapa faktor yang berbeda seperti nutrisi pakan yang diberikan dan kondisi
lingkungan saat pengamatan berlangsung.menunjukkan bahwa bobot putih telur dan
nilai HU itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.
18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan Pekin (PA dan AP)
memiliki performa sifat produksi yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
menggambarkan bahwa kestabilan sifat produksi dari itik Alabio cukup tinggi. Selain
itu, nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata, hanya pada beberapa
parameter seperti bobot kerabang basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada
kualitas telur pertama; bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal kerabang pada
kualitas telur 1 bulan serta bobot putih telur, nilai HU dan warna kuning telur pada
kualitas telur 2 bulan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui nilai heterosis
yang dihasilkan dari persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan Itik
Pekin.Selain itu, juga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengetahui
faktor yang bertanggung jawab terhadap timbulnya pengaruh maternal pada
persilangan tersebut.
19
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. Segala puji dan syukur ke hadirat Allah
SWTataslimpahanrahmat,hidayahserta
pertolongan-Nya
penulisanskripsiinidapatdiselesaikan.Shalawatserta
sehingga
salamsemoga
penelitiandan
selalutercurah
kepadajunjungan Nabi besarMuhammad SAW, keluargadan parasahabatnya.
Ucapanterimakasihditujukankepada
M.SisebagaidosenPembimbing
IbuIr.
Sri
Rahayu,
Akademikatasnasihatdanbimbinganselamamenjadi
mahasiswadiFakultasPeternakanIPB,Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor,
M.Rur.Scyang telahbersedia menjadiPembimbing Utamadan BapakDr. Ir. L. Hardi
Prasetyo, M.Agr sebagai Pembimbing Anggota atasbimbingan, dukungan dan
semangatnyayang
hingga
telahdiberikanselamapenyusunan
terselesaikannyapenulisanskripsi.
kepadaBapak
Dr.
Rudi
Afnan,
S.Pt,
proposal,penelitian,seminar
Penulismengucapkan
M.Sc.Agr
selaku
dosen
terimakasih
pembahas
seminar,Bapak Dr. Jakaria,S.Pt.,M.Si,Ibu Dr.Ir.Sumiati, M.Scdan Ibu Ir. Sri Darwati,
M.Si selakudosenpengujisidang atassarandanmasukannya. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada BPT Ciawi Bogor yang telah mengizinkan penulis melakukan
penelitian, Ibu Triana Susanti atas informasi dan ilmu yang diberikan selama
penulisan, Bapak Hamdan beserta seluruh pegawai kompleks kandang itik BPT
Ciawi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penelitian.
Penulissangatbersyukurdanmengucapkanterimakasihyang
takterhingga
teruntukibundatersayang Dra.Henny Widiastutidanayahanda Drs.Wiek Suripto,
sertakakakpenulis Richrizky Wenda Einstinandy, S.Edan adik Brahmantio Wenda
A. atas hangatnyakasih sayang keluargadan senantiasamemberikan doadan
dukunganyangselalu menyertai langkah dan usaha.Terima kasih kepada Pandu
Permatasari atas waktu, dukungan dan semangatnya yang tak habis diberikan kepada
penulis.Terima kasih kepada sahabat penelitian Silvi Arifani atas segala bantuannya.
Terima kasih kepada keluarga besar IPTP 45, Erren, Angga, Hatmoko, Ismail, Eka,
Isyana, atas saran diberikan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan yang telah tercipta.
20
Bogor, Juni 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan
Produksi Nasional. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Dharma, Y. K., Rukmiasih & P. S. Hardjosworo. 2001. Ciri-ciri fisik telur tetas itik
mandalung dan rasio jantan dengan betina yang dihasilkan. Prosiding
Lokakarya Unggas Air 6-7 Agustus 2001. Auditorium BPT Ciawi, Bogor.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.
Grasindo. Jakarta.
Haqiqi, S. H. 2008. Mengenal beberapa jenis itik petelur lokal. Essay.Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Irianto, A. 2008. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.
Ketaren, P. P., L. H. Prasetyo & T. Murtisari. 1999. Karakter produksi telur pada itik
silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Kokoszynski, D., Z. Bernacki & H. Korytkowska. 2007. Eggshell and egg content
traits in Peking duck eggs from the P44 reserve flock raised in Poland.
Department of Poultry Breeding, Faculty of Animal Breeding and Biology,
University of Technology and Life Sciences, Poland.
Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. IPB PRESS, Bogor.
Monica, D. 2010. The specific of duck egg production (Anas platyrhynchos
domesticus) raised in Bihor County. Analele Universitatii din Oradea
Fascicula: Ecotoxicology, Zootehnie si Tehnologii de Industrie Alimentara,
Faculty of Environmental Protection, University of Oradea, Oradea.
Noor, R. R. 2001. Genetika Kuantitatif Hewan/Ternak. Laboratorium Pemuliaan dan
Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Noyansa, D. 2004. Karakteristik penetasan dari itik Mojosari, Alabio dan
persilangannya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
Prasetyo L. H. & T. Susanti. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan
Mojosari : periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 5 No.
4 tahun 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Prasetyo, L. H., B. Brahmantiyo & B. Wibowo. 2003. Produksi telur persilangan itik
Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Purba, M., L. H. Prasetyo & B. Brahmantiyo. 2001. Produktivitas dua bangsa itik
lokal: Alabio dan Mojosari pada sistem kandang battery dan litter. Prosiding
21
Lokakarya Unggas Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Purna, I. K. 1999. Aspek genetik kelenturan fenotipik produksi dan kualitas telur itik
local sebagai respon terhadap perubahan aflatoksin dalam ransum.Tesis.Prog
Pascasarjana IPB, Bogor.
Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. Jhon Wiley and
Sons. Inc. New York.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo & B. Brahmantio. 2002. Karakteristik produksi telur
itik Bali sebagai sumber plasma nutfah ternak. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th. The
Haworth Press. Inc. New York.
Sulaiman, A. & S. N. Rahmatullah. 2011. Karakteristik eksterior, produksi dan
kualitas telur itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di sentra peternakan
itik Kalimantan Selatan. Biosciencetiae Vol. 8 No. 2 Th. 2011: 46-61.
Suretno, N. D. 2006. Kajian produktivitas dan fertilitas itik Cihateup.Tesis. Sekolah
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Susanti, T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis.Prog
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Zubaidah. 2001. Kualitas telur itik hasil persilangan Alabio dengan bibit induk CV
2000 pada generasi pertama dengan kandang litter. Jurnal Peternakan dan
Lingkungan. Universitas Andalas, Padang.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1.Hasil ANOVA Bobot Badan Pertama Bertelur
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
158
159
JK
0,0006
0,339
0,339
KT
0,0006
0,0021
F
0,27
P
0,601
Lampiran 2.Hasil ANOVA Umur Pertama Bertelur
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
172
173
JK
0,005
0,939
0,943
KT
0,005
0,005
F
0,85
P
0,357
Lampiran 3.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
163
164
JK
0,00005
0,493
0,493
KT
0,00005
0,003
F
0,02
P
0,899
Lampiran 4.Hasil ANOVA Produksi Telur 3 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
18
19
JK
217,8
2037,0
2254,8
KT
217,8
113,2
F
1,92
P
0,182
Lampiran 5.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
179
180
JK
0,48
13346,39
13346,87
KT
0,48
74,56
F
0,01
P
0,936
Lampiran 6.Hasil ANOVA Bobot Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
92,76
528,45
621,21
KT
92,76
33,03
F
0,113
P
0,113
F
3,63
P
0,065
Lampiran 7. Hasil ANOVA Bobot Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
73,36
707,29
780,65
KT
73,36
20,21
24
Lampiran 8. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
27,53
2533,41
2560,93
KT
27,53
14,31
F
1,92
P
0,167
Lampiran 9. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
5,058
32,369
37.427
KT
5,058
2,203
F
2,50
P
0,133
F
0,01
P
0,930
F
2,04
P
0,155
F
1,97
P
0,179
Lampiran 10. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
35
36
JK
0,028
126,219
126,247
KT
0,028
3,606
Lampiran 11. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
177
178
JK
0,005
0,459
0,465
KT
0,005
0,0026
Lampiran 12. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
16
17
JK
37,34
303,11
340,45
KT
37,34
18,94
Lampiran 13. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
63,318
273,342
336,660
KT
63,318
7,810
F
8,11
P
0,007
Lampiran 14. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
178
179
JK
0,014
0,468
0,481
KT
0,014
0,003
F
5,23
P
0,023
25
Lampiran 15. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
0,2734
8,7848
9,0581
KT
0,2734
0,5490
F
0,50
P
0,491
Lampiran 16. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
0,0316
14,9085
14,9401
KT
0,0316
0,4260
F
0,07
P
0,787
Lampiran 17. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
178
179
JK
0,017
0,479
0,495
KT
0,017
0,003
F
6,16
P
0,014
Lampiran 18. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
1,6174
3,9772
5,5946
KT
1,6174
0,2486
F
6,51
P
0,021
Lampiran 19. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
0,6006
9,6606
10,2621
KT
0,6006
33,03
F
2,18
P
0,149
F
13,48
P
0,000
F
9,80
P
0,006
Lampiran 20. Hasil ANOVA Nilai HU Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
132,71
1743,09
1875,80
KT
132,71
9,85
Lampiran 21. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
42,025
68,600
110,625
KT
42,025
4,288
26
Lampiran 22. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
34
35
JK
130,32
285,82
416,14
KT
130,32
8,41
F
15,50
P
0,000
F
2,30
P
0,131
F
0,03
P
0,876
F
10,75
P
0,002
Lampiran 23. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
0,0056
0,4319
0,4376
KT
0,0056
0,0024
Lampiran 24. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
0,0250
15,9750
16,0000
KT
0,0250
0,9984
Lampiran 25. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
9,4614
30,8088
40,2703
KT
9,4614
0,8803
Lampiran 26. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
175
176
JK
0,0003
0,2325
0,2329
KT
0,0003
0,0013
F
0,25
P
0,618
Lampiran 27. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
17,030
28,850
45,880
KT
17,030
1,803
F
9,44
P
0,007
F
1,92
P
0,175
Lampiran 28. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
8,850
156,585
165,436
KT
8,850
4,605
27
Lampiran 29. Hasil Uji T-Test Indeks Telur Pertama
PA VS AP
db
176
T-Value
4,21
P-Value
0,000
Lampiran 30. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 1 Bulan
PA VS AP
db
14
T-Value
1,12
P-Value
0,281
Lampiran 31. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 2 Bulan
PA VS AP
db
34
T-Value
1,02
P-Value
0,317
Lampiran 32. Peralatan dalam Penelitian
(a). Timbangan Mettler P1210
(c). Haugh Units (HU) meter
(b). Alat Uji Kualitas
(d). Jangka Sorong
28
(e). Mikrometer
(f). Serok
(g). Yolk Colour
(h). Cawan Kaca
(i). Koleksi Telur
29
Bogor, Juni 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan
Produksi Nasional. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Dharma, Y. K., Rukmiasih & P. S. Hardjosworo. 2001. Ciri-ciri fisik telur tetas itik
mandalung dan rasio jantan dengan betina yang dihasilkan. Prosiding
Lokakarya Unggas Air 6-7 Agustus 2001. Auditorium BPT Ciawi, Bogor.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.
Grasindo. Jakarta.
Haqiqi, S. H. 2008. Mengenal beberapa jenis itik petelur lokal. Essay.Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Irianto, A. 2008. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.
Ketaren, P. P., L. H. Prasetyo & T. Murtisari. 1999. Karakter produksi telur pada itik
silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Kokoszynski, D., Z. Bernacki & H. Korytkowska. 2007. Eggshell and egg content
traits in Peking duck eggs from the P44 reserve flock raised in Poland.
Department of Poultry Breeding, Faculty of Animal Breeding and Biology,
University of Technology and Life Sciences, Poland.
Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. IPB PRESS, Bogor.
Monica, D. 2010. The specific of duck egg production (Anas platyrhynchos
domesticus) raised in Bihor County. Analele Universitatii din Oradea
Fascicula: Ecotoxicology, Zootehnie si Tehnologii de Industrie Alimentara,
Faculty of Environmental Protection, University of Oradea, Oradea.
Noor, R. R. 2001. Genetika Kuantitatif Hewan/Ternak. Laboratorium Pemuliaan dan
Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Noyansa, D. 2004. Karakteristik penetasan dari itik Mojosari, Alabio dan
persilangannya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
Prasetyo L. H. & T. Susanti. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan
Mojosari : periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 5 No.
4 tahun 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Prasetyo, L. H., B. Brahmantiyo & B. Wibowo. 2003. Produksi telur persilangan itik
Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Purba, M., L. H. Prasetyo & B. Brahmantiyo. 2001. Produktivitas dua bangsa itik
lokal: Alabio dan Mojosari pada sistem kandang battery dan litter. Prosiding
21
Lokakarya Unggas Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Purna, I. K. 1999. Aspek genetik kelenturan fenotipik produksi dan kualitas telur itik
local sebagai respon terhadap perubahan aflatoksin dalam ransum.Tesis.Prog
Pascasarjana IPB, Bogor.
Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. Jhon Wiley and
Sons. Inc. New York.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo & B. Brahmantio. 2002. Karakteristik produksi telur
itik Bali sebagai sumber plasma nutfah ternak. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th. The
Haworth Press. Inc. New York.
Sulaiman, A. & S. N. Rahmatullah. 2011. Karakteristik eksterior, produksi dan
kualitas telur itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di sentra peternakan
itik Kalimantan Selatan. Biosciencetiae Vol. 8 No. 2 Th. 2011: 46-61.
Suretno, N. D. 2006. Kajian produktivitas dan fertilitas itik Cihateup.Tesis. Sekolah
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Susanti, T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis.Prog
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Zubaidah. 2001. Kualitas telur itik hasil persilangan Alabio dengan bibit induk CV
2000 pada generasi pertama dengan kandang litter. Jurnal Peternakan dan
Lingkungan. Universitas Andalas, Padang.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1.Hasil ANOVA Bobot Badan Pertama Bertelur
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
158
159
JK
0,0006
0,339
0,339
KT
0,0006
0,0021
F
0,27
P
0,601
Lampiran 2.Hasil ANOVA Umur Pertama Bertelur
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
172
173
JK
0,005
0,939
0,943
KT
0,005
0,005
F
0,85
P
0,357
Lampiran 3.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
163
164
JK
0,00005
0,493
0,493
KT
0,00005
0,003
F
0,02
P
0,899
Lampiran 4.Hasil ANOVA Produksi Telur 3 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
18
19
JK
217,8
2037,0
2254,8
KT
217,8
113,2
F
1,92
P
0,182
Lampiran 5.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
179
180
JK
0,48
13346,39
13346,87
KT
0,48
74,56
F
0,01
P
0,936
Lampiran 6.Hasil ANOVA Bobot Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
92,76
528,45
621,21
KT
92,76
33,03
F
0,113
P
0,113
F
3,63
P
0,065
Lampiran 7. Hasil ANOVA Bobot Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
73,36
707,29
780,65
KT
73,36
20,21
24
Lampiran 8. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
27,53
2533,41
2560,93
KT
27,53
14,31
F
1,92
P
0,167
Lampiran 9. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
5,058
32,369
37.427
KT
5,058
2,203
F
2,50
P
0,133
F
0,01
P
0,930
F
2,04
P
0,155
F
1,97
P
0,179
Lampiran 10. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
35
36
JK
0,028
126,219
126,247
KT
0,028
3,606
Lampiran 11. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
177
178
JK
0,005
0,459
0,465
KT
0,005
0,0026
Lampiran 12. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
16
17
JK
37,34
303,11
340,45
KT
37,34
18,94
Lampiran 13. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
63,318
273,342
336,660
KT
63,318
7,810
F
8,11
P
0,007
Lampiran 14. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
178
179
JK
0,014
0,468
0,481
KT
0,014
0,003
F
5,23
P
0,023
25
Lampiran 15. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
0,2734
8,7848
9,0581
KT
0,2734
0,5490
F
0,50
P
0,491
Lampiran 16. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
0,0316
14,9085
14,9401
KT
0,0316
0,4260
F
0,07
P
0,787
Lampiran 17. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
Db
1
178
179
JK
0,017
0,479
0,495
KT
0,017
0,003
F
6,16
P
0,014
Lampiran 18. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
1,6174
3,9772
5,5946
KT
1,6174
0,2486
F
6,51
P
0,021
Lampiran 19. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
0,6006
9,6606
10,2621
KT
0,6006
33,03
F
2,18
P
0,149
F
13,48
P
0,000
F
9,80
P
0,006
Lampiran 20. Hasil ANOVA Nilai HU Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
132,71
1743,09
1875,80
KT
132,71
9,85
Lampiran 21. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
42,025
68,600
110,625
KT
42,025
4,288
26
Lampiran 22. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
34
35
JK
130,32
285,82
416,14
KT
130,32
8,41
F
15,50
P
0,000
F
2,30
P
0,131
F
0,03
P
0,876
F
10,75
P
0,002
Lampiran 23. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
177
178
JK
0,0056
0,4319
0,4376
KT
0,0056
0,0024
Lampiran 24. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
0,0250
15,9750
16,0000
KT
0,0250
0,9984
Lampiran 25. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
9,4614
30,8088
40,2703
KT
9,4614
0,8803
Lampiran 26. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur Pertama
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
175
176
JK
0,0003
0,2325
0,2329
KT
0,0003
0,0013
F
0,25
P
0,618
Lampiran 27. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 1 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
16
17
JK
17,030
28,850
45,880
KT
17,030
1,803
F
9,44
P
0,007
F
1,92
P
0,175
Lampiran 28. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 2 Bulan
SK
Genotipa
Error
Total
db
1
35
36
JK
8,850
156,585
165,436
KT
8,850
4,605
27
Lampiran 29. Hasil Uji T-Test Indeks Telur Pertama
PA VS AP
db
176
T-Value
4,21
P-Value
0,000
Lampiran 30. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 1 Bulan
PA VS AP
db
14
T-Value
1,12
P-Value
0,281
Lampiran 31. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 2 Bulan
PA VS AP
db
34
T-Value
1,02
P-Value
0,317
Lampiran 32. Peralatan dalam Penelitian
(a). Timbangan Mettler P1210
(c). Haugh Units (HU) meter
(b). Alat Uji Kualitas
(d). Jangka Sorong
28
(e). Mikrometer
(f). Serok
(g). Yolk Colour
(h). Cawan Kaca
(i). Koleksi Telur
29
RINGKASAN
ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY. D14080311. 2012. Performa Sifat
Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio
dengan Itik Pekin.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M.Agr
Itik Alabio merupakan sumber daya ternak lokal di Indonesiayang berpotensi
untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai penghasil daging dan
telur.Namun, itik Alabio lebih umum dikenal sebagai itik penghasil telur
dibandingkan sebagai itik penghasil daging.Pada umumnya itik Alabio
dibudidayakan secara tradisional oleh para peternak yang memungkinkan terjadinya
perkawinan tidak terstruktur yang dapat mengakibatkan perubahan sifat produksi dari
itik Alabio tersebut.
Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin yang telah dilakukan
oleh BPT Ciawi diamati untuk dapat mengetahui kestabilan sifat produksi dari hasil
persilangan resiprokal tersebut.Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik
Pekin yang menghasilkan sebanyak 90 ekor itik betina PA (pejantan Pekin-betina
Alabio) dan 90 ekor itik betina AP (pejantan Alabio-betina Pekin) selanjutnya
dipelihara selama 11 bulan dalam kandang baterai dengan perlakuan pakan yang
sama. Pengamatan dilakukan terhadap sifat produksi dan kualitas telur yang
dihasilkan masing-masing genotipa.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sifat produksi diantaranya umur
pertama bertelur (UPB), bobot telur pertama (BTP), bobot badan pertama bertelur
(BBPT) dan produksi telur 3 bulan dari itik PA dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil pengamatan kualitas telur secara umum juga menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (P>0,05) hanya pada beberapa peubah yang memiliki nilai berbeda
nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil pengamatan pada sifat produksi dan kualitas telur
yang dihasilkan dapat diketahui bahwa kestabilan dari sifat produksi itik Alabio
cukup tinggi bahkan persilangan tersebut dapat menghasilkan bangsa itik yang
memiliki bobot badan dan produksi telur yang tinggi.
Kata-kata Kunci: Alabio, pekin, resiprokal, produksi telur, kualitas telur
ii
Informasi dokumen
Dokumen baru