• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tentang Masyarakat Desa

BAB I KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Tinjauan Tentang Masyarakat Desa

Menurut Parsons, “Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada (self subsistent) melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya” (Sunarto, 2004: 54).

Syani mengungkapkan bahwa masyarakat ditandai ciri-ciri sebagai berikut: “Pertama, adanya interaksi; Kedua ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu; Ketiga adanya rasa identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya” Basrowi (2005: 40-41).

Tonnies membagi masyarakat menjadi dua yaitu masyarakat desa (gemeinschaft) dan masyarakat kota (gesselchaft). Masyarakat desa dan masyarakat kota memiliki perbedaan, perbedaan tersebut mendasar dari keadaan lingkungan yang mengakibatkan dampak dari personalitas dan segi-segi kehidupan. Masyarakat desa lebih bersifat kekeluargaan dan gotong royong di dalamnya dan masih dijunjung tinggi. Sedangkan masyarakat kota, kehidupannya lebih individualistik dan pemikiran yang dimiliki realistik (Sunarto, 2004).

Salah seorang sosiolog Indonesia, Soekanto memberikan istilah community untuk menyebut masyarakat setempat. Menurut Soekanto,

“Masyarakat setempat merujuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut sebagai masyarakat setempat” (1982: 132-134).

commit to user

Soekanto memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) sebagai berikut:

1) Seperasaan

Unsur seperasaan timbul akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai “kelompok kami”, “perasaan kami” dan lain sebagainya.

2) Sepenanggungan

Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dari keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam dagingnya sendiri.

3) Saling memerlukan

Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung “komuniti” nya meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis (1982: 134)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan batas-batas yang jelas. Di dalamnya terdapat interaksi di antara individu-individu serta terdapat ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu dan adanya rasa identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya serta mempunyai rasa seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan satu sama lain.

b. Masyarakat Desa

Fokus kajian dalam penelitian adalah di daerah pedesaan sehingga dalam penelitian akan banyak membahas tentang masyarakat desa. Secara umum desa diidentikkan dengan sektor pertanian yang menjadi pola hidup atau mata pencaharian utama masyarakatnya Sebelum membahas lebih jauh tentang masyarakat desa, terlebih dahulu akan diuraikan tentang pengertian desa.

Siagian (1983) menjelaskan bahwa desa didefinisikan sebagai suatu daerah hukum yang ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan sosial yang hidup serta tinggal menetap di suatu daerah tertentu dengan adat-istiadat yang

commit to user

dijadikan landasan hukum dan mempunyai seorang pemimpin yaitu kepala desa (Yayuk dan Poernomo, 1985).

Siagian (1983) menambahkan bahwa kehidupan masyarakat desa umumnya tergantung daru usaha tani, nelayan dan sering disertai dengan usaha kerajinan tangan dan dagang kecil-kecilan. Kegiatan perekonomian di desa umumnya terjalin erat dengan kegiatan-kegiatan atau bidang sosial lainnya.

Pada masa silam, masyarakat desa dikenal sebagai ekonomi terpimpin yaitu produksi dan tukar menukar barang-barang dan jasa-jasa berlaku dalam batas-batas desa. Walaupun tidak lagi demikian namun ciri-ciri yang tersisa di saat ini masih nyata di mana produksi terutama hanya ditujukan untuk keperluan sendiri atau lebih dikenal dengan istilah subsistensi (subsistence) (Yayuk dan Poernomo, 1985)

Mengenai pengertian masyarakat desa, Munandar berpendapat,

“Masyarakat desa sebagai suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampung, babakan dengan sifat khas yaitu kekeluargaan, adanya kolektivitas, ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhannya sendiri”

(2001: 130).

Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (gemeinshaft) yang dicirikan sebagai berikut:

1) Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong-menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

2) Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas yaitu mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

3) Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaa kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.

4) Askripsi yaitu berhubugan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak sengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.

commit to user

5) Kekabaran (diffuseness) merupakan sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungannya antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit (Sunarto, 2004: 54).

Siagian (1983) menambahkan walaupun ada persamaan antara masyarakat di pedesaan dan perkotaan, akan tetapi masyarakat di pedesaan mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh masyarakat perkotaan yaitu:

1) Kehidupan di pedesaan erat hubungannya dengan alam, mata pencaharian tergantung dari alam serta terikat pada alam.

2) Umumnya semua anggota keluarga mengambil bagian dalam kegiatan bertani, walaupun keterlibatannya berbeda.

3) Orang desa sangat terikat pada desa dan lingkungannya, apa yang ada di desa sukar dilupakan sehingga perasaan rindu akan desanya merupakan ciri yang nampak.

4) Di pedesaan segala sesuatu seolah-olah membawa hidup yang rukun, perasaan sepenanggungan dan jiwa tolong-menolong sangat kuat dihayati.

5) Corak feodalisme masih nampak walaupun derajatnya sudah mulai berkurang.

6) Hidup di pedesaan banyak bertautan dengan adat-istiadat dan kaidah-kaidah yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga sering masyarakat desa dicap “statis”.

7) Di beberapa daerah jiwa masyarakat terbuka kepada perkara-perkara rohani sehingga mereka tidak mudah melepaskan keterikatan-keterikatan dan ketakutannya terhadap Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

8) Karena keterikatan pada lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada mereka mudah curiga terhadap sesuatu yang lain dari yang biasa, terutama terhadap hal-hal yang lebih menurut rasionalitas. Mereka lebih tertarik dan lebih suka mengikuti suara mistik, sehingga menimbulkan sikap yang kurang kritis akan lingkungan dan tuntutan zaman.

9) Banyak daerah pedesaan yang penduduknya sangat padat padahal lapangan kerja dan sumber penghidupan relatif sedikit mengakibatkan kemelaratan sehingga sering mendorong jiwa apatis (Yayuk dan Poernomo, 1985: 82).

Seiring dengan perkembangan zaman, desa telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan, salah satunya yaitu industrialisasi yang terjadi pada masyarakat desa. Industrialisasi pada masyarakat desa menyebabkan berubahnya tatanan sosial kehidupan masyarakat desa yang dahulunya sangat

commit to user

bergantung hidupnya pada sektor pertanian, dengan adanya industrialisasi perekenomian masyarakat menjadi beralih ke sektor industri.

Ada keterkaitan antara aspek-aspek kemasyarakatan tertentu seperti perubahan sosial, stratifikasi sosial, mobilitas sosial, keluarga inti dan keluarga luas dan daya serap sosial dengan industri, sehingga akan tampak hubungan saling mempengaruhi di antara keduanya. Di antara konsep-konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama perubahan sosial, dengan adanya industri akan mengakibatkan terjadiya perubahan sosial yakni perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem sosial termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat.

Kedua stratifikasi sosial, bahwa apabila proses industrialisasi pada suatu masyarakat dipelajari dengan seksama, maka akan tampak bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi (atau setidak-tidaknya secara potensial dapat mempengaruhi) kedudukan (strata) warga masyarakat yaitu okupasi, pendapatan, pendidikan dan kelahiran. Kesemuanya itu menjadi indikator penentu tinggi rendahnya status sosial yang dimiliki oleh masyarakat.

Ketiga mobilitas sosial, bahwa dengan adanya industrialisasi menjadi pendorong orang untuk melakukan mobilitas sosial yaitu sebuah proses yang merupakan gerak dalam struktur sosial. Biasanya dibedakan antara mobilitas sosial horizontal dan mobilitas sosial vertikal. Mobilitas sosial horizontal adalah suatu proses peralihan individu dari suatu kelompok ke kelompok lain yang sederajad kedudukannya. Mobilitas sosial vertikal adalah proses pindahnya individu atau kelompok dari suatu kedudukan tertentu ke kedudukan yang relatif tinggi atau yang lebih rendah.

Keempat keluarga inti dan keluarga luas, proses industrialisasi pada suatu masyarakat akan menyebabkan berkurangnya fungsi keluarga luas.

Berpudarnya fungsi keluarga luas juga mempunyai pengaruh negatif terhadap pengendalian sosial dalam masyarakat. Apabila semula pengendalian sosial banyak didasarkan pada tradisi yang sudah ada, maka setelah adanya industri peranan tradisi dalam pengendalian sosial agak berkurang. Nilai-nilai dan

commit to user

kaidah-kaidah dalam masyarakat industri telah berubah dan bersifat agak bebas apabila dibandingkan dengan tradisi atau adat istiadat sebelumnya. Sebab hal-hal tradisional yang bertentangan dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat industri dengan sendirinya dianggap menghalangi proses industrialisasi.

Kelima daya serap sosial, industrialisasi menyebabkan masyarakat mampu menerima perubahan-perubahan sosial sehingga bermanfaat bagi mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap sosial baik individu maupun kolektif yaitu sistem nilai-nilai yang dianut, perangkat kaidah-kaidah sosial, pola interaksi sosial yang berlaku, taraf pendidikan formal dan informal, tradisi yang dipelihara turun-temurun, sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan adanya panutan yang mampu menyerasikan konservatisme dengan inovatisme (Soekanto, 1987).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa adalah suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat dengan memiliki beberapa sifat khas yaitu kekeluargaan, adanya kolektivitas, ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhannya sendiri, terikat dengan alam atau lingkungan dan kehidupannya banyak berkaitan dengan adat-istiadat, nilai dan norma yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2. Tinjauan Tentang Industri