• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PROSIDING SEMNAS 2015 ok (Halaman 33-37)

Perdagangan kakao biji dan kakao butter Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut perlu diidentifikasi dan dianalisis apakah secara signifikan berpengaruh positif atau negatif terhadap volume ekspor. Di bawah ini dipaparkan hasil dari estimasi tiga model ekspor kakao Indonesia, yakni model ekspor kakao biji ke Malaysia, model ekspor kakao biji ke Amerika Serikat, dan model ekspor kakao butter ke Amerika Serikat.

Estimasi Model Ekspor Kakao Indonesia ke Amerika Serikat dan Malaysia

Nilai tolerance seluruh variabel independen pada ketiga model (harga, nilai tukar, nilai RCA, dan bea kelur kakao biji) lebih besar dari 0,10, sementara itu, nilai Variance Inflation Factor (VIF) seluruh variabel independen lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan pada model tidak terjadi multikolinearitas. Model ini tidak mengalami heteroskedastisitas yang ditunjukan oleh nilai signifikansi seluruh variabel independen pada uji Glejser lebih besar dari 0,05. Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov, menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dismpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil estimasi ketiga model diketahui bahwa nilai Fhitung lebih

besar dari Ftabel pada taraf nyata 5%, artinya secara keseluruhan model layak

digunakan dan minimal ada satu variabel yang signifikan dalam model. Dari analisis determinansi, nilai R2 yang diperoleh untuk model ekspor kakao biji ke Malaysia,

model ekspor kakao biji ke Amerika Serikat, dan kakao butter ke Amerika Serikat berturut-turut sebesar 0,662; 0,979; dan 0,942. Artinya model mampu menjelaskan

ISBN 978-979-8389-21-4

33

keragaman ekspor sebesar 66,2%, 97,9%, dan 94,2% pada masing-masing model, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lainnya di luar model (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil estimasi model ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor

No Variabel

Biji (Malaysia) Biji (Amerika Serikat)

Butter (Amerika Serikat) Koefisien Sig Koefisien Sig Koefisien Sig 1. Harga kakao Indonesia 2,232* 0,073 -,277 0,304 0,230* 0,081 2. Nilai tukar rupiah terhadap

LCU

3,186** 0,015 0,026 0,917 0,158 0,322 3. Nilai RCA Indonesia di

negara tujuan

0,312 0,627 1,080* 0,000 0,660*** 0,000 4. Bea keluar kakao biji -1,453 0,253 0,260 0,438 0,458** 0,012 5. Waktu -1,225 0,150 -,127 0,566 0,042 0,683 6. Konstanta -10,836 0,363 14,674 0,000 12,467 0,000

7. R-square 0,662 0,979 0,942

8. Fhitung 7,037 171,139 58,258

Keterangan: * nyata pada taraf 10%; ** nyata pada taraf 5%; *** nyata pada taraf 1%

1. Ekspor Kakao Biji ke Malaysia

Berdasarkan uji-t dapat diketahui dari enam variabel bebas pembentuk model, terdapat dua variabel yang signifikan, yaitu harga kakao Indonesia dan nilai tukar riil rupiah terhadap LCU. Sebaliknya, Nilai RCA kakao biji Indonesia di Malaysia dan bea keluar kakao biji tidak signifikan.

Koefisien variabel harga kakao biji sebesar 2,232 pada taraf nyata 10%. Artinya, setiap kenaikan harga kakao biji Indonesia sebesar 1% akan meningkatkan volume ekspor kakao biji Indonesia ke Malaysia sebesar 2,232% (ceteris paribus). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kenaikan harga ekspor kakao biji akan diikuti oleh kenaikan volume ekspor kakao biji. Harga merupakan alasan utama bagi eksportir untuk memutuskan dan menentukan volume kakao yang akan diekspor. Harga ekspor yang relatif lebih tinggi dibandikan harga di pasar domestik atau lebih tinggi daripada harga ekspor sebelumnya akan mengakibatkan pedagang kakao untuk menjual kakao di pasar internasional (Soekartawi, 1993; Putri, 1994).

Variabel nilai tukar riil rupiah terhadap LCU signifikan dengan koefisien sebesar 3,186. Artinya, jika rupiah mengalami depresiasi sebesar 1% maka volume ekspor kakao biji akan meningkat sebesar 3,186%. Firdaus dan Ariyoso (2010) pada penelitiannya yang menyimpulkan bahwa kurs nominal Rp terhadap US$ berpengaruh signifikan dan positif terhadap harga kakao Indonesia. Penjelasannya adalah kenaikan nilai nominal Rp terhadap US$ berarti rupiah mengalami depresiasi sehingga harga kakao menjadi lebih murah di mata konsumen dunia. Selaras dengan penelitian Widianingsih (2009) dan Suryana et al. (2014), yang menyatakan apabila terjadi depresiasi rupiah, maka Indonesia akan mengekspor lebih banyak kakao butter, karena permintaannya meningkat akibat harga relatif mengalami penurunan.

Fakta lain yang terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1997 – 1998, rupiah yang melemah di titik terendah justru memberikan insentif untuk meningkatkan produksi kakao. Petani kakao menikmati dampak krisis ekonomi, dikarenakan harga biji kakao di tingkat produsen dari Rp 2.500,00/kg melonjak menjadi 19.000,00/kg. Dengan demikian, kebijakan devaluasi dapat meningkatkan produksi dan ekspor kakao daripada kebijakan pajak ekspor dan subsidi pupuk (Arsyad, 2007). Selain itu,

Asosiasi Industri Kakao Indonesia menyatakan bahwa pelemahan rupiah Rp 12.000,00/US$ yang terjadi pada awal Desember 2013 membawa keuntungan

pada industri kakao yang diekspor karena depresiasi rupiah tersebut meningkatkan pendapatan eksportir (Dewan Kakao Indonesia, 2013).

ISBN 978-979-8389-21-4

34

Walaupun variabel bea keluar ekspor kakao biji memiliki pengaruh yang negatif, namun ternyata tidak signifikan terhadap volume ekspor kakao biji Indonesia ke Malaysia. Tidak signifikannya bea keluar kakao biji ini dapat disebabkan karena Malaysia merupakan importir terbesar kakao biji Indonesia. Pada rentang waktu lima tahun terakhir, Malaysia mengimpor kakao biji dari Indonesia rata-rata sebesar 121.139 ton pertahun, jauh lebih tinggi daripada negara lain. Selain itu, Indonesia masih tetap menjadi negara eksportir terbesar bagi Malaysia, walaupun sejak tahun 2010 Malaysia dikenakan pajak ekspor terhadap kakao biji.

2. Ekspor Kakao Biji ke Amerika Serikat

Terdapat satu variabel yang signifikan pada model ini, yaitu nilai RCA kakao biji Indonesia di Amerika Serikat. Di sisi lain, harga kakao biji Indonesia, nilai tukar riil rupiah terhadap LCU, dan bea keluar kakao biji tidak signifikan.

Variabel bea keluar ekspor kakao biji tidak signifikan terhadap volume ekspor kakao biji Indonesia, dikarenakan nilai probabilitas variabel bea keluar lebih besar dari taraf nyata 10%. Walaupun ekspor kakao biji ke Amerika Serikat menurun menjadi 218 ton (2014) dari sebelum diterapkannya bea keluar butter yakni 89.306 ton, hasil estimasi model tidak dominan diakibatkan oleh penetapan bea keluar kakao biji namun oleh variabel lain, misalnya RCA.

Nilai RCA kakao biji Indonesia di Amerika Serikat berpengaruh signifikan dengan koefisien 1,080 pada taraf nyata 1%. Artinya jika indeks RCA kakao biji Indonesia di Amerika Serikat naik sebesar 1% maka volume ekspor kakao biji akan meningkat sebesar 1,080%. Indeks RCA menunjukkan sejauh mana spesialisasi komoditas bagi negara pengekspor terhadap pangsa pasar komoditi tersebut dalam ekspor dunia. Balassa (1965) menyatakan jika nilai indeks RCA lebih dari satu, menunjukkan pangsa pasar dari komoditi ekspor negara itu lebih tinggi dari rata-rata ekspor dunia. Maka hasil kajian ini menunjukkan bahwa bila pemerintah dapat meningkatkan daya saing kakao biji Indonesia, maka volume ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika Serikat pun akan bertambah.

Indeks RCA kakao biji Indonesia setelah penetapan bea keluar kakao biji semakin menurun, dari sebesar 32,88 pada tahun 2009 menjadi 0,15 pada tahun 2014, meskipun hasil regresi menunjukkan bahwa variabel bea keluar kakao biji tidak signifikan. Hal ini selaras dengan volume ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika Serikat yang semakin menurun, dari rata-rata 54.641 ton (tahun 2008 – 2012) menjadi 21.284 ton pada lima tahun terakhir ini.

Penurunan volume ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika Serikat dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan kualitas kakao biji Indonesia yang akan diekspor. Permatasari dan Rustariyuni (2014) menyatakan bahwa menurunnya efek komposisi komoditas kakao biji Indonesia kurang diminati di pasar ASEAN akibat tidak konsistennya kualitas kakao biji Indonesia, hal ini dapat menjadi ancaman bagi bagi Indonesia. Penurunan jumlah ekspor kakao biji sejak diterapkannya bea keluar kakao biji, menyebabkan Amerika Serikat lebih memilih impor kakao dalam bentuk butter dari Indonesia. Penelitian Hasibuan et al. (2012) mendukung hal ini, ekspor biji kakao Indonesia tidak memiliki daya saing di pasar Amerika Serikat karena memiliki kualitas rendah sehingga hanya dijadikan sebagai bahan campuran serta memiliki harga yang rendah dibandingkan negara eksportir lainnya. Namun biji kakao Indonesia untuk pasar Amerika Serikat tersebut berada dalam kategori dapat dikembangkan yang berarti daya saing ekspor biji kakao masih dapat ditingkatkan bila Indonesia mampu meningkatkan kualitas produk melalui proses fermentasi dan penanganan pascapanen lainnya. Hal ini sesuai dengan penemuan pada tulisan ini, yaitu bila Indonesia dapat meningkatkan indeks RCA atau daya saingnya, maka volume ekspor biji kakao dapat bertambah.

ISBN 978-979-8389-21-4

35

3. Ekspor Kakao Butter ke Amerika Serikat

Pada model kakao butter, variabel harga kakao butter Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor. Variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap volume ekspor kakao butter Indonesia dengan koefisien variabel sebesar 0,230. Artinya, setiap peningkatan harga kakao butter Indonesia sebesar 1%, volume ekspor ke negara tujuan akan meningkat sebesar 0,230% (ceteris paribus). Hasil ini menunjukkan bahwa harga ekspor kakao butter yang meningkat akan diikuti oleh volume ekspor kakao butter yang meningkat juga. Soekartawi (1993) menjelaskan bahwa perdagangan internasional bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya ada keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri (ekspor) daripada penjualan dalam negeri karena harga di pasar dunia relatif lebih menguntungkan, sehingga harga adalah alasan utama bagi eksportir untuk memutuskan dan menentukan volume kakao yang akan diekspor.

Indeks RCA kakao butter Indonesia di Amerika Serikat berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor pada taraf nyata 1% dengan koefisien 0,660. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pada indeks RCA kakao butter Indonesia mempengaruhi volume ekspor kakao butter Indonesia di Amerika Serikat. Indeks RCA kakao butter Indonesia setelah penetapan bea keluar kakao biji menjadi semakin besar, dari 18,47 pada tahun 2009 menjadi 48,65 pada tahun 2014. Hal ini selaras dengan volume ekspor kakao butter Indonesia ke Amerika Serikat yang semakin meningkat, dari rata-rata 22.313 ton (tahun 2008 – 2012) menjadi 27.404 ton pada lima tahun terakhir ini. Hasil kajian ini memperlihatkan bahwa apabila Indonesia dapat meningkatkan daya saing kakao butter-nya, maka volume ekspor kakao butter ke Amerika Serikat dapat meningkat.

Bea keluar kakao biji memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1%. Koefisien variabel ini sebesar 0,458 yang berarti volume ekspor kakao butter Indonesia lebih tinggi 0,458% dengan adanya bea keluar kakao biji dibandingkan tanpa penetapan bea keluar. Hasil analisis ini memperkuat penelitian Suryana et al. (2014) yang menyatakan bea keluar biji kakao berpengaruh signifikan dan positif terhadap volume ekspor kakao olahan (butter) pada 10 negara utama tujuan ekspor Indonesia, termasuk Amerika Serikat. Kebijakan ini bertujuan menghambat ekspor kakao dalam bentuk bahan mentah dan meningkatkan ekspor kakao dalam bentuk olahan. Kebijakan ini terbukti efektif dalam pengembangan industri kakao karena sejak keluarnya Permenkeu tahun 2010 terlihat ada perubahan, yaitu penurunan ekspor kakao biji dan peningkatan ekspor kakao olahan. Komposisi ekspor kakao butter meningkat menjadi 29,81% (2014) dari sebelum diterapkannya bea keluar biji 7,77% dari total keseluruhan ekspor kakao,

Kakao biji yang tidak diekspor akibat adanya bea keluar, dimanfaatkan oleh industri pengolahan dalam negeri yang kapasitasnya meningkat baik dalam bentuk investasi baru ataupun perusahaan yang sudah ada sehingga meningkatkan produksi kakao olahan termasuk kakao butter. Kiranta dan Meydianawathi (2014) mengemukakan bahwa bea keluar biji kakao yang sebelumnya lebih menguntungkan pengekspor kakao biji kini lebih berpihak kepada pengekspor kakao olahan. Sehingga, proporsi kakao biji yang semula lebih banyak untuk diekspor kini lebih banyak digunakan sabagi bahan baku industri dalam negeri. Hal ini diperkuat pada tahun 2011 lima perusahaan pengolahan kakao di Sulawesi Selatan membuka kembali pabriknya dengan kapasitas 79.000 ton/tahun kakao biji, sedangkan total kapasitas terpasang di Indonesia sebesar 380.000 ton/tahun (Rifin, 2012). Maka, tak mengherankan apabila terjadi penurunan volume ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika.

ISBN 978-979-8389-21-4

36

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kakao biji Indonesia ke Malaysia adalah harga kakao biji Indonesia dan nilai tukar riil rupiah. Kedua variabel ini memiliki nilai koefisien bertanda positif, hal ini menunjukkan dengan meningkatnya harga kakao biji Indonesia dan depresiasi nilai rupiah, maka akan diikuti dengan meningkatnya volume ekspor kakao biji Indonesia ke Malaysia.

Pada ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika Serikat, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kakao biji adalah indeks RCA kakao biji Indonesia di Amerika Serikat. Koefisien variabel ini bertanda positif, yang menunjukkan bahwa dengan meningkatnya daya saing kakao biji Indonesia, maka akan meningkatkan volume ekspor kakao biji Indonesia ke Amerika Serikat.

Sedangkan untuk ekspor kakao butter Indonesia ke Amerika Serikat, variabel yang berpengaruh signifikan adalah harga kakao butter Indonesia, indeks RCA kakao butter Indonesia di Amerika dan penerapan bea keluar terhadap ekspor kakao biji. Disimpulkan pula bahwa ketiga variabel tersebut memiliki koefisien positif yang berarti bahwa dengan meningkatnya harga kakao butter Indonesia, meningkatnya daya saing kakao butter Indonesia dan dilaksanakannya kebijakan bea keluar terhadap ekspor kakao biji, maka akan meningkatkan volume ekspor kakao butter Indonesia ke Amerika Serikat.

Dalam dokumen PROSIDING SEMNAS 2015 ok (Halaman 33-37)