• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Perikanan Tangkap Skala Kecil 29

1 PENDAHULUAN

2.4   Karakteristik Perikanan Tangkap Skala Kecil 29

Seperti dikemukakan pada bab terdahulu bahwa klasifikasi perikanan tangkap skala kecil atau skala besar, perikanan pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial hingga saat ini masih menjadi perdebatan mengingat dimensinya yang cukup luas. Sering kali pengelompokan berdasarkan atas ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap, jarak daerah penangkapan dari pantai (Smith 1983).

Menurut Charles (2001), skala usaha perikanan dapat dilihat dari berbagai aspek di antaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan, berdasarkan daerah penangkapan, yaitu jarak dari pantai ke lokasi penangkapan dan berdasarkan tujuan produksinya. Pengelompokan tersebut dilakukan melalui perbandingan skala kecil dengan perikanan skala besar, walaupun diakuinya belum begitu jelas sehingga masih perlu dilihat dari berbagai aspek yang lebih spesifik. Lebih lanjut karakteristik perikanan skala kecil diungkapkan oleh Smith (1983) bahwa skala usaha perikanan dapat dilihat dengan cara membandingkan

perikanan berdasarkan situasi technico-socio-economic nelayan dan membaginya ke dalam dua golongan besar yaitu nelayan industri dan nelayan tradisional (Tabel 1).

Perikanan tradisional menurut Smith (1983), adalah di antaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali.

2) Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan di luar penangkapan.

3) Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri.

4) Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin.

5) Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan. 6) Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai

sangat rendah.

7) Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang teroganisir dengan baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau dijual di laut.

8) Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya.

9) Komunitas nelayan tradisional seringkali terisolasi baik secara geografis maupun sosial dengan standar hidup keluarga nelayan yang rendah sampai batas minimal.

Kesembilan ciri perikanan tradisional di atas bisa dijumpai pada masyarakat nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam struktur masyarakat nelayan terdapat hubungan antar fungsi dari faktor internal, faktor eksternal dan kapasitas diri nelayan terhadap tingkat keberdayaan mereka sebagai individu. Bekerjanya fungsi tersebut telah menyebabkan terjadinya stratifikasi dalam masyarakat nelayan itu sendiri, pada kenyataanya terdapat nelayan yang tingkat kesejahteraannya yang buruk (miskin). Kondisi demikian terjadi karena adanya perbedaan kemampuan dalam menjalankan fungsi tersebut masing-masing individu oleh karena tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang mereka miliki juga berbeda dalam kehidupan mereka sebagai nelayan.

Pada setiap struktur sosial terdapat fungsi di dalamnya, seperti

dikemukakan oleh Dahrendorf yang diacu dalam Megawangi (1999)

mengemukakan gambarannya mengenai pokok-pokok teori fungsionalisme, sebagai berikut:

1) Setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif gigih dan stabil.

2) Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik.

3) Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, memberikan

sumbangan pada terpeliharanya suatu sistem masyarakat.

4) Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsensus mengenai nilai di kalangan para anggotanya.

Dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas, stratifikasi sosial merupakan fenomena yang penting dan bersifat universal. Stratifikasi adalah keharusan fungsional. Teori struktural ini memandang sistem stratifikasi sebagai sebuah struktur dan tidak mengacu pada stratifikasi individu pada sistem stratifikasi, melainkan pada sistem posisi (kedudukan). Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan tetapi untuk mencapai tujuan keluarga dan masyarakat nelayan secara keseluruhan. Kebiasaan masyarakat, budaya serta nilai yang berlaku dalam masyarakat akan berpengaruh juga terhadap bekerjanya fungsi tersebut.

Seperti dikemukakan oleh Megawangi (1999) tentunya, struktur dan fungsi masyarakat tidak akan pernah lepas dari pengaruh budaya, norma dan nilai- nilai yang melandasi sistem masyarakat itu. Menurut teori struktural fungsional, struktur sosial dan pranata sosial berada dalam suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur ini tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori struktural kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya (Poloma 2000).

Tabel 1 Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional dengan nelayan industri

No. Uraian

Nelayan Industrial Tradisional

Artisanal Subsisten

1 Unit penangkapan Tepat, dengan divisi profesi dan prospek jelas.

Tepat, kecil, spesialisasi dengan profesi yang tidak terbagi Tenaga sendiri, atau keluarga, atau grup masyarakat 2 Kepemilikan Dikonsentrasikan pada beberapa pengusaha, kadang bukan nelayan. Biasanya dimiliki oleh nelayan yang berpengalaman, atau nelayan-nelayan gabungan Tersebar di antara partisipan- partisipan

3 Komitmen waktu Biasanya penuh waktu Seringkali merupakan profesi sampingan Kebanyakan paruh waktu 4 Kapal Bertenaga, dengan

peralatan yang memadai

Kecil; dengan motor di dalam atau motor tempel kecil diluar.

Tidak ada atau berbentuk kano. 5 Perlengkapan Buatan mesin,

atau pemasangan lainnya Sebagian atau seluruhnya menggunakan material-material buatan mesin Material buatan tangan yang dipasang pemiliknya 6 Sifat profesi Dengan bantuan

mesin

Bantuan mesin yang minim

Dioperasikan dengan tangan 7 Investasi Tinggi, dengan

proporsi yang besar diluar nelayan

Rendah; penghasilan nelayan (seringkali diambil dari pembeli hasil tangkapan)

Sangat rendah sekali

8 Penangkapan per unit

Besar Menengah Rendah hingga sangat rendah 9 Produktivitas per

orang

Besar Menengah atau rendah Rendah hingga sangat rendah 10 Pengolahan hasil tangkapan Diolah menjadi tepung ikan atau untuk bahan konsumsi atau bukan untuk manusia Beberapa dikeringkan, diasap, diasinkan; untuk kebutuhan manusia

Kecil atau tidak ada sama sekali; semuanya untuk dikonsumsi.

11 Keberadaan ekonomi nelayan

Sering kali kaya Golongan menengah kebawah

Minimal

12 Kondisi sosial Terpadu Kadang terpisah Masyarakat yang terisolasi

Sumber: Kesteven (1973) yang diacu Smith (1983)

Struktur sosial dalam masyarakat nelayan umumnya dicirikan dengan kuatnya patron-klien. Kuatnya ikatan patron-klien tersebut merupakan konsekuensi kuatnya pola patron-klien di masyarakat nelayan disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh resiko dan ketidak pastian sehingga tidak ada

pilihan lain bagi mereka selain bergantung pada pemilik modal (patron). Bagi nelayan menjalin ikatan dengan patron merupakan langkah yang penting untuk menjaga kelangsungan kegiatannya karena pola patron-klien merupakan institusi jaminan sosial ekonomi. Artinya, patron menguasai sumber daya tersebut menyebabkan ikatan patron-klien terjalin. Mengacu pada struktur sosial tersebut, bahwa masyarakat nelayan kota Manado menunjukkan adanya pelapisan sosial, pelapisan sosial merupakan dimensi struktur sosial yang bersifat vertikal yang melihat masyarakat secara bertingkat yang nampak pada stratifikasi sosial, kelas sosial dan status sosial dalam masyarakat. Apakah seseorang berada pada lapisan atas, menengah, atau bawah dan apakah dia temasuk pada orang yang berada dikelas atas, menengah bawah (Satria 2009). Hal di atas sesuai dengan penjelasan dari Soekanto dan Soerjono (1990), menyatakan bahwa dengan mengamati pola- pola penguasaan aset produksi seperti modal, pelapisan sosial dalam komunitas nelayan.

Klasifikasi usaha penangkapan ikan ke dalam skala kecil atau skala besar, perikanan pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial telah banyak dilakukan oleh berbagai badan atau lembaga pemerintah untuk keperluan pengembangan dan pencatatan (Haluan 1986). Selanjutnya disimpulkan bahwa usaha penangkapan ikan tradisional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Unit penangkapan ikan dengan skala kecil yang seringkali terdiri dari kelompok keluarga nelayan yang menggunakan perahu dengan atau tanpa motor penggerak.

2) Kegiatan penangkapan ikan seringkali tidak tetap atau musiman. 3) Penghasilan dan pendapatan nelayan didasarkan atas sistem bagi hasil. 4) Juragan atau nelayan pemilik kapal dan alat penangkapan ikan sering

ikut operasi penangkapan ikan sendiri.

5) Bahan alat penangkap ikan mungkin sudah dibuat oleh mesin di pabrik seperti jaring nilon, tetapi desain dan penyambungan bagian-bagiannya masih dilakukan oleh tangan nelayan sendiri dan dalam penauran serta penarikan umumnya tidak dibantu oleh tenaga mesin.

7) Hasil tangkapan per unit penangkapan ikan dan produktivitas per nelayan mulai dari tingkat menengah sampai rendah sekali.

8) Hasil tangkapan belum semuanya dijual di Tempat Pelelangan Ikan

(TPI).

9) Sebagian atau kadang-kadang semua hasil tangkapan ikan dikonsumsi sendiri bersama keluargaya.

10) Seringkali perkampungan nelayan tradisional agak terisolasi dan tingkat hidup nelayan tradisional rendah.

Nelayan tradisional merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, disamping kepemilikan aset produktif yang sangat minimal, pendapatan relatif rendah dan miskin, umumnya hanya memiliki perahu tanpa motor, dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk membedakannya dengan nelayan modern atau non-tradisional, sebagai penyederhanaan gambaran klasik sistem ekonomi dualistik (Bailey dan Zerner 1992).

Struktur sosial masyarakat beranekaragam corak. Ada yang sederhana dan adapula yang kompleks. Sederhana atau kompleksnya struktur sosial suatu masyarakat tergantung dari keadaan masyarakat. Masyarakat primitif atau terasing umumnya mempunyai struktur sosial yang sederhana dan terutama ditentukan oleh corak sistem kekerabatannya. Pada masyarakat yang sudah maju, struktur sosial umumnya sangat komplek dan tidak hanya bersumber pada sistem kekerabatannya, tetapi juga ditentukan oleh sistem ekonomi, sistem pelapisan sosial dan sebagiannya yang merupakan kombinasi (Ibrahim 2000).

Struktur sosial disusun dari status dan posisi anggota dalam suatu sistem. Pada hakekatnya dalam suatu sistem sosial selalu terdapat struktur. Permasalahannya, ada struktur yang dapat dengan jelas dimengerti anggota-anggotanya ada pula yang abstrak. Sistem-sistem sosial formal dapat dengan mudah diketahui, sedangkan struktur sosial yang non-formal atau tradisional memerlukan perenungan beberapa saat.

Pada hakekatnya struktur sosial berpengaruh pada tingkah laku dalam menjawab rangang dari luar. Begitu pula jalannya proses difusi inovasi, struktur sosial mempunyai hubungan saling pengaruh yang komplek dengan proses adopsi inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Struktur dapat merintangi atau memudahkan proses difusi dan sebaliknya difusi dapat mengubah struktur sosial suatu masyarakat (Ibrahim 2000).

Masyarakat desa dalam melakukan kegiatan-kegiatan termasuk di dalamnya kegiatan mata pencaharian, masih tetap berpegang pada tradisi-tradisi yang dilandasi oleh kepercayaan tentang hari-hari baik dan buruk menurut sistem pengetahuan yang mereka miliki dan warisi dari nenek moyangnya, kemudian ditransformasikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam lingkungan sekitarnya.

Koentjaningrat (1977) menyatakan bahwa pokok-pokok sistem pengetahuan terdiri atas:

1) Pengetahuan tentang sekitar alam. 2) Pengetahuan tentang alam flora. 3) Pengetahuan tentang alam fauna.

4) Pengetahuan tentang zat-zat dan bahan mentah. 5) Pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia. 6) Pengetahuan tentang tubuh manusia.

7) Pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan.